BAB I
PENDAHULUAN
Perbuatan yang kita
lakukan haruslah dilandasi oleh Tauhid
yang kuat dan benar. Kita harus ingat bahwa semua perbuatan yang kita kerjakan
akan kembali kepada kita sendiri, baik dan buruknya perbuatan kita itu akan
mencerminkan balasan yang akan di terima kita. Maka berbuat baik menjadi sebuah
keniscayaan kita sebagai umat manusia
bukan hanya sebuah kewajiban yang diperintahkan oleh Allah melalui Rasul-Nya
akan tetapi sebagai wujud manipestasi akidah kita. Landasan yang kuat akan dapat menghasilkan yang baik dan
tepat. Manusia sebagai mahluk sosial yang selalu berhubungan dengan yang
lainnya, tidak akan lepas dari tatanan aturan kehidupan. Semua tatanan
kehidupan yang kita kerjakan harus didasarkan pada sebuah keyakinan yang diyakini
kebenrannya.
Manusia selalu mengharapkan yang baik
dan menguntungkan baik secara langsung maupun tidak langsung. Namun amal
perbuatan yang dilakukan oleh manusia itu sendiri harus disandarkan pada sebuah
keyakinan yang kokoh yang di sebut dengan akidah dan di topang oleh prilaku (ahlaq)yang
mulia. Karena semua perbuatan yang kita lakukan akan di perhitungkan oleh Allah
Dzat yang maha adil. Tidak akan ada yang terlewatkan sedikitpun.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Ketentuan Hisab
Manusia akan mengalami dua kali hidup dan dua kali mati.
Mati yang pertama adalah sebelum kita hidup di dunia ini. Sedangkan kematian
kedua adalah setelah kita hidup di dunia ini. Hidup yang pertama adalah
kehidupan kita di dunia ini. Dan kehidupan yang kedua adalah setelah kematian
kita dari kehidupan dunia ini. Kehidupan yang pertama adalah masa untuk menanam
amal shaleh. Kehidupan kedua adalah untuk menerima balasan dari kehidupan
pertama.
Sekarang adalah masa menanam amal shaleh untuk mati
nanti. Orang kafir, menganggap hari ini adalah masa menanam. Nasib hari akhir
nanti tergantung kepada tanaman hari ini. Orang yang tidak meyakini hari akhir
tidak akan beramal, maka ia tidak berbuat apa-apa. Maka nanti di
akhirat orang kafir terbelalak karena tidak mempunyai amal apa-apa. Maka tempat
kembalinya adalah ke nereaka. Surga dan nereka adalah tempat kehidupan manusia
yang kedua.
Ada beberapa kriteria manusia dalam memasuki neraka dan
surga.Ada orang yang sudah dijamin surga dan mereka sudah
diumumkan di dunia ini. Orang-orang ini diantaranya adalah sepuluh sahabat yang
dijamin masuk sorga oleh Rasululläh shallallähu ‘alaihi wa sallam. Mereka ialah
Abu Bakar radhiya alläh ‘anh, Umar bin Khatab radhiya alläh ‘anh, Utsman bin
Affan radhiya alläh ‘anh, Ali bin Abi Thalib radhiya alläh ‘anh, Thalhah
radhiya alläh ‘anh, Zubair bin ‘Awwan radhiya alläh ‘anh, Sa’ad bin Malik
radhiya alläh ‘anh, ‘Abdurrahman bin ‘Auf radhiya alläh ‘anh, dan Sa’id bin
Zaid radhiya alläh ‘anh.
Manakala ada yang sudah di jamin untuk masuk surga, di
sisi lain ada yang sudah pasti masuk neraka. Diantaranya adalah Abu Lahab.
Al-Qur`an menyatakan: “Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan Sesungguhnya Dia
akan binasa. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia
usahakan. Kelak Dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan (begitu pula)
istrinya, pembawa kayu bakar. Yang di lehernya ada tali dari sabut.” (QS.
Al-Lahab: 1-5)
Ada pula yang masuk surga namun harus dibersihkan
terlebih dahulu dari dosa-dosanya. Ini adalah orang yang memiliki keimanan,
namun ia banyak melakukan dosa. Manakalah dosa-dosanya telah dibersihkan dengan
siksaan, maka ia akan memasuki surga.
Ada yang menanam amal shaleh, namun ia juga menanam
perbuatan zhalim, seperti akan dijelaskan di depan. Di samping itu
ada pula yang menanam, namun ia pun berbuat syirik. Maka hancurlah amal
kebaikannya. “Dan Sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi)
yang sebelummu. “Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah
amalmu dan tentulah kamu Termasuk orang-orang yang merugi.”(QS.
Al-Zumar: 65)
Hadist Tentang Hisab
“’Aisiyah r.a. Istri Nabi saw. Biasa jika mendengar
sesuatu dan belum mengerti, selalu menanyakan hingga mengetahui benar, dan
ketika Nabi saw. Bersabda: siapa yang dihisab pasti disiksa, ‘Aisiyah bertanya
: Tidakkah Allah berfirman : fasaufa yuhasibu hisaban
yasiero. (Maka akan di hisab, hisab yang ringan)? Jawab Nabi
saw: itu hanya di hidangkan, diperhatikan, tetapi siapa yang di teliti hisabnya
pasti disiksa binasa ;1827 (H.R. Bukhori, Muslim)
Hadist di atas menerangkan bagaimana setiap orang pasti
akan mendapatkan perhitungan amal perbuatannya selam hidup di dunia ini.
Sekecil apapun perbuatan yang dilakukan oleh manusia akan mendapatkan balasan
yang setimpal dari Allah sang maha Adil. Oleh karena itu, setiap yang kita
kerjakan harus sesuai dengan apa yang di ajarkan oleh Rasulullah saw. Hal ini
lah yang mendasari bahwa setiap manusia akan di hisab atau dihitung semua alam
perbuatannya.
Al-Qur’an memberikan penegasan yang sangat jelas mengenai
catatan dan timbangan amal ini. Artinya : ”Kami akan memasang timbangan
yang tepat pada hari kiamat, Maka Tiadalah dirugikan seseorang barang
sedikitpun. dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawipun pasti Kami
mendatangkan (pahala)nya. dan cukuplah Kami sebagai Pembuat perhitungan”. (QS.
Al-Anbiya: 47)
Timbangan Allah pada hari kiamat adalah adil. Tidak akan
ada yang dizhalimi. Seluruh kebaikan dan keburukan akan diperlihatkan. Ayat ini
harus menyadarkan kita bahwa perbuatan apa pun akan diperlihatkan Allah pada
hari kiamat. Kita pun harus ingat bahwa setiap hari kita diingatkan dalam
shalat dengan kalimat maaliki yaumiddin (Yang menguasai di hari Pembalasan).
Selanjutnya Allah juga berfirman :
Artinya : ”Dan mereka akan dibawa ke hadapan Tuhanmu
dengan berbaris. Sesungguhnya kamu datang kepada Kami, sebagaimana Kami
menciptakan kamu pada kali yang pertama; bahkan kamu mengatakan bahwa Kami
sekali-kali tidak akan menetapkan bagi kamu waktu[883] (memenuhi) perjanjian.
Dan diletakkanlah Kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang bersalah ketakutan
terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata: “Aduhai celaka
Kami, kitab Apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang
besar, melainkan ia mencatat semuanya; dan mereka dapati apa yang telah mereka
kerjakan ada (tertulis). dan Tuhanmu tidak Menganiaya seorang juapun”. (QS. Al-Kahfi:
48-49)
Dalam ayat ini diperinci bahwa kita dihisab dengan datang
berkelompok. Dalam ayat lain disebutkan bahwa datangnya kita kepada Allah
adalah dengan furada (sendiri-sendiri). Ini tidak bertentangan. Memang bahwa
kita akan berbaris, akan tetapi manakala menghadap kepada Allah adalah dengan
sendiri-sendiri.
Pada hari itu, orang yang durhaka akan takut dan gemetar.
Semua amalnya tercatat dengan rapi. Mereka mendapatinya dengan nyata di hadapan
mata. Allah pun tidak akan menzhalimi mereka. Katakanlah hari ini kita sedang
main film; kita dishooting. Maka nanti rekaman kita akan diputar. Tentu tidak
akan ada yang terlewat.
Hadist Selanjutnya yang artinya : ”Ibnu Umar r.a
berkata : Rasulullah saw. Bersabda: jika Allah menurunkan siksa (bala’) pada
suatu kaum, maka semua penghuni tempat itu terkena siksa itu, tetapi kemudian
jika di bangkitkan kelak, maka menurut amal perbuatannya”(H.R. Bukhori,
Muslim).
Dalam Al-Qur’an dijelaskan bagaimana semua orang akan di
panggil oleh Allah dengan diberikan dengan buku catatan amal perbuatannya.
Artinya : ”(Ingatlah) suatu hari (yang di hari itu) Kami
panggil tiap umat dengan pemimpinnya; dan Barangsiapa yang diberikan kitab
amalannya di tangan kanannya Maka mereka ini akan membaca kitabnya itu, dan
mereka tidak dianiaya sedikitpun. Dan Barangsiapa yang buta (hatinya) di dunia
ini, niscaya di akhirat (nanti) ia akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat
dari jalan (yang benar)”. (QS. Al-Isra: 71-72)
Kita akan dipanggil bersama dengan imamnya. Ada yang
memahami bahwa nanti bagi yang bermazhab akan diminta pertanggung jawab dengan
imamnya. Maka mereka akan ditanggung jawab oleh imam tersebut. Padahal, imam di
sini adalah catatan amal shaleh, bukan pemimpin.
Imam itu bisa berarti pimpinan dan juga berari catatan
amal. Seperti dalam surat Yaasin dikatakana: “Wa naktubu ma qaddamu wa atsarhum
wa kulla sya`in ahsainahu fi imam mubin” (Dan Kami menuliskan apa yang telah
mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. Dan segala sesuatu Kami
kumpulkan dalam kitab Induk yang nyata). Ini jelas berarti catatan amal.
Begitupula dalam surat al-Isra di atas adalaha catatan amal, bukan berarti
pemimpin. Dalam ayat ini kalimat Imam berarti catatan amal diperkuat dengan
kalimat “faman utiya kitabahu bi yaminihiI” (Barangsiapa yang diberikan kitab
amalannya di tangan kanannya).
Setelah
semua mahkluk bernyawa di dunia mati dan hancur binasa, Allah menghidupkan
mereka kembali. Maka dengan tiba-tiba mereka pun tegak bangun berdiri. Mereka
melihat langit, didapati langit berjalan. Mereka melihat bumi, didapatinya
telah bertukar wajah, tidak seperti bumi yang dahulu. Semua makhluk berhimpun,
bercampur baur menjadi satu di satu kawasan yang disebut padang Mahsyar,
luasnya tak terbatas, berjejal jejal, saling berdesakan, dibanjiri keringat,
tanpa pakaian, tanpa busana yang menutupi badan.
Dalam masa
bangkit itu, manusia dalam keadaan bermacam-macam rupa. Lantas mereka berkata:
”Aduh celakanya kami! Siapakah yang membangkitkan kami dari tempat tidur kami
(dari kubur kami)? Lalu dikatakan kepada mereka: “Inilah dia yang telah
dijanjikan oleh Allah Yang Maha Pemurah dan benarlah berita yang disampaikan
oleh Rasul-rasul!” (Yassin, Ayat: 52).
Di sana
semua makhluk hidup nafsi nafi. Pada hari itu manusia lari dari saudaranya,
lari dari ibu dan bapaknya, lari dari istri dan anak-anaknya. Setiap orang dari
mereka pada hari itu mempunyai urusan yang bisa melupakan segala galanya. Pada
hari itu tak ada yang bisa diharapkan di hadapan pengadilan Allah kecuali
sekelumit harapan yang disebut “Syafaat Nabi saw”.
Syafa’at
ini adalah do’a yang Rasulallah saw simpan untuk umatnya di hari kiamat nanti.
Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah ra sesungguhnya Nabi saw bersabda,
“Setiap Nabi memiliki do’a (mustajab) yang digunakan untuk berdo’a dengannya.
Aku ingin menyimpan do’aku tersebut sebagai syafa’at bagi umatku di akhirat
nanti.”.
Maka
sepatutnya kita sebagai umat Muhammad meyakini wujud syafa’at Nabi saw di hari
kebangkitan, disaat manusia dikumpulkan di padang Mahsyar dengan iman dan
keyakinan yang kuat, mengetahui apa yang diimani, bukan hanya sekedar
angan-angan dan kepercayaan.
Sekarang apa itu Syafa’at?
Kata
syafa’at telah disebutkan berulang kali dalam hadits Nabi saw baik yang
berkaitan dengan urusan dunia maupun akhirat. Ibnul Atsir mengatakan, ”Yang
dimaksud dengan Syafa’at adalah meminta untuk diampuni dosa dan kesalahan di
antara mereka.”
Contohnya,
manusia banyak berbuat dosa selama hidupnya di dunia. Di hari kiamat mereka
tidak bisa terhidar dari hisab atau perhitungan yang harus dipertanggung
jawabkan. Mereka berharap agar ada orang yang bisa menolongnya, tapi sia sia
belaka. Karena hari itu adalah hari yang sangat dahsyat. Mereka akan menemui
musibah dan kesusahan yang tidak mampu untuk dihindarkan oleh seorang pun,
hanya ada secerah harapan berupa syafa’at yaitu perantara atau penghubung yang
bisa menyelesaikan hajatnya. Di sana mereka meminta pertolongan kepada Allah
melalui syafa’at. Akhirnya, orang-orang saat itu mendapatkan ilham untuk
meminta syafa’at kepada para Nabi agar bisa menghilangkan musibah dan kesulitan
yang menimpah diri mereka saat itu.
Sekarang
mari kita ikuti kisah syafa’at Nabi saw yang dikenal dengan Syafa’at
al-‘Uzhma dalam hadits yang cukup panjang. Kisah ini terjadi ketika semua
makhluk berkumpul di padang masyhar. Imam Bukhari meriwayatkan hadits ini
dari Anas bin Malik ra, sesungguhnya Rasulallah saw bersabda, bahwa pada hari
kiamat Allah mengumpulkan seluruh makhluk di satu tempat yang luas. Manusia
pada saat itu berada dalam kesusahan dan kesedihan. Mereka tidak kuasa menahan
dan memikul beban pada saat itu.
Kemudian
mereka mendatangi Nabi Adam as, lalu berkata, “Wahai Adam, berilah syafa’at
untuk anak cucumu” Adam as berkata, ”Sesungguhnya aku tidak bisa memberi
syafa’at untuk kalian pada hari ini. Pergilah kalian kepada Ibrahim as,
sesungguhnya ia adalah kekasih Allah (Khalilullah)”. Kemudian mereka mendatangi
Ibrahim as. Lalu ia berkata kepada mereka, “Sesungguhnya aku tidak bisa memberi
syafa’at untuk kalian pada hari ini. Pergilah kalian kepada Musa, sesungguhnya
Allah telah berbicara langsung kepadanya (Kalimullah)”. Kemudian mereka
mendatangi Musa as. Lalu ia berkata, “Aku tidak bisa memberi syafa’at pada
kalian hari ini. Pergilah kalian kepada Isa, sesungguhnya ia adalah ruh Allah
dan kalimat-Nya”. Kemudian mereka mendatangi Isa as. Lalu ia berkata, “Aku tidak
bisa memberi syafa’at untuk kalian pada hari ini. Pergilah kalian kepada
Muhammad!”
kemudian
mereka mendatangiku. Lalu aku berkata, ”Aku memberi syafaat untuk kalian pada
hari ini”. kemudian aku pergi meminta izin kepada Allah. Setelah diizinkan aku
berdiri dihadapan-Nya. Kemudian Allah memberi ilham padaku dengan pujian dan
sanjungan untuk-Nya yang belum pernah Allah beritahukan kepada seorang pun
sebelumku. Kemudian aku tersungkur bersujud dihadapan-Nya. Lalu Dia
berfirman, ”Wahai Muhammad, angkatlah kepalamu, katakanlah pasti engkau akan
didengar, mintalah pasti engkau akan diberi, berilah syafa’at pasti akan
dikabulkan”. Lalu aku mengangkat kepalaku. Kemudian aku berkata, ”Ya Allah,
Ummati, Ummati (umatku, umatku).”. Maka Dia berfirman, ”Wahai Muhammad,
pergilah dan keluarkanlah umatmu dari neraka siapa yang di hatinya memiliki
sebesar biji gabah atau gandum dari keimanan”.
Kemudian
aku pergi dan aku lakukan apa yang diperintahkan, lalu aku kembali lagi kepada
Allah dan memuji-Nya dengan pujian dan sanjungan untuk-Nya. Kemudian aku
bersujud kepada-Nya, lalu dikatakan kepadaku seperti dikatakan semula. Kemudian
aku berkata, ”Ya Allah, ummati ummati (ummatku ummatku). Kemudian dikatakan
kepadaku, ”Pergilah, dan keluarkanlah umatmu dari neraka siapa yang di hatinya
memiliki sebiji sawi dari keimanan”. Kemudian aku lakukan sebagaimana aku
lakukan pertama. Lalu aku kembali lagi kepada Allah dan aku lakukan sebagai
mana yang telah aku lakukan semula. Kemudian dikatakan kepadaku ”Angkatlah
kepalamu” sebagaimana dikatakan kepadaku pertama kali. Lalu aku katakan ”Ya
Allah, ummati ummati (umatku ummatku). Kemudian dikatakan kepadaku ”pergilah
dan keluarkanlah umatmu dari neraka siapa yang dihatinya terdapat lebih kecil
dari biji sawi dari keimanan”. Kemudian aku pergi dan melakukan apa yang
diperintahkan. Lalu aku kembali kepada Allah untuk yang keempat kalinya. Lalu
aku memuji-Nya dengan berbagai pujian dan sanjungan untuk-Nya. Kemudian aku
bersujud kepada-Nya, lalu dikatakan kepadaku ”Wahai Muhammad, angkatlah
kepalamu, katakanlah pasti engkau akan didengar, mintalah pasti engkau akan
diberi, berilah syafa’at pasti akan dikabulkan”. Lalu aku katakan ”Ya Allah,
izinkanlah aku agar bisa mengeluarkan umatku dari neraka bagi yang telah
mengucapkan La Ilaha Ilallah (tidak ada Tuhan selain Allah). Kemudian Allah
berfirman, ”Ya Muhammad, sesungguhnya hal itu bukan bagimu atau hal itu bukan
atasmu. Akan tetapi demi Kemulian-Ku, Keluhuran-Ku, Kesombongan-Ku, dan
Kebesaran-Ku, Aku pasti akan keluarkan umatmu dari neraka siapa yang telah
mengucapkan La Ilaha Illallah”.
C.
Kesimpulan
Manusia merupakan mahluk yang paling sempurna yang
diciptakan oleh Allah Swt, salah satu bentuk kesempurnaannya adalah manusia
diberi akal. Ini yang menjadi pembeda antra manusia dengan yang lainnya dan
merupakn modal yang sangat berharga bagi manusia. Maka manusia harus
memanfaatkan betul apa yang telah menjadi kelebihannya itu, sehingga derajat
manusi menjadi tinggi.
Semua amal perbuatan manusia akan di mintai pertanggung
jawaban oleh sang maha pencipta. Ini sudah menjadi sebuah konsekwensi logis
dari seorang hamba yang telah berani menerima amanat dari Allah swt sebagai
khalifah, yang di berikan tanggung jawab lebih dari mahluk lainnya.
Perbuatan yang dilakukan oleh manusia sekecil apapun
tidak akan pernah lepas dari pengawasan dan catatan kedua malaikatnya. Maka
dari itu kita harus selalu menjaga agar segala amal perbuatan kita selalu di
jalan yang di kehendaki oleh Allah.
Pertama
syafa’at kecuali dengan izin tidak ada seorang pun yang dapat
memberi Allah. Contohnya makhluk yang
paling mulia dan penutup para Nabi yaitu Rasulallah saw, disaat ingin memberi
syafaat kepada umatnya yang sedang mengalami kesulitan di padang mahsyar pada
hari kiamat, beliau tersungkur dan bersujud di Arsy di hadapan Allah, beliau
memohon kepada-Nya. Beliau tidak lepas dari sujudnya sampai dikatakan pada
beliau, “Angkatlah kepalamu. Mintalah pasti engkau akan didengar. Berilah
syafa’at pasti akan dikabulkan“.
Kedua
betapa mulianya kedudukan Rasulallah saw di sisi Allah, sehingga tidak ada satu
nabi pun yang mampu memberi syafa’at kepada manusia di padang Mahsyar kecuali
Nabi saw. Itulah bukti nyata kecintaan Allah kepada Nabi saw, cinta yang tidak
berkesudahan. Dari kecintaan-Nya kepada beliau, apa yang dipintanya dikabulkan.
Ketiga,
hadits di atas bisa pula dijadikan bukti nyata akan kecintaan sejati Nabi saw
terhadap umatnya. Cinta sejati beliau terhadap umatnya dibawa sampai ke padang
Mahsyar, ketika manusia dalam keadaan sangat gawat. Ketika manusia dimintai
pertanggung jawaban atas semua perbuatannya, ketika para nabi menolak dimintai
syafa’at (pertolongan) oleh umatnya. di saat itulah Rasulullah saw justru tidak
meninggalkan ummatnya. Beliau tersungkur dan bersujud di Arsy di hadapan Allah,
beliau memohon kepada-Nya. Allah berkata, ”Wahai Muhammad, angkatlah kepalamu,
mintalah pasti engkau akan diberi, berilah syafa’at pasti akan dikabulkan”.
Lalu beliau mengangkat kepalanya dan tidak ada yang dikatakan Nabi saw kecuali,
”Ya Allah , umati, umati”.
Daftar Pustaka
Abdillah, Muhammad. 2003. Shahih Bukhori. Semarang.
Thoha Pres
Abdul Baqi, Muhammad Fuad. 1979. Al-Lu’lu ;
Warmarjan. Surabaya. PT Bima Pres
Ash Shiddieqy, Hasby. 1974. Sejarang
dan Pen
Sumber :
www.bungsucikal.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar