BAB I
PENDAHULUAN
Pakar pendidikan yang
juga mantan Menteri pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Fuad Hassan
berpendapat, pendidikan dalam arti luas merupakan ikhtiar yang ditempuh melalui
tiga pendekatan, yaitu pembiasaan, pembelajaran, dan peneladanan. Ketiga aspek
itu berlangsung sepanjang perjalanan hidup manusia.
Demikian Fuad Hassan
saat menjadi pembicara kunci pada seminar nasional “Rekonstruksi dan
Revitalisasi pendidikan Indonesia Menuju Masyarakat Madani”, di Widya Graha
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Jln. Gatot Subroto Jakarta, Kamis
(2/9).
Hadir dalam acara itu,
pengamat pendidikan Arief Rachman dan Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Sosial dan
Kemanusiaan LIPI, Dewi Fortuna Anwar.
Menurut Fuad, anggapan
bahwa pembiasaan hanya efektif pada masa kanak-kanak jelas keliru karena pada
usia dewasa dan lanjut usia pun pembiasaan masih terjadi. Misalnya, melalui
kegiatan hobi dalam masa pensiun, kebiasaan makan yang berkenaan dengan
pemeliharaan kesehatan, kebiasaan olah raga, dan lainnya yang dibentuk pada
masa tua.
Halnya mengenai pembelajaran yang juga meliputi
pelatihan, dikatakan Fuad, itu merupakan pendekatan yang terutama mengemuka
melalui jalur pendidikan formal.
“Melalui jalur ini, sesuatu program pembelajaran
jelas cakupannya dari awal hingga akhir. Pendekatan ini lazim dilaksanakan
melalui pendekatan klasikal dan kurikuler dalam sistem persekolahan,” jelasnya.
Selanjutnya, yang sering dilupakan adalah
pendidikan dalam arti luas yang meliputi juga peneladanan, yaitu melalui
terpaan citra yang memikat untuk ditiru perilakunya atau bahkan menjadi model
identifikasi diri bagi pengamatnya.
Dikemukakan Fuad, secara umum dapat dikatakan
bahwa teladan dijadikan pedoman berperilaku. Di sisi lain, perilaku yang
diamati sebagai teladan juga bisa berpengaruh sebagai penentu pola dan
kecenderungan (patern and trend setter). Teladan pun ditemukan melalui
sosok yang dianggap memperagakan model peran (role model).
Fuad juga menilai, peneladanan merupakan
penjelmaan yang bisa berdampak kuat dalam proses pendidikan, terutama bagi
anak-anak dan remaja, serta kaum muda umumnya.
“Pada usia yang masih rentan untuk dibentuk oleh
berbagai faktor eksternal ini, peneladanan bisa memengaruhi arah perkembangan
para remaja dan kaum muda menuju kedewasaan,” tuturnya.
Di tempat sama, pengamat pendidikan yang lain,
Arief Rachman mengungkapkan hal senada. Potret pendidikan yang ada seolah-olah
pendidikan itu ada di sekolah. Padahal, lingkungan luar sangat berperan.
Ia menilai, pendidikan memang persyaratan awal.
Akan tetapi, jangan direduksi di sekolah, tetapi juga di masyarakat, rumah
tangga, dan media.
Berkaitan dengan lokakarya atau workshop
yang berlangsung pada Jumat (3/9), Arief menyebutkan, adanya sejumlah usulan.
Antara lain, menyangkut visi masyarakat madani, memproses pendidikan di
masyarakat, serta apa yang disebut sukses pendidikan, misalnya apakah sebatas
dilihat dari produk memenuhi target, atau juga perlu pemahaman menyangkut
moral, hak asasi manusia, dan gender.
BAB II
PENDIDIKAN
A. PENGERTIAN PENDIDIKAN
Pendidikan merupakan suatu proses
berkelanjutan yang mengandungi unsur-unsur pengajaran, latihan, bimbingan dan
pimpinan dengan tumpuan khas kepada pemindahan berbagai ilmu, nilai agama dan
budaya serta kemahiran yang berguna untuk diaplikasikan oleh individu (pengajar
atau pendidik) kepada individu yang memerlukan pendidikan itu.
Justeru, pendidikan itu merujuk
kepada manusia sebagai objek utama dalam proses pendidikan. Dalam hal ini,
berbagai definisi diberikan berhubung istilah pendidikan. Antara lain :
- Pandangan pakar pendidikan dari Amerika iaitu John Dewey. John Dewey berpandangan bahwa pendidikan ialah satu proses membentuk kecenderungan asas yang berupa akaliah dan perasaan terhadap alam dan manusia. Lihat Abdul Halim el-Muhammady, Januari 1984. pendidikan Islam Skop Dan Matlamatnya, Jurnal pendidikan, Tahun 1, bil. 1, ABIM, Selangor, hlm.10 dan lihat juga John Dewey, 1910. Democracy and Education, Mac Millan & Co., New York, hlm. 1-2.
- Prof. Horne, Beliau juga merupakan tokoh pendidik di Amerika. Beliau berpendapat bahwa pendidikan merupakan proses abadi bagi menyesuaikan perkembangan diri manusia yang merangkumi aspek jasmani, alam, akliah, kebebasan dan perasaan manusia terhadap Tuhan sebagaimana yang ternyata dalam akliah, perasaan dan kemahuan manusia. Lihat Hermen Harrel Horne, 1939. The Democratic Philosophy of Education, Mac Millan & Co., New York, hlm. 6. Lihat juga Mook Soon Sang, 1988. pendidikan di Malaysia, Kumpulan Budiman, Kuala Lumpur, hlm. 414.]
- Herbert Spencer, Beliau merupakan ahli falsafah Inggris (820-903 M). Beliau berpendapat bahwa pendidikan ialah mempersiapkan manusia supaya dapat hidup dengan ke hidupan yang sempurna. Lihat Herbert Spencer, 1906. Education: Intelectual, Moral and Physical, Wiiliam and Nongete, hlm. 84.
Berdasarkan definisi-definisi itu, dapat difahamkan bahwa pendidikan
ialah proses melatih akaliah, jasmaniah dan moral manusia untuk melahirkan
warganegara yang baik serta menuju ke arah kesempurnaan bagi mencapai tujuan
hidup.
Hassan Langgulung juga merumuskan
pengartian pendidikan itu sebagai menambah dan memindahkan nilai kebudayaan
kepada individu dalam masyarakat. Proses pemindahan nilai budaya itu ialah, pertama,
pemindahan nilai-nilai budaya melalui pengajaran. Ia boleh diartikan
sebagai pemindahan pengetahuan atau knowledge. Jadi, apabila seseorang
memindahkan pengetahuan tersebut maka berlakulah proses pengajaran. Kedua,
proses pendidikan merupakan satu latihan. Ia bermaksud apabila seseorang itu
membiasakan diri dalam melakukan pekerjaan.
B. PENDIDIKAN FORMAL DAN TIDAK FORMAL
Hakikatnya dapat dimengarti bahwa
pendidikan itu didapati melalui proses yang terdapat di dalam sesuatu
masyarakat dan individu yang ada didalamnya. Akibat daripada proses tersebut.
pendidikan boleh dikategorikan dalam dua bentuk utama iaitu dalam bentuk formal
dan bentuk tidak formal.
Pendidikan yang berbentuk formal dikelolakan oleh satu
yayasan atau institusi yang berfalsafah, berorganisasi, berstruktur,
bermatlamat dan bersistem. Contohnya sekolah atau pusat pengajian pendidikan.
Pendidikan yang tidak formal tidak mempunyai falsafah,
organisasi, struktur, matlamat dan sistem yang tertentu. Contohnya ialah
didikan dalam sebuah keluarga.
Berdasarkan pengartian pendidikan
itu, ia merupakan proses kesinambungan yang dialui oleh manusia dengan cara bimbingan, latihan dan didikan
khususnya berkaitan dengan perkembangan intelek, kerohanian, jasmani, sosial
dan estetika. Dengan arti kata lain, pendidikan juga dipandang sebagai
pewarisan kebudayaan dan pengembangan potensi- potensi pada diri manusia untuk
menjadikan dirinya sebagai manusia yang berilmu, berakhlak, sihat, berbudaya,
berseni, berguna dan bertanggung jawab.
BAB III
PENDIDIKAN SEUMUR
HIDUP
A. AKTUALITA PENDIDIKAN SEUMUR HIDUP
Banyak ahli pendidikan di berbagai
mancanegara menyadari pendidikan, terutama sekolah (formal), kurang mampu
memenuhi tuntutan ke hidupan. Karena itu, dalam pertemuan internasional yang
diprakarsai Badan PBB Urusan pendidikan dan Kebudayaan (UNESCO), mereka sepakat
soal perlunya pendidikan seumur hidup.
Munculnya istilah ini, dalam dunia
pendidikan, banyak menimbulkan dorongan atau pemikiran kritis terhadap
pengartian pendidikan yang telah ada. Misalnya, tujuan pendidikan adalah
pencapaian kedewasaan, sekolahan terutama berjenjang akademik bukanlah satu-satunya
sistem pendidikan, dan pendidikan hendaknya lebih menonjolkan sifatnya sebagai self
initiative dan self education.
Jalur pendidikan formal memiliki
banyak kelemahan jika dibandingkan dengan pendidikan nonformal. Kelemahan
pendidikan formal, antara lain, terlalu menekankan pada aspek kognitif pada
anak-anak didik. Anak didik seolah-olah hidup terisolasikan selama mengalami
dan menjalani pendidikan.
Namun, jangan dimaknai pendidikan di
sekolah formal tidak perlu. Dalam kenyataaannya pun jalur pendidikan ini tetap
ada, malah semakin banyak bagai jamur di musim hujan. Hal ini disebabkan jalur
pendidikan yang terlembagakan (formal), adanya keteraturan tentang perencanaaan
dan pelaksanaaan pendidikan, juga memberikan rasa optimis bagi para peminatnya dengan
jangka waktu yang relatif pendek.
Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan
tersebut, dan agar pendidikan seumur hidup dapat benar-benar berada dalam
sistem, diperlukan aspek lain, yakni aspek horizontal. Aspek ini bermakna
efisiensi pendidikan. Separti sistem persekolahan, ia akan tercapai bila
memperhatikan lingkungan, misalnya keluarga, tempat bermain, tempat kerja, atau
lingkungan masyarakat secara luas.
B. PENDIDIKAN DI DUNIA BERKEMBANG
Di negara-negara berkembang,
kompleksitas pendidikan bisa kait-mengait antara sistem, kurikulum, dukungan
ekonomi, dan lain-lain sehingga sering mengaburkan prinsip, tujuan atau bahkan
sistem pendidikan itu sendiri. Sehingga sistem dan tujuan pendidikan sering
disalahartikan dan disalahgunakan.
Adanya pendidikan seumur hidup,
merupakan sebuah angin segar apabila kita mengamati pada beberapa asas yang
melekat (inheren) pada gagasan pendidikan seumur hidup itu sendiri. Separti
sistem pendidikan semakin demokratis, pendidikan dapat meningkatkan kualitas
hidup, dan pengintegrasian sekolah dengan kehidupan di lingkungan masyarakat.
Hanya, bisa saja angin segar
pendidikan seumur hidup menjadi angin surga alias utopia baru dalam bidang
pendidikan, apabila hanya sebatas konsep tanpa implementasi. Konsepsi
pendidikan seumur hidup di Indonesia telah beberapa kali tercantum dalam GBHN,
tapi implementasinya sering berubah-ubah. Konsep di dalam GBHN masih amat luas
pengartiannya, sehingga sering terjadi “keluwesan” menafsirkan yang berbeda.
Misalnya dalam mengambil sikap antara
beberapa pengartian pendidikan satu jalur (single track) dan pendidikan
multijalur (multitrack). Demikian pula dengan pendidikan yang bersifat
akademik ilmiah dan operasional-teknik, maupun antara pendidikan formal dan
nonformal.
Asas pendidikan seumur hidup yang
mengandung kemungkinan diversifikasi sistem pendidikan, tampaknya konsepsi satu
jalur kurang begitu tepat dan efektif. pendidikan satu jalur baru lebih efektif
bila wajib belajar lebih tinggi dari yang ada sekarang.
BAB IV
PENDIDIKAN SEUMUR HIDUP DALAM PANDANGAN ISLAM
Jauh sebelum PBB pada tahun 1970-an memprakarsai “pendidikan
seumur hidup-PSH” (Lite Long Integrated
Education), dalam Islam pada abad ketujuh telah ditegaskan: Uthlub al’ilma min
al-mahdi ila al-lahdi (tuntutlah ilmu dari buaian hingga liang lahat).
Sayangnya, kepopuleran ajaran pendidikan seumur hidup
dari Rasulullah SAW itu tidak sempat menggugah perhatian kita untuk
memprakarsainya menjadi word program.
Dalam GBHN termaktub: “pendidikan
berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di
dalam lingkungan rumah tangga, sekolah dan masyarakat. Karena itu, pendidikan
ialah tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah”.
Berarti setiap insan Indonesia dituntut selalu berkembang sepanjang hidupnya.
Sementara itu masyarakat dan pemerintah harus menciptakan suasana untuk selalu
belajar. Sebab masa sekolah (formal) bukanlah masa “satu-satunya”, tetapi hanya
sebagian dari waktu belajar yang berlangsung sepanjang hidup.
A. URGENSI PENDIDIKAN SEUMUR HIDUP
Drs H Fuad Ihsan (1996:44-45) dalam buku
Dasar-dasar Kependidikan, menulis beberapa dasar pemikiran –ditinjau dari
beberapa aspek– tentang urgensi pendidikan seumur hidup,
antara lain: Aspek ideologis, setiap manusia yang dilahirkan ke dunia ini
memiliki hak yang sama untuk memperoleh pendidikan, meningkatkan pengetahuan
dan menambah keterampilannya. pendidikan seumur hidup
akan membuka jalan bagi seseorang untuk mengembangkan potensi diri sesuai
dengan kebutuhan hidupnya.
Aspek ekonomis, pendidikan merupakan cara yang
paling efektif untuk dapat keluar dari “Lingkungan Setan Kemelaratan” akibat
kebodohan. pendidikan seumur hidup akan
memberi peluang bagi seseorang untuk meningkatkan produktivitas, memelihara dan
mengembangkan sumber-sumber yang dimilikinya, hidup
di lingkungan yang menyenangkan-sehat, dan memiliki motivasi dalam mendidik
anak-anak secara tepat sehingga pendidikan keluarga menjadi penting.
Aspek sosiologis, di negara berkembang banyak
orangtua yang kurang menyadari pentingnya pendidikan sekolah bagi anak-anaknya,
ada yang putus sekolah bahkan ada yang tidak sekolah sama sekali. pendidikan
seumur hidup bagi orang tua merupakan problem
solving terhadap fenomena tersebut. Aspek politis, pendidikan kewarganegaraan
perlu diberikan kepada seluruh rakyat untuk memahami fungsi pemerintah, DPR,
MPR, dan lembaga-lembaga negara lainnya. Tugas pendidikan seumur hidup menjadikan seluruh rakyat menyadari pentingnya
hak-hak pada negara demokrasi.
Aspek teknologis, pendidikan seumur hidup sebagai alternatif bagi para sarjana, teknisi
dan pemimpin di negara berkembang untuk memperbaharui pengetahuan dan
keterampilan seperti dilakukan negara-negara maju. Aspek psikologis dan
pedagogis, sejalan dengan makin luas, dalam dan kompleknya ilmu pengetahuan,
tidak mungkin lagi dapat diajarkan seluruhnya di sekolah. Tugas pendidikan
sekolah hanya mengajarkan kepada peserta didik tentang metode belajar,
menanamkan motivasi yang kuat untuk terus-menerus belajar sepanjang hidup, memberikan keterampilan secara cepat dan
mengembangkan daya adaptasi. Untuk menerapkan pendidikan seumur hidup perlu diciptakan suasana yang kondusif.
B. TAMBAHAN ILMU
Bila kita melakukan investigasi, maka tak satu doa
pun dari doa-doa dalam Alquran dan Alhadits yang berisi “permintaan tambahan”,
kecuali dalam hal doa: Rabbi zidni ‘ilman (QS Thaha, 20:114), wa ziyadatan fi
al-’ilmi (Alhadits). Dalam hal rezeki, yang diminta bukan tambahan, tetapi
barakah: wa barakatan fi ar-rizqi. Dalam hal dunia adalah keselamatan: fi
ad-dunya hasanah, bukan lain-lain, demikianlah selanjutnya (baca: Syarqawi
Dhafir, Berilmu).
Menambah ilmu setiap saat sangat signifikan bagi
ke hidupan manusia. Rasulullah SAW sampai bersumpah: Demi Allah seandainya aku
tidak dapat menambah ilmu sehari saja, maka lebih baik aku tidak melihat
matahari saat itu. Ini adalah isyarat bila kita menginginkan ke hidupan yang
lebih baik maka manhaj-nya adalah dengan menambah ilmu-pengetahuan: Man arada
ad-dunya fa’alaihi bi al-’ilmi wa man arada al-akhira fa’alaihi bi al-’ilmi wa
man aradahuma fa’alaihi bi al-’ilmi (Alhadits).
Sebagai upaya penyadaran umat untuk rajin menuntut
ilmi, maka penulis perlu memaparkan beberapa janji Allah SWT dan pesan Rasul,
di antaranya: mengistimewakan mereka dari yang tidak berilmu (QS al-Zumar,
39:9), memberi derajat yang lebih tinggi (QS al-Mujadilah, 58:11), mempermudah
jalan menuju surga (HR Muslim), menyamakan kedudukan mereka dengan orang yang
berjuang di jalan Allah (HR Turmudzi), memberi keistimewaan yang lebih dari
orang yang hanya beribadah, ilmu dijadikan sebagai warisan yang terus menerus
memproduksi amal kebajikan yang tak putus karena kematian (HR Muslim).
Dalam meningkatkan ‘ubudiyah kepada Allah harus
berlandaskan ilmu (‘ala ilmin) untuk dapat memahami kebesaran dan
kekuasaan-Nya: Innama yakhsa Allah min ‘ibadihi al-’ulama. Artinya,
sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-Nya hanyalah ulama (QS
Fathir, 35:28). Berarti ilmu merupakan pelita-obor yang dapat menerangi jalan
menuju Tuhan. Tanpa ilmu, dapat dipastikan ibadah yang kita lakukan nilainya
rendah dan boleh jadi tidak sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya.
C. TERUS BELAJAR
Tidak ada istilah “tua” untuk belajar, never old
to leam. Konsekuensi doa yang kita panjatkan harus sejalan dengan amaliyah
nyata melalui kegiatan belajar yang terus-menerus. Nabi Muhammad SAW sekalipun
telah mencapai puncak, masih tetap juga diperintahkan untuk selalu memohon
(berdoa) sambil berusaha untuk mendapatkan ilmu pengetahuan (M Quraish Shihab,
1999:178). Bukankah Allah Ta’ala telah menyatakan: Dan orang-orang yang berjuang di jalan Kami pastilah akan Kami
tunjukkan kepada mereka jalan Kami (QS al-’Ankabut, 29:69).
Siapapun yang punya suatu cita-cita dan ia
bersungguh-sungguh berusaha mendapatkannya maka pasti akan ia dapatkan.
Siapapun yang terus menerus mengetuk pintu untuk mencapai yang dicita-citakan
maka pasti akan terbuka. Apa pun yang kamu inginkan bergabung kepada seberapa
besar keinginanmu itu (Az-Zarmuji, 1994:29): Bi qadri ma ta’tani tanalu ma
tatamanna.
Walaupun secara formal kita telah menyelesaikan
pendidikan tinggi (S1, S2 dan S3) bukan berarti selesailah tugas belajar.
Demikian juga seorang guru atau dosen tidak boleh merasa cukup dengan kemampuan
yang dimiliki: “masih banyak yang belum kita ketahui”. Bukankah Imam al-Ghazali
(1058-1111 M) –penulis buku Ilya ‘Ulum al-Din, dikenal dengan hujjah al-Islam–
pernah mengatakan: Kulllama izdada ‘ilmi izdada jahli,
setiap kali bertambah ilmuku, bertambah pula kebodohanku.
setiap kali bertambah ilmuku, bertambah pula kebodohanku.
Orang-orang yang banyak belajar akan semakin
membuka mata kepala (‘ain al-bashar) dan mata hati (‘ain al-bashirah) untuk
semakin tunduk, patuh dan taat kepada manhaj Rabbani. Untuk itu kita harus
banyak membaca, karena membaca sebagai kunci untuk membuka “gudang
ilmu-pengetahuan”, yaitu buku.
Dalam Islam, landasan pendidikan
seumur hidup terdapat dalam ayat-ayat Alquran dan hadis Rasul, antara lain “Sesungguhnya
dalam kejadian langit dan bumi, serta pertukaran malam dan siang, terdapat
tanda-tanda kebesaran Allah bagi mereka yang mempunyai (mempergunakan) akalnya“.
(QS. Ali Imran: 190). Dan pepatah arab “Tuntutlah ilmu dari buaian sampai ke
liang lahat“.
Kesadaran akan pentingnya pendidikan
seumur hidup menjadi mendalam dengan adanya sejumlah firman Allah SWT dan hadis
Nabi Muhammad yang mendasarinya. Persoalannya, tinggal bagaimana menjabarkan
dan mengimplementasikannya
BAB V
KESIMPULAN
ý Fuad Hassan berpendapat, pendidikan dalam arti luas merupakan ikhtiar yang
ditempuh melalui tiga pendekatan, yaitu pembiasaan, pembelajaran, dan
peneladanan. Ketiga aspek itu berlangsung sepanjang perjalanan hidup manusia.
ý Pendidikan merupakan suatu proses berkelanjutan yang
mengandungi unsur-unsur pengajaran, latihan, bimbingan dan pimpinan dengan
tumpuan khas kepada pemindahan berbagai ilmu, nilai agama dan budaya serta
kemahiran yang berguna untuk diaplikasikan oleh individu (pengajar atau
pendidik) kepada individu yang memerlukan pendidikan.
ý Berdasarkan berbagai definisi, dapat difahamkan bahwa
pendidikan ialah proses melatih akaliah, jasmaniah dan moral manusia untuk
melahirkan warganegara yang baik serta menuju ke arah kesempurnaan bagi
mencapai tujuan hidup.
ý Asas pendidikan seumur hidup yang mengandung kemungkinan
diversifikasi sistem pendidikan, tampaknya konsepsi satu jalur kurang begitu
tepat dan efektif. pendidikan satu jalur baru lebih efektif bila wajib belajar
lebih tinggi dari yang ada sekarang.
ý Jauh sebelum PBB pada
tahun 1970-an memprakarsai “pendidikan seumur hidup-PSH”
(Lite Long Integrated Education), dalam Islam pada abad ketujuh telah
ditegaskan: Uthlub al’ilma min al-mahdi ila al-lahdi (tuntutlah ilmu dari
buaian hingga liang lahat)
DAFTAR REFERENSI
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur
penulis haturkan kepada Allah SWT. Yang masih memberikan nafas kehidupan,
sehingga penulis dapat menyelasaikan pembuatan makalah dengan judul “Konsep
Pendidikan Seumur Hidup” dengan tepat waktu. Tidak lupa shalawat dan salam
selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang merupakan inspirator terbesar
dalam segala keteladanannya.
Tidak lupa penulis sampaikan
terima kasih kepada dosen mata kuliah Dasar – Dasar Pendidikan yang telah
memberikan arahan dan bimbingan dalam pembuatan makalah ini, orang tua yang
selalu mendukung kelancaran tugas kami, serta pada anggota tim kelompok 4 (empat)
yang selalu kompak dan konsisten dalam penyelasaian tugas ini.
Makalah ini dibuat untuk
memenuhi salah satu tugas kelompok mata kuliah Dasar – dasar Pendidikan.
Akhirnya penulis sampaikan
terima kasih atas perhatiannya terhadap makalah ini, dan penulis berharap
semoga makalah ini bermanfaat bagi tim penulis khususnya dan pembaca yang
budiman pada umumnya.
Tak ada gading yang tak retak,
begitulah adanya makalah ini. Dengan segala kerendahan hati, saran-saran dan
kritik yang konstruktif sangat penulis harapkan dari para pembaca guna
peningkatan pembuatan makalah pada tugas yang lain dan pada waktu mendatang.
Kuningan, April
2011
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR …………………………………………………………...
|
i
|
|||
DAFTAR ISI
……………………………………………………………….…….
|
ii
|
|||
BAB
|
I
|
:
|
PENDAHULUAN………………………………………….…...
|
1
|
BAB
|
II
|
:
|
PENDIDIKAN ………………………………………………....
|
3
|
|
|
|
A. PENGERTIAN PENDIDIKAN ……………………………
|
3
|
|
|
|
B.
PENDIDIKAN FORMAL DAN TIDAK FORMAL ………
|
4
|
BAB
|
III
|
:
|
PENDIDIKAN SEUMUR HIDUP ..……………………….......
|
5
|
|
|
|
A. AKTUALITA PENDIDIKAN SEUMUR HIDUP
...............
|
5
|
|
|
|
B. PENDIDIKAN DI DUNIA BERKEMBANG ......................
|
5
|
BAB
|
IV
|
:
|
PENDIDIKAN
SEUMUR HIDUP DALAM PANDANGAN ISLAM
........................................................................................
|
7
|
|
|
|
A. URGENSI PENDIDIKAN SEUMUR
HIDUP …………….
|
7
|
|
|
|
B. TAMBAHAN ILMU
……………………………………….
|
8
|
|
|
|
C. TERUS BELAJAR
…………………………………………
|
9
|
BAB
|
V
|
:
|
KESIMPULAN …………………………………………………
|
11
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar