Sabtu, 22 Juni 2013
Minggu, 09 Juni 2013
Konsep Pendidikan Seumur Hidup
BAB I
PENDAHULUAN
Pakar pendidikan yang
juga mantan Menteri pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Fuad Hassan
berpendapat, pendidikan dalam arti luas merupakan ikhtiar yang ditempuh melalui
tiga pendekatan, yaitu pembiasaan, pembelajaran, dan peneladanan. Ketiga aspek
itu berlangsung sepanjang perjalanan hidup manusia.
Demikian Fuad Hassan
saat menjadi pembicara kunci pada seminar nasional “Rekonstruksi dan
Revitalisasi pendidikan Indonesia Menuju Masyarakat Madani”, di Widya Graha
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Jln. Gatot Subroto Jakarta, Kamis
(2/9).
Hadir dalam acara itu,
pengamat pendidikan Arief Rachman dan Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Sosial dan
Kemanusiaan LIPI, Dewi Fortuna Anwar.
Menurut Fuad, anggapan
bahwa pembiasaan hanya efektif pada masa kanak-kanak jelas keliru karena pada
usia dewasa dan lanjut usia pun pembiasaan masih terjadi. Misalnya, melalui
kegiatan hobi dalam masa pensiun, kebiasaan makan yang berkenaan dengan
pemeliharaan kesehatan, kebiasaan olah raga, dan lainnya yang dibentuk pada
masa tua.
Halnya mengenai pembelajaran yang juga meliputi
pelatihan, dikatakan Fuad, itu merupakan pendekatan yang terutama mengemuka
melalui jalur pendidikan formal.
“Melalui jalur ini, sesuatu program pembelajaran
jelas cakupannya dari awal hingga akhir. Pendekatan ini lazim dilaksanakan
melalui pendekatan klasikal dan kurikuler dalam sistem persekolahan,” jelasnya.
Selanjutnya, yang sering dilupakan adalah
pendidikan dalam arti luas yang meliputi juga peneladanan, yaitu melalui
terpaan citra yang memikat untuk ditiru perilakunya atau bahkan menjadi model
identifikasi diri bagi pengamatnya.
Dikemukakan Fuad, secara umum dapat dikatakan
bahwa teladan dijadikan pedoman berperilaku. Di sisi lain, perilaku yang
diamati sebagai teladan juga bisa berpengaruh sebagai penentu pola dan
kecenderungan (patern and trend setter). Teladan pun ditemukan melalui
sosok yang dianggap memperagakan model peran (role model).
Fuad juga menilai, peneladanan merupakan
penjelmaan yang bisa berdampak kuat dalam proses pendidikan, terutama bagi
anak-anak dan remaja, serta kaum muda umumnya.
“Pada usia yang masih rentan untuk dibentuk oleh
berbagai faktor eksternal ini, peneladanan bisa memengaruhi arah perkembangan
para remaja dan kaum muda menuju kedewasaan,” tuturnya.
Di tempat sama, pengamat pendidikan yang lain,
Arief Rachman mengungkapkan hal senada. Potret pendidikan yang ada seolah-olah
pendidikan itu ada di sekolah. Padahal, lingkungan luar sangat berperan.
Ia menilai, pendidikan memang persyaratan awal.
Akan tetapi, jangan direduksi di sekolah, tetapi juga di masyarakat, rumah
tangga, dan media.
Berkaitan dengan lokakarya atau workshop
yang berlangsung pada Jumat (3/9), Arief menyebutkan, adanya sejumlah usulan.
Antara lain, menyangkut visi masyarakat madani, memproses pendidikan di
masyarakat, serta apa yang disebut sukses pendidikan, misalnya apakah sebatas
dilihat dari produk memenuhi target, atau juga perlu pemahaman menyangkut
moral, hak asasi manusia, dan gender.
BAB II
PENDIDIKAN
A. PENGERTIAN PENDIDIKAN
Pendidikan merupakan suatu proses
berkelanjutan yang mengandungi unsur-unsur pengajaran, latihan, bimbingan dan
pimpinan dengan tumpuan khas kepada pemindahan berbagai ilmu, nilai agama dan
budaya serta kemahiran yang berguna untuk diaplikasikan oleh individu (pengajar
atau pendidik) kepada individu yang memerlukan pendidikan itu.
Justeru, pendidikan itu merujuk
kepada manusia sebagai objek utama dalam proses pendidikan. Dalam hal ini,
berbagai definisi diberikan berhubung istilah pendidikan. Antara lain :
- Pandangan pakar pendidikan dari Amerika iaitu John Dewey. John Dewey berpandangan bahwa pendidikan ialah satu proses membentuk kecenderungan asas yang berupa akaliah dan perasaan terhadap alam dan manusia. Lihat Abdul Halim el-Muhammady, Januari 1984. pendidikan Islam Skop Dan Matlamatnya, Jurnal pendidikan, Tahun 1, bil. 1, ABIM, Selangor, hlm.10 dan lihat juga John Dewey, 1910. Democracy and Education, Mac Millan & Co., New York, hlm. 1-2.
- Prof. Horne, Beliau juga merupakan tokoh pendidik di Amerika. Beliau berpendapat bahwa pendidikan merupakan proses abadi bagi menyesuaikan perkembangan diri manusia yang merangkumi aspek jasmani, alam, akliah, kebebasan dan perasaan manusia terhadap Tuhan sebagaimana yang ternyata dalam akliah, perasaan dan kemahuan manusia. Lihat Hermen Harrel Horne, 1939. The Democratic Philosophy of Education, Mac Millan & Co., New York, hlm. 6. Lihat juga Mook Soon Sang, 1988. pendidikan di Malaysia, Kumpulan Budiman, Kuala Lumpur, hlm. 414.]
- Herbert Spencer, Beliau merupakan ahli falsafah Inggris (820-903 M). Beliau berpendapat bahwa pendidikan ialah mempersiapkan manusia supaya dapat hidup dengan ke hidupan yang sempurna. Lihat Herbert Spencer, 1906. Education: Intelectual, Moral and Physical, Wiiliam and Nongete, hlm. 84.
Berdasarkan definisi-definisi itu, dapat difahamkan bahwa pendidikan
ialah proses melatih akaliah, jasmaniah dan moral manusia untuk melahirkan
warganegara yang baik serta menuju ke arah kesempurnaan bagi mencapai tujuan
hidup.
Hassan Langgulung juga merumuskan
pengartian pendidikan itu sebagai menambah dan memindahkan nilai kebudayaan
kepada individu dalam masyarakat. Proses pemindahan nilai budaya itu ialah, pertama,
pemindahan nilai-nilai budaya melalui pengajaran. Ia boleh diartikan
sebagai pemindahan pengetahuan atau knowledge. Jadi, apabila seseorang
memindahkan pengetahuan tersebut maka berlakulah proses pengajaran. Kedua,
proses pendidikan merupakan satu latihan. Ia bermaksud apabila seseorang itu
membiasakan diri dalam melakukan pekerjaan.
B. PENDIDIKAN FORMAL DAN TIDAK FORMAL
Hakikatnya dapat dimengarti bahwa
pendidikan itu didapati melalui proses yang terdapat di dalam sesuatu
masyarakat dan individu yang ada didalamnya. Akibat daripada proses tersebut.
pendidikan boleh dikategorikan dalam dua bentuk utama iaitu dalam bentuk formal
dan bentuk tidak formal.
Pendidikan yang berbentuk formal dikelolakan oleh satu
yayasan atau institusi yang berfalsafah, berorganisasi, berstruktur,
bermatlamat dan bersistem. Contohnya sekolah atau pusat pengajian pendidikan.
Pendidikan yang tidak formal tidak mempunyai falsafah,
organisasi, struktur, matlamat dan sistem yang tertentu. Contohnya ialah
didikan dalam sebuah keluarga.
Berdasarkan pengartian pendidikan
itu, ia merupakan proses kesinambungan yang dialui oleh manusia dengan cara bimbingan, latihan dan didikan
khususnya berkaitan dengan perkembangan intelek, kerohanian, jasmani, sosial
dan estetika. Dengan arti kata lain, pendidikan juga dipandang sebagai
pewarisan kebudayaan dan pengembangan potensi- potensi pada diri manusia untuk
menjadikan dirinya sebagai manusia yang berilmu, berakhlak, sihat, berbudaya,
berseni, berguna dan bertanggung jawab.
BAB III
PENDIDIKAN SEUMUR
HIDUP
A. AKTUALITA PENDIDIKAN SEUMUR HIDUP
Banyak ahli pendidikan di berbagai
mancanegara menyadari pendidikan, terutama sekolah (formal), kurang mampu
memenuhi tuntutan ke hidupan. Karena itu, dalam pertemuan internasional yang
diprakarsai Badan PBB Urusan pendidikan dan Kebudayaan (UNESCO), mereka sepakat
soal perlunya pendidikan seumur hidup.
Munculnya istilah ini, dalam dunia
pendidikan, banyak menimbulkan dorongan atau pemikiran kritis terhadap
pengartian pendidikan yang telah ada. Misalnya, tujuan pendidikan adalah
pencapaian kedewasaan, sekolahan terutama berjenjang akademik bukanlah satu-satunya
sistem pendidikan, dan pendidikan hendaknya lebih menonjolkan sifatnya sebagai self
initiative dan self education.
Jalur pendidikan formal memiliki
banyak kelemahan jika dibandingkan dengan pendidikan nonformal. Kelemahan
pendidikan formal, antara lain, terlalu menekankan pada aspek kognitif pada
anak-anak didik. Anak didik seolah-olah hidup terisolasikan selama mengalami
dan menjalani pendidikan.
Namun, jangan dimaknai pendidikan di
sekolah formal tidak perlu. Dalam kenyataaannya pun jalur pendidikan ini tetap
ada, malah semakin banyak bagai jamur di musim hujan. Hal ini disebabkan jalur
pendidikan yang terlembagakan (formal), adanya keteraturan tentang perencanaaan
dan pelaksanaaan pendidikan, juga memberikan rasa optimis bagi para peminatnya dengan
jangka waktu yang relatif pendek.
Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan
tersebut, dan agar pendidikan seumur hidup dapat benar-benar berada dalam
sistem, diperlukan aspek lain, yakni aspek horizontal. Aspek ini bermakna
efisiensi pendidikan. Separti sistem persekolahan, ia akan tercapai bila
memperhatikan lingkungan, misalnya keluarga, tempat bermain, tempat kerja, atau
lingkungan masyarakat secara luas.
B. PENDIDIKAN DI DUNIA BERKEMBANG
Di negara-negara berkembang,
kompleksitas pendidikan bisa kait-mengait antara sistem, kurikulum, dukungan
ekonomi, dan lain-lain sehingga sering mengaburkan prinsip, tujuan atau bahkan
sistem pendidikan itu sendiri. Sehingga sistem dan tujuan pendidikan sering
disalahartikan dan disalahgunakan.
Adanya pendidikan seumur hidup,
merupakan sebuah angin segar apabila kita mengamati pada beberapa asas yang
melekat (inheren) pada gagasan pendidikan seumur hidup itu sendiri. Separti
sistem pendidikan semakin demokratis, pendidikan dapat meningkatkan kualitas
hidup, dan pengintegrasian sekolah dengan kehidupan di lingkungan masyarakat.
Hanya, bisa saja angin segar
pendidikan seumur hidup menjadi angin surga alias utopia baru dalam bidang
pendidikan, apabila hanya sebatas konsep tanpa implementasi. Konsepsi
pendidikan seumur hidup di Indonesia telah beberapa kali tercantum dalam GBHN,
tapi implementasinya sering berubah-ubah. Konsep di dalam GBHN masih amat luas
pengartiannya, sehingga sering terjadi “keluwesan” menafsirkan yang berbeda.
Misalnya dalam mengambil sikap antara
beberapa pengartian pendidikan satu jalur (single track) dan pendidikan
multijalur (multitrack). Demikian pula dengan pendidikan yang bersifat
akademik ilmiah dan operasional-teknik, maupun antara pendidikan formal dan
nonformal.
Asas pendidikan seumur hidup yang
mengandung kemungkinan diversifikasi sistem pendidikan, tampaknya konsepsi satu
jalur kurang begitu tepat dan efektif. pendidikan satu jalur baru lebih efektif
bila wajib belajar lebih tinggi dari yang ada sekarang.
BAB IV
PENDIDIKAN SEUMUR HIDUP DALAM PANDANGAN ISLAM
Jauh sebelum PBB pada tahun 1970-an memprakarsai “pendidikan
seumur hidup-PSH” (Lite Long Integrated
Education), dalam Islam pada abad ketujuh telah ditegaskan: Uthlub al’ilma min
al-mahdi ila al-lahdi (tuntutlah ilmu dari buaian hingga liang lahat).
Sayangnya, kepopuleran ajaran pendidikan seumur hidup
dari Rasulullah SAW itu tidak sempat menggugah perhatian kita untuk
memprakarsainya menjadi word program.
Dalam GBHN termaktub: “pendidikan
berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di
dalam lingkungan rumah tangga, sekolah dan masyarakat. Karena itu, pendidikan
ialah tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah”.
Berarti setiap insan Indonesia dituntut selalu berkembang sepanjang hidupnya.
Sementara itu masyarakat dan pemerintah harus menciptakan suasana untuk selalu
belajar. Sebab masa sekolah (formal) bukanlah masa “satu-satunya”, tetapi hanya
sebagian dari waktu belajar yang berlangsung sepanjang hidup.
A. URGENSI PENDIDIKAN SEUMUR HIDUP
Drs H Fuad Ihsan (1996:44-45) dalam buku
Dasar-dasar Kependidikan, menulis beberapa dasar pemikiran –ditinjau dari
beberapa aspek– tentang urgensi pendidikan seumur hidup,
antara lain: Aspek ideologis, setiap manusia yang dilahirkan ke dunia ini
memiliki hak yang sama untuk memperoleh pendidikan, meningkatkan pengetahuan
dan menambah keterampilannya. pendidikan seumur hidup
akan membuka jalan bagi seseorang untuk mengembangkan potensi diri sesuai
dengan kebutuhan hidupnya.
Aspek ekonomis, pendidikan merupakan cara yang
paling efektif untuk dapat keluar dari “Lingkungan Setan Kemelaratan” akibat
kebodohan. pendidikan seumur hidup akan
memberi peluang bagi seseorang untuk meningkatkan produktivitas, memelihara dan
mengembangkan sumber-sumber yang dimilikinya, hidup
di lingkungan yang menyenangkan-sehat, dan memiliki motivasi dalam mendidik
anak-anak secara tepat sehingga pendidikan keluarga menjadi penting.
Aspek sosiologis, di negara berkembang banyak
orangtua yang kurang menyadari pentingnya pendidikan sekolah bagi anak-anaknya,
ada yang putus sekolah bahkan ada yang tidak sekolah sama sekali. pendidikan
seumur hidup bagi orang tua merupakan problem
solving terhadap fenomena tersebut. Aspek politis, pendidikan kewarganegaraan
perlu diberikan kepada seluruh rakyat untuk memahami fungsi pemerintah, DPR,
MPR, dan lembaga-lembaga negara lainnya. Tugas pendidikan seumur hidup menjadikan seluruh rakyat menyadari pentingnya
hak-hak pada negara demokrasi.
Aspek teknologis, pendidikan seumur hidup sebagai alternatif bagi para sarjana, teknisi
dan pemimpin di negara berkembang untuk memperbaharui pengetahuan dan
keterampilan seperti dilakukan negara-negara maju. Aspek psikologis dan
pedagogis, sejalan dengan makin luas, dalam dan kompleknya ilmu pengetahuan,
tidak mungkin lagi dapat diajarkan seluruhnya di sekolah. Tugas pendidikan
sekolah hanya mengajarkan kepada peserta didik tentang metode belajar,
menanamkan motivasi yang kuat untuk terus-menerus belajar sepanjang hidup, memberikan keterampilan secara cepat dan
mengembangkan daya adaptasi. Untuk menerapkan pendidikan seumur hidup perlu diciptakan suasana yang kondusif.
B. TAMBAHAN ILMU
Bila kita melakukan investigasi, maka tak satu doa
pun dari doa-doa dalam Alquran dan Alhadits yang berisi “permintaan tambahan”,
kecuali dalam hal doa: Rabbi zidni ‘ilman (QS Thaha, 20:114), wa ziyadatan fi
al-’ilmi (Alhadits). Dalam hal rezeki, yang diminta bukan tambahan, tetapi
barakah: wa barakatan fi ar-rizqi. Dalam hal dunia adalah keselamatan: fi
ad-dunya hasanah, bukan lain-lain, demikianlah selanjutnya (baca: Syarqawi
Dhafir, Berilmu).
Menambah ilmu setiap saat sangat signifikan bagi
ke hidupan manusia. Rasulullah SAW sampai bersumpah: Demi Allah seandainya aku
tidak dapat menambah ilmu sehari saja, maka lebih baik aku tidak melihat
matahari saat itu. Ini adalah isyarat bila kita menginginkan ke hidupan yang
lebih baik maka manhaj-nya adalah dengan menambah ilmu-pengetahuan: Man arada
ad-dunya fa’alaihi bi al-’ilmi wa man arada al-akhira fa’alaihi bi al-’ilmi wa
man aradahuma fa’alaihi bi al-’ilmi (Alhadits).
Sebagai upaya penyadaran umat untuk rajin menuntut
ilmi, maka penulis perlu memaparkan beberapa janji Allah SWT dan pesan Rasul,
di antaranya: mengistimewakan mereka dari yang tidak berilmu (QS al-Zumar,
39:9), memberi derajat yang lebih tinggi (QS al-Mujadilah, 58:11), mempermudah
jalan menuju surga (HR Muslim), menyamakan kedudukan mereka dengan orang yang
berjuang di jalan Allah (HR Turmudzi), memberi keistimewaan yang lebih dari
orang yang hanya beribadah, ilmu dijadikan sebagai warisan yang terus menerus
memproduksi amal kebajikan yang tak putus karena kematian (HR Muslim).
Dalam meningkatkan ‘ubudiyah kepada Allah harus
berlandaskan ilmu (‘ala ilmin) untuk dapat memahami kebesaran dan
kekuasaan-Nya: Innama yakhsa Allah min ‘ibadihi al-’ulama. Artinya,
sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-Nya hanyalah ulama (QS
Fathir, 35:28). Berarti ilmu merupakan pelita-obor yang dapat menerangi jalan
menuju Tuhan. Tanpa ilmu, dapat dipastikan ibadah yang kita lakukan nilainya
rendah dan boleh jadi tidak sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya.
C. TERUS BELAJAR
Tidak ada istilah “tua” untuk belajar, never old
to leam. Konsekuensi doa yang kita panjatkan harus sejalan dengan amaliyah
nyata melalui kegiatan belajar yang terus-menerus. Nabi Muhammad SAW sekalipun
telah mencapai puncak, masih tetap juga diperintahkan untuk selalu memohon
(berdoa) sambil berusaha untuk mendapatkan ilmu pengetahuan (M Quraish Shihab,
1999:178). Bukankah Allah Ta’ala telah menyatakan: Dan orang-orang yang berjuang di jalan Kami pastilah akan Kami
tunjukkan kepada mereka jalan Kami (QS al-’Ankabut, 29:69).
Siapapun yang punya suatu cita-cita dan ia
bersungguh-sungguh berusaha mendapatkannya maka pasti akan ia dapatkan.
Siapapun yang terus menerus mengetuk pintu untuk mencapai yang dicita-citakan
maka pasti akan terbuka. Apa pun yang kamu inginkan bergabung kepada seberapa
besar keinginanmu itu (Az-Zarmuji, 1994:29): Bi qadri ma ta’tani tanalu ma
tatamanna.
Walaupun secara formal kita telah menyelesaikan
pendidikan tinggi (S1, S2 dan S3) bukan berarti selesailah tugas belajar.
Demikian juga seorang guru atau dosen tidak boleh merasa cukup dengan kemampuan
yang dimiliki: “masih banyak yang belum kita ketahui”. Bukankah Imam al-Ghazali
(1058-1111 M) –penulis buku Ilya ‘Ulum al-Din, dikenal dengan hujjah al-Islam–
pernah mengatakan: Kulllama izdada ‘ilmi izdada jahli,
setiap kali bertambah ilmuku, bertambah pula kebodohanku.
setiap kali bertambah ilmuku, bertambah pula kebodohanku.
Orang-orang yang banyak belajar akan semakin
membuka mata kepala (‘ain al-bashar) dan mata hati (‘ain al-bashirah) untuk
semakin tunduk, patuh dan taat kepada manhaj Rabbani. Untuk itu kita harus
banyak membaca, karena membaca sebagai kunci untuk membuka “gudang
ilmu-pengetahuan”, yaitu buku.
Dalam Islam, landasan pendidikan
seumur hidup terdapat dalam ayat-ayat Alquran dan hadis Rasul, antara lain “Sesungguhnya
dalam kejadian langit dan bumi, serta pertukaran malam dan siang, terdapat
tanda-tanda kebesaran Allah bagi mereka yang mempunyai (mempergunakan) akalnya“.
(QS. Ali Imran: 190). Dan pepatah arab “Tuntutlah ilmu dari buaian sampai ke
liang lahat“.
Kesadaran akan pentingnya pendidikan
seumur hidup menjadi mendalam dengan adanya sejumlah firman Allah SWT dan hadis
Nabi Muhammad yang mendasarinya. Persoalannya, tinggal bagaimana menjabarkan
dan mengimplementasikannya
BAB V
KESIMPULAN
ý Fuad Hassan berpendapat, pendidikan dalam arti luas merupakan ikhtiar yang
ditempuh melalui tiga pendekatan, yaitu pembiasaan, pembelajaran, dan
peneladanan. Ketiga aspek itu berlangsung sepanjang perjalanan hidup manusia.
ý Pendidikan merupakan suatu proses berkelanjutan yang
mengandungi unsur-unsur pengajaran, latihan, bimbingan dan pimpinan dengan
tumpuan khas kepada pemindahan berbagai ilmu, nilai agama dan budaya serta
kemahiran yang berguna untuk diaplikasikan oleh individu (pengajar atau
pendidik) kepada individu yang memerlukan pendidikan.
ý Berdasarkan berbagai definisi, dapat difahamkan bahwa
pendidikan ialah proses melatih akaliah, jasmaniah dan moral manusia untuk
melahirkan warganegara yang baik serta menuju ke arah kesempurnaan bagi
mencapai tujuan hidup.
ý Asas pendidikan seumur hidup yang mengandung kemungkinan
diversifikasi sistem pendidikan, tampaknya konsepsi satu jalur kurang begitu
tepat dan efektif. pendidikan satu jalur baru lebih efektif bila wajib belajar
lebih tinggi dari yang ada sekarang.
ý Jauh sebelum PBB pada
tahun 1970-an memprakarsai “pendidikan seumur hidup-PSH”
(Lite Long Integrated Education), dalam Islam pada abad ketujuh telah
ditegaskan: Uthlub al’ilma min al-mahdi ila al-lahdi (tuntutlah ilmu dari
buaian hingga liang lahat)
DAFTAR REFERENSI
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur
penulis haturkan kepada Allah SWT. Yang masih memberikan nafas kehidupan,
sehingga penulis dapat menyelasaikan pembuatan makalah dengan judul “Konsep
Pendidikan Seumur Hidup” dengan tepat waktu. Tidak lupa shalawat dan salam
selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang merupakan inspirator terbesar
dalam segala keteladanannya.
Tidak lupa penulis sampaikan
terima kasih kepada dosen mata kuliah Dasar – Dasar Pendidikan yang telah
memberikan arahan dan bimbingan dalam pembuatan makalah ini, orang tua yang
selalu mendukung kelancaran tugas kami, serta pada anggota tim kelompok 4 (empat)
yang selalu kompak dan konsisten dalam penyelasaian tugas ini.
Makalah ini dibuat untuk
memenuhi salah satu tugas kelompok mata kuliah Dasar – dasar Pendidikan.
Akhirnya penulis sampaikan
terima kasih atas perhatiannya terhadap makalah ini, dan penulis berharap
semoga makalah ini bermanfaat bagi tim penulis khususnya dan pembaca yang
budiman pada umumnya.
Tak ada gading yang tak retak,
begitulah adanya makalah ini. Dengan segala kerendahan hati, saran-saran dan
kritik yang konstruktif sangat penulis harapkan dari para pembaca guna
peningkatan pembuatan makalah pada tugas yang lain dan pada waktu mendatang.
Kuningan, April
2011
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR …………………………………………………………...
|
i
|
|||
DAFTAR ISI
……………………………………………………………….…….
|
ii
|
|||
BAB
|
I
|
:
|
PENDAHULUAN………………………………………….…...
|
1
|
BAB
|
II
|
:
|
PENDIDIKAN ………………………………………………....
|
3
|
|
|
|
A. PENGERTIAN PENDIDIKAN ……………………………
|
3
|
|
|
|
B.
PENDIDIKAN FORMAL DAN TIDAK FORMAL ………
|
4
|
BAB
|
III
|
:
|
PENDIDIKAN SEUMUR HIDUP ..……………………….......
|
5
|
|
|
|
A. AKTUALITA PENDIDIKAN SEUMUR HIDUP
...............
|
5
|
|
|
|
B. PENDIDIKAN DI DUNIA BERKEMBANG ......................
|
5
|
BAB
|
IV
|
:
|
PENDIDIKAN
SEUMUR HIDUP DALAM PANDANGAN ISLAM
........................................................................................
|
7
|
|
|
|
A. URGENSI PENDIDIKAN SEUMUR
HIDUP …………….
|
7
|
|
|
|
B. TAMBAHAN ILMU
……………………………………….
|
8
|
|
|
|
C. TERUS BELAJAR
…………………………………………
|
9
|
BAB
|
V
|
:
|
KESIMPULAN …………………………………………………
|
11
|
Ketentuan Hisab dan Syafaat
BAB I
PENDAHULUAN
Perbuatan yang kita
lakukan haruslah dilandasi oleh Tauhid
yang kuat dan benar. Kita harus ingat bahwa semua perbuatan yang kita kerjakan
akan kembali kepada kita sendiri, baik dan buruknya perbuatan kita itu akan
mencerminkan balasan yang akan di terima kita. Maka berbuat baik menjadi sebuah
keniscayaan kita sebagai umat manusia
bukan hanya sebuah kewajiban yang diperintahkan oleh Allah melalui Rasul-Nya
akan tetapi sebagai wujud manipestasi akidah kita. Landasan yang kuat akan dapat menghasilkan yang baik dan
tepat. Manusia sebagai mahluk sosial yang selalu berhubungan dengan yang
lainnya, tidak akan lepas dari tatanan aturan kehidupan. Semua tatanan
kehidupan yang kita kerjakan harus didasarkan pada sebuah keyakinan yang diyakini
kebenrannya.
Manusia selalu mengharapkan yang baik
dan menguntungkan baik secara langsung maupun tidak langsung. Namun amal
perbuatan yang dilakukan oleh manusia itu sendiri harus disandarkan pada sebuah
keyakinan yang kokoh yang di sebut dengan akidah dan di topang oleh prilaku (ahlaq)yang
mulia. Karena semua perbuatan yang kita lakukan akan di perhitungkan oleh Allah
Dzat yang maha adil. Tidak akan ada yang terlewatkan sedikitpun.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Ketentuan Hisab
Manusia akan mengalami dua kali hidup dan dua kali mati.
Mati yang pertama adalah sebelum kita hidup di dunia ini. Sedangkan kematian
kedua adalah setelah kita hidup di dunia ini. Hidup yang pertama adalah
kehidupan kita di dunia ini. Dan kehidupan yang kedua adalah setelah kematian
kita dari kehidupan dunia ini. Kehidupan yang pertama adalah masa untuk menanam
amal shaleh. Kehidupan kedua adalah untuk menerima balasan dari kehidupan
pertama.
Sekarang adalah masa menanam amal shaleh untuk mati
nanti. Orang kafir, menganggap hari ini adalah masa menanam. Nasib hari akhir
nanti tergantung kepada tanaman hari ini. Orang yang tidak meyakini hari akhir
tidak akan beramal, maka ia tidak berbuat apa-apa. Maka nanti di
akhirat orang kafir terbelalak karena tidak mempunyai amal apa-apa. Maka tempat
kembalinya adalah ke nereaka. Surga dan nereka adalah tempat kehidupan manusia
yang kedua.
Ada beberapa kriteria manusia dalam memasuki neraka dan
surga.Ada orang yang sudah dijamin surga dan mereka sudah
diumumkan di dunia ini. Orang-orang ini diantaranya adalah sepuluh sahabat yang
dijamin masuk sorga oleh Rasululläh shallallähu ‘alaihi wa sallam. Mereka ialah
Abu Bakar radhiya alläh ‘anh, Umar bin Khatab radhiya alläh ‘anh, Utsman bin
Affan radhiya alläh ‘anh, Ali bin Abi Thalib radhiya alläh ‘anh, Thalhah
radhiya alläh ‘anh, Zubair bin ‘Awwan radhiya alläh ‘anh, Sa’ad bin Malik
radhiya alläh ‘anh, ‘Abdurrahman bin ‘Auf radhiya alläh ‘anh, dan Sa’id bin
Zaid radhiya alläh ‘anh.
Manakala ada yang sudah di jamin untuk masuk surga, di
sisi lain ada yang sudah pasti masuk neraka. Diantaranya adalah Abu Lahab.
Al-Qur`an menyatakan: “Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan Sesungguhnya Dia
akan binasa. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia
usahakan. Kelak Dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan (begitu pula)
istrinya, pembawa kayu bakar. Yang di lehernya ada tali dari sabut.” (QS.
Al-Lahab: 1-5)
Ada pula yang masuk surga namun harus dibersihkan
terlebih dahulu dari dosa-dosanya. Ini adalah orang yang memiliki keimanan,
namun ia banyak melakukan dosa. Manakalah dosa-dosanya telah dibersihkan dengan
siksaan, maka ia akan memasuki surga.
Ada yang menanam amal shaleh, namun ia juga menanam
perbuatan zhalim, seperti akan dijelaskan di depan. Di samping itu
ada pula yang menanam, namun ia pun berbuat syirik. Maka hancurlah amal
kebaikannya. “Dan Sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi)
yang sebelummu. “Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah
amalmu dan tentulah kamu Termasuk orang-orang yang merugi.”(QS.
Al-Zumar: 65)
Hadist Tentang Hisab
“’Aisiyah r.a. Istri Nabi saw. Biasa jika mendengar
sesuatu dan belum mengerti, selalu menanyakan hingga mengetahui benar, dan
ketika Nabi saw. Bersabda: siapa yang dihisab pasti disiksa, ‘Aisiyah bertanya
: Tidakkah Allah berfirman : fasaufa yuhasibu hisaban
yasiero. (Maka akan di hisab, hisab yang ringan)? Jawab Nabi
saw: itu hanya di hidangkan, diperhatikan, tetapi siapa yang di teliti hisabnya
pasti disiksa binasa ;1827 (H.R. Bukhori, Muslim)
Hadist di atas menerangkan bagaimana setiap orang pasti
akan mendapatkan perhitungan amal perbuatannya selam hidup di dunia ini.
Sekecil apapun perbuatan yang dilakukan oleh manusia akan mendapatkan balasan
yang setimpal dari Allah sang maha Adil. Oleh karena itu, setiap yang kita
kerjakan harus sesuai dengan apa yang di ajarkan oleh Rasulullah saw. Hal ini
lah yang mendasari bahwa setiap manusia akan di hisab atau dihitung semua alam
perbuatannya.
Al-Qur’an memberikan penegasan yang sangat jelas mengenai
catatan dan timbangan amal ini. Artinya : ”Kami akan memasang timbangan
yang tepat pada hari kiamat, Maka Tiadalah dirugikan seseorang barang
sedikitpun. dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawipun pasti Kami
mendatangkan (pahala)nya. dan cukuplah Kami sebagai Pembuat perhitungan”. (QS.
Al-Anbiya: 47)
Timbangan Allah pada hari kiamat adalah adil. Tidak akan
ada yang dizhalimi. Seluruh kebaikan dan keburukan akan diperlihatkan. Ayat ini
harus menyadarkan kita bahwa perbuatan apa pun akan diperlihatkan Allah pada
hari kiamat. Kita pun harus ingat bahwa setiap hari kita diingatkan dalam
shalat dengan kalimat maaliki yaumiddin (Yang menguasai di hari Pembalasan).
Selanjutnya Allah juga berfirman :
Artinya : ”Dan mereka akan dibawa ke hadapan Tuhanmu
dengan berbaris. Sesungguhnya kamu datang kepada Kami, sebagaimana Kami
menciptakan kamu pada kali yang pertama; bahkan kamu mengatakan bahwa Kami
sekali-kali tidak akan menetapkan bagi kamu waktu[883] (memenuhi) perjanjian.
Dan diletakkanlah Kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang bersalah ketakutan
terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata: “Aduhai celaka
Kami, kitab Apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang
besar, melainkan ia mencatat semuanya; dan mereka dapati apa yang telah mereka
kerjakan ada (tertulis). dan Tuhanmu tidak Menganiaya seorang juapun”. (QS. Al-Kahfi:
48-49)
Dalam ayat ini diperinci bahwa kita dihisab dengan datang
berkelompok. Dalam ayat lain disebutkan bahwa datangnya kita kepada Allah
adalah dengan furada (sendiri-sendiri). Ini tidak bertentangan. Memang bahwa
kita akan berbaris, akan tetapi manakala menghadap kepada Allah adalah dengan
sendiri-sendiri.
Pada hari itu, orang yang durhaka akan takut dan gemetar.
Semua amalnya tercatat dengan rapi. Mereka mendapatinya dengan nyata di hadapan
mata. Allah pun tidak akan menzhalimi mereka. Katakanlah hari ini kita sedang
main film; kita dishooting. Maka nanti rekaman kita akan diputar. Tentu tidak
akan ada yang terlewat.
Hadist Selanjutnya yang artinya : ”Ibnu Umar r.a
berkata : Rasulullah saw. Bersabda: jika Allah menurunkan siksa (bala’) pada
suatu kaum, maka semua penghuni tempat itu terkena siksa itu, tetapi kemudian
jika di bangkitkan kelak, maka menurut amal perbuatannya”(H.R. Bukhori,
Muslim).
Dalam Al-Qur’an dijelaskan bagaimana semua orang akan di
panggil oleh Allah dengan diberikan dengan buku catatan amal perbuatannya.
Artinya : ”(Ingatlah) suatu hari (yang di hari itu) Kami
panggil tiap umat dengan pemimpinnya; dan Barangsiapa yang diberikan kitab
amalannya di tangan kanannya Maka mereka ini akan membaca kitabnya itu, dan
mereka tidak dianiaya sedikitpun. Dan Barangsiapa yang buta (hatinya) di dunia
ini, niscaya di akhirat (nanti) ia akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat
dari jalan (yang benar)”. (QS. Al-Isra: 71-72)
Kita akan dipanggil bersama dengan imamnya. Ada yang
memahami bahwa nanti bagi yang bermazhab akan diminta pertanggung jawab dengan
imamnya. Maka mereka akan ditanggung jawab oleh imam tersebut. Padahal, imam di
sini adalah catatan amal shaleh, bukan pemimpin.
Imam itu bisa berarti pimpinan dan juga berari catatan
amal. Seperti dalam surat Yaasin dikatakana: “Wa naktubu ma qaddamu wa atsarhum
wa kulla sya`in ahsainahu fi imam mubin” (Dan Kami menuliskan apa yang telah
mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. Dan segala sesuatu Kami
kumpulkan dalam kitab Induk yang nyata). Ini jelas berarti catatan amal.
Begitupula dalam surat al-Isra di atas adalaha catatan amal, bukan berarti
pemimpin. Dalam ayat ini kalimat Imam berarti catatan amal diperkuat dengan
kalimat “faman utiya kitabahu bi yaminihiI” (Barangsiapa yang diberikan kitab
amalannya di tangan kanannya).
Setelah
semua mahkluk bernyawa di dunia mati dan hancur binasa, Allah menghidupkan
mereka kembali. Maka dengan tiba-tiba mereka pun tegak bangun berdiri. Mereka
melihat langit, didapati langit berjalan. Mereka melihat bumi, didapatinya
telah bertukar wajah, tidak seperti bumi yang dahulu. Semua makhluk berhimpun,
bercampur baur menjadi satu di satu kawasan yang disebut padang Mahsyar,
luasnya tak terbatas, berjejal jejal, saling berdesakan, dibanjiri keringat,
tanpa pakaian, tanpa busana yang menutupi badan.
Dalam masa
bangkit itu, manusia dalam keadaan bermacam-macam rupa. Lantas mereka berkata:
”Aduh celakanya kami! Siapakah yang membangkitkan kami dari tempat tidur kami
(dari kubur kami)? Lalu dikatakan kepada mereka: “Inilah dia yang telah
dijanjikan oleh Allah Yang Maha Pemurah dan benarlah berita yang disampaikan
oleh Rasul-rasul!” (Yassin, Ayat: 52).
Di sana
semua makhluk hidup nafsi nafi. Pada hari itu manusia lari dari saudaranya,
lari dari ibu dan bapaknya, lari dari istri dan anak-anaknya. Setiap orang dari
mereka pada hari itu mempunyai urusan yang bisa melupakan segala galanya. Pada
hari itu tak ada yang bisa diharapkan di hadapan pengadilan Allah kecuali
sekelumit harapan yang disebut “Syafaat Nabi saw”.
Syafa’at
ini adalah do’a yang Rasulallah saw simpan untuk umatnya di hari kiamat nanti.
Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah ra sesungguhnya Nabi saw bersabda,
“Setiap Nabi memiliki do’a (mustajab) yang digunakan untuk berdo’a dengannya.
Aku ingin menyimpan do’aku tersebut sebagai syafa’at bagi umatku di akhirat
nanti.”.
Maka
sepatutnya kita sebagai umat Muhammad meyakini wujud syafa’at Nabi saw di hari
kebangkitan, disaat manusia dikumpulkan di padang Mahsyar dengan iman dan
keyakinan yang kuat, mengetahui apa yang diimani, bukan hanya sekedar
angan-angan dan kepercayaan.
Sekarang apa itu Syafa’at?
Kata
syafa’at telah disebutkan berulang kali dalam hadits Nabi saw baik yang
berkaitan dengan urusan dunia maupun akhirat. Ibnul Atsir mengatakan, ”Yang
dimaksud dengan Syafa’at adalah meminta untuk diampuni dosa dan kesalahan di
antara mereka.”
Contohnya,
manusia banyak berbuat dosa selama hidupnya di dunia. Di hari kiamat mereka
tidak bisa terhidar dari hisab atau perhitungan yang harus dipertanggung
jawabkan. Mereka berharap agar ada orang yang bisa menolongnya, tapi sia sia
belaka. Karena hari itu adalah hari yang sangat dahsyat. Mereka akan menemui
musibah dan kesusahan yang tidak mampu untuk dihindarkan oleh seorang pun,
hanya ada secerah harapan berupa syafa’at yaitu perantara atau penghubung yang
bisa menyelesaikan hajatnya. Di sana mereka meminta pertolongan kepada Allah
melalui syafa’at. Akhirnya, orang-orang saat itu mendapatkan ilham untuk
meminta syafa’at kepada para Nabi agar bisa menghilangkan musibah dan kesulitan
yang menimpah diri mereka saat itu.
Sekarang
mari kita ikuti kisah syafa’at Nabi saw yang dikenal dengan Syafa’at
al-‘Uzhma dalam hadits yang cukup panjang. Kisah ini terjadi ketika semua
makhluk berkumpul di padang masyhar. Imam Bukhari meriwayatkan hadits ini
dari Anas bin Malik ra, sesungguhnya Rasulallah saw bersabda, bahwa pada hari
kiamat Allah mengumpulkan seluruh makhluk di satu tempat yang luas. Manusia
pada saat itu berada dalam kesusahan dan kesedihan. Mereka tidak kuasa menahan
dan memikul beban pada saat itu.
Kemudian
mereka mendatangi Nabi Adam as, lalu berkata, “Wahai Adam, berilah syafa’at
untuk anak cucumu” Adam as berkata, ”Sesungguhnya aku tidak bisa memberi
syafa’at untuk kalian pada hari ini. Pergilah kalian kepada Ibrahim as,
sesungguhnya ia adalah kekasih Allah (Khalilullah)”. Kemudian mereka mendatangi
Ibrahim as. Lalu ia berkata kepada mereka, “Sesungguhnya aku tidak bisa memberi
syafa’at untuk kalian pada hari ini. Pergilah kalian kepada Musa, sesungguhnya
Allah telah berbicara langsung kepadanya (Kalimullah)”. Kemudian mereka
mendatangi Musa as. Lalu ia berkata, “Aku tidak bisa memberi syafa’at pada
kalian hari ini. Pergilah kalian kepada Isa, sesungguhnya ia adalah ruh Allah
dan kalimat-Nya”. Kemudian mereka mendatangi Isa as. Lalu ia berkata, “Aku tidak
bisa memberi syafa’at untuk kalian pada hari ini. Pergilah kalian kepada
Muhammad!”
kemudian
mereka mendatangiku. Lalu aku berkata, ”Aku memberi syafaat untuk kalian pada
hari ini”. kemudian aku pergi meminta izin kepada Allah. Setelah diizinkan aku
berdiri dihadapan-Nya. Kemudian Allah memberi ilham padaku dengan pujian dan
sanjungan untuk-Nya yang belum pernah Allah beritahukan kepada seorang pun
sebelumku. Kemudian aku tersungkur bersujud dihadapan-Nya. Lalu Dia
berfirman, ”Wahai Muhammad, angkatlah kepalamu, katakanlah pasti engkau akan
didengar, mintalah pasti engkau akan diberi, berilah syafa’at pasti akan
dikabulkan”. Lalu aku mengangkat kepalaku. Kemudian aku berkata, ”Ya Allah,
Ummati, Ummati (umatku, umatku).”. Maka Dia berfirman, ”Wahai Muhammad,
pergilah dan keluarkanlah umatmu dari neraka siapa yang di hatinya memiliki
sebesar biji gabah atau gandum dari keimanan”.
Kemudian
aku pergi dan aku lakukan apa yang diperintahkan, lalu aku kembali lagi kepada
Allah dan memuji-Nya dengan pujian dan sanjungan untuk-Nya. Kemudian aku
bersujud kepada-Nya, lalu dikatakan kepadaku seperti dikatakan semula. Kemudian
aku berkata, ”Ya Allah, ummati ummati (ummatku ummatku). Kemudian dikatakan
kepadaku, ”Pergilah, dan keluarkanlah umatmu dari neraka siapa yang di hatinya
memiliki sebiji sawi dari keimanan”. Kemudian aku lakukan sebagaimana aku
lakukan pertama. Lalu aku kembali lagi kepada Allah dan aku lakukan sebagai
mana yang telah aku lakukan semula. Kemudian dikatakan kepadaku ”Angkatlah
kepalamu” sebagaimana dikatakan kepadaku pertama kali. Lalu aku katakan ”Ya
Allah, ummati ummati (umatku ummatku). Kemudian dikatakan kepadaku ”pergilah
dan keluarkanlah umatmu dari neraka siapa yang dihatinya terdapat lebih kecil
dari biji sawi dari keimanan”. Kemudian aku pergi dan melakukan apa yang
diperintahkan. Lalu aku kembali kepada Allah untuk yang keempat kalinya. Lalu
aku memuji-Nya dengan berbagai pujian dan sanjungan untuk-Nya. Kemudian aku
bersujud kepada-Nya, lalu dikatakan kepadaku ”Wahai Muhammad, angkatlah
kepalamu, katakanlah pasti engkau akan didengar, mintalah pasti engkau akan
diberi, berilah syafa’at pasti akan dikabulkan”. Lalu aku katakan ”Ya Allah,
izinkanlah aku agar bisa mengeluarkan umatku dari neraka bagi yang telah
mengucapkan La Ilaha Ilallah (tidak ada Tuhan selain Allah). Kemudian Allah
berfirman, ”Ya Muhammad, sesungguhnya hal itu bukan bagimu atau hal itu bukan
atasmu. Akan tetapi demi Kemulian-Ku, Keluhuran-Ku, Kesombongan-Ku, dan
Kebesaran-Ku, Aku pasti akan keluarkan umatmu dari neraka siapa yang telah
mengucapkan La Ilaha Illallah”.
C.
Kesimpulan
Manusia merupakan mahluk yang paling sempurna yang
diciptakan oleh Allah Swt, salah satu bentuk kesempurnaannya adalah manusia
diberi akal. Ini yang menjadi pembeda antra manusia dengan yang lainnya dan
merupakn modal yang sangat berharga bagi manusia. Maka manusia harus
memanfaatkan betul apa yang telah menjadi kelebihannya itu, sehingga derajat
manusi menjadi tinggi.
Semua amal perbuatan manusia akan di mintai pertanggung
jawaban oleh sang maha pencipta. Ini sudah menjadi sebuah konsekwensi logis
dari seorang hamba yang telah berani menerima amanat dari Allah swt sebagai
khalifah, yang di berikan tanggung jawab lebih dari mahluk lainnya.
Perbuatan yang dilakukan oleh manusia sekecil apapun
tidak akan pernah lepas dari pengawasan dan catatan kedua malaikatnya. Maka
dari itu kita harus selalu menjaga agar segala amal perbuatan kita selalu di
jalan yang di kehendaki oleh Allah.
Pertama
syafa’at kecuali dengan izin tidak ada seorang pun yang dapat
memberi Allah. Contohnya makhluk yang
paling mulia dan penutup para Nabi yaitu Rasulallah saw, disaat ingin memberi
syafaat kepada umatnya yang sedang mengalami kesulitan di padang mahsyar pada
hari kiamat, beliau tersungkur dan bersujud di Arsy di hadapan Allah, beliau
memohon kepada-Nya. Beliau tidak lepas dari sujudnya sampai dikatakan pada
beliau, “Angkatlah kepalamu. Mintalah pasti engkau akan didengar. Berilah
syafa’at pasti akan dikabulkan“.
Kedua
betapa mulianya kedudukan Rasulallah saw di sisi Allah, sehingga tidak ada satu
nabi pun yang mampu memberi syafa’at kepada manusia di padang Mahsyar kecuali
Nabi saw. Itulah bukti nyata kecintaan Allah kepada Nabi saw, cinta yang tidak
berkesudahan. Dari kecintaan-Nya kepada beliau, apa yang dipintanya dikabulkan.
Ketiga,
hadits di atas bisa pula dijadikan bukti nyata akan kecintaan sejati Nabi saw
terhadap umatnya. Cinta sejati beliau terhadap umatnya dibawa sampai ke padang
Mahsyar, ketika manusia dalam keadaan sangat gawat. Ketika manusia dimintai
pertanggung jawaban atas semua perbuatannya, ketika para nabi menolak dimintai
syafa’at (pertolongan) oleh umatnya. di saat itulah Rasulullah saw justru tidak
meninggalkan ummatnya. Beliau tersungkur dan bersujud di Arsy di hadapan Allah,
beliau memohon kepada-Nya. Allah berkata, ”Wahai Muhammad, angkatlah kepalamu,
mintalah pasti engkau akan diberi, berilah syafa’at pasti akan dikabulkan”.
Lalu beliau mengangkat kepalanya dan tidak ada yang dikatakan Nabi saw kecuali,
”Ya Allah , umati, umati”.
Daftar Pustaka
Abdillah, Muhammad. 2003. Shahih Bukhori. Semarang.
Thoha Pres
Abdul Baqi, Muhammad Fuad. 1979. Al-Lu’lu ;
Warmarjan. Surabaya. PT Bima Pres
Ash Shiddieqy, Hasby. 1974. Sejarang
dan Pen
Sumber :
www.bungsucikal.com
Langganan:
Postingan (Atom)