Minggu, 09 Juni 2013

Ketentuan Hisab dan Syafaat



BAB I
PENDAHULUAN


Perbuatan yang  kita lakukan  haruslah dilandasi oleh Tauhid yang kuat dan benar. Kita harus ingat bahwa semua perbuatan yang kita kerjakan akan kembali kepada kita sendiri, baik dan buruknya perbuatan kita itu akan mencerminkan balasan yang akan di terima kita. Maka berbuat baik menjadi sebuah keniscayaan  kita sebagai umat manusia bukan hanya sebuah kewajiban yang diperintahkan oleh Allah melalui Rasul-Nya akan tetapi sebagai wujud manipestasi akidah  kita. Landasan yang kuat akan dapat menghasilkan yang baik dan tepat. Manusia sebagai mahluk sosial yang selalu berhubungan dengan yang lainnya, tidak akan lepas dari tatanan aturan kehidupan. Semua tatanan kehidupan yang kita kerjakan harus didasarkan pada sebuah keyakinan yang diyakini kebenrannya.
Manusia selalu mengharapkan yang baik dan menguntungkan baik secara langsung maupun tidak langsung. Namun amal perbuatan yang dilakukan oleh manusia itu sendiri harus disandarkan pada sebuah keyakinan yang kokoh yang di sebut dengan akidah dan di topang oleh prilaku (ahlaq)yang mulia. Karena semua perbuatan yang kita lakukan akan di perhitungkan oleh Allah Dzat yang maha adil. Tidak akan ada yang terlewatkan sedikitpun.











BAB II
PEMBAHASAN

A.      Ketentuan Hisab
Manusia akan mengalami dua kali hidup dan dua kali mati. Mati yang pertama adalah sebelum kita hidup di dunia ini. Sedangkan kematian kedua adalah setelah kita hidup di dunia ini. Hidup yang pertama adalah kehidupan kita di dunia ini. Dan kehidupan yang kedua adalah setelah kematian kita dari kehidupan dunia ini. Kehidupan yang pertama adalah masa untuk menanam amal shaleh. Kehidupan kedua adalah untuk menerima balasan dari kehidupan pertama.
Sekarang adalah masa menanam amal shaleh untuk mati nanti. Orang kafir, menganggap hari ini adalah masa menanam. Nasib hari akhir nanti tergantung kepada tanaman hari ini. Orang yang tidak meyakini hari akhir tidak akan beramal, maka ia tidak berbuat apa-apa. Maka nanti di akhirat orang kafir terbelalak karena tidak mempunyai amal apa-apa. Maka tempat kembalinya adalah ke nereaka. Surga dan nereka adalah tempat kehidupan manusia yang kedua.
Ada beberapa kriteria manusia dalam memasuki neraka dan surga.Ada orang yang sudah dijamin surga dan mereka sudah diumumkan di dunia ini. Orang-orang ini diantaranya adalah sepuluh sahabat yang dijamin masuk sorga oleh Rasululläh shallallähu ‘alaihi wa sallam. Mereka ialah Abu Bakar radhiya alläh ‘anh, Umar bin Khatab radhiya alläh ‘anh, Utsman bin Affan radhiya alläh ‘anh, Ali bin Abi Thalib radhiya alläh ‘anh, Thalhah radhiya alläh ‘anh, Zubair bin ‘Awwan radhiya alläh ‘anh, Sa’ad bin Malik radhiya alläh ‘anh, ‘Abdurrahman bin ‘Auf radhiya alläh ‘anh, dan Sa’id bin Zaid radhiya alläh ‘anh.
Manakala ada yang sudah di jamin untuk masuk surga, di sisi lain ada yang sudah pasti masuk neraka. Diantaranya adalah Abu Lahab. Al-Qur`an menyatakan: “Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan Sesungguhnya Dia akan binasa. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan. Kelak Dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar. Yang di lehernya ada tali dari sabut.” (QS. Al-Lahab: 1-5)
Ada pula yang masuk surga namun harus dibersihkan terlebih dahulu dari dosa-dosanya. Ini adalah orang yang memiliki keimanan, namun ia banyak melakukan dosa. Manakalah dosa-dosanya telah dibersihkan dengan siksaan, maka ia akan memasuki surga.
Ada yang menanam amal shaleh, namun ia juga menanam perbuatan zhalim, seperti akan dijelaskan di depan. Di samping itu ada pula yang menanam, namun ia pun berbuat syirik. Maka hancurlah amal kebaikannya. “Dan Sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu. “Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu Termasuk orang-orang yang merugi.”(QS. Al-Zumar: 65)
Hadist Tentang Hisab

“’Aisiyah r.a. Istri Nabi saw. Biasa jika mendengar sesuatu dan belum mengerti, selalu menanyakan hingga mengetahui benar, dan ketika Nabi saw. Bersabda: siapa yang dihisab pasti disiksa, ‘Aisiyah bertanya : Tidakkah Allah berfirman : fasaufa yuhasibu hisaban yasiero. (Maka akan di hisab, hisab yang ringan)? Jawab Nabi saw: itu hanya di hidangkan, diperhatikan, tetapi siapa yang di teliti hisabnya pasti disiksa binasa ;1827 (H.R. Bukhori, Muslim)

Hadist di atas menerangkan bagaimana setiap orang pasti akan mendapatkan perhitungan amal perbuatannya selam hidup di dunia ini. Sekecil apapun perbuatan yang dilakukan oleh manusia akan mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah sang maha Adil. Oleh karena itu, setiap yang kita kerjakan harus sesuai dengan apa yang di ajarkan oleh Rasulullah saw. Hal ini lah yang mendasari bahwa setiap manusia akan di hisab atau dihitung semua alam perbuatannya.
Al-Qur’an memberikan penegasan yang sangat jelas mengenai catatan dan timbangan amal ini. Artinya : ”Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, Maka Tiadalah dirugikan seseorang barang sedikitpun. dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawipun pasti Kami mendatangkan (pahala)nya. dan cukuplah Kami sebagai Pembuat perhitungan”. (QS. Al-Anbiya: 47)
Timbangan Allah pada hari kiamat adalah adil. Tidak akan ada yang dizhalimi. Seluruh kebaikan dan keburukan akan diperlihatkan. Ayat ini harus menyadarkan kita bahwa perbuatan apa pun akan diperlihatkan Allah pada hari kiamat. Kita pun harus ingat bahwa setiap hari kita diingatkan dalam shalat dengan kalimat maaliki yaumiddin (Yang menguasai di hari Pembalasan).

Selanjutnya Allah juga berfirman :
Artinya : ”Dan mereka akan dibawa ke hadapan Tuhanmu dengan berbaris. Sesungguhnya kamu datang kepada Kami, sebagaimana Kami menciptakan kamu pada kali yang pertama; bahkan kamu mengatakan bahwa Kami sekali-kali tidak akan menetapkan bagi kamu waktu[883] (memenuhi) perjanjian. Dan diletakkanlah Kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata: “Aduhai celaka Kami, kitab Apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya; dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). dan Tuhanmu tidak Menganiaya seorang juapun”. (QS. Al-Kahfi: 48-49)
Dalam ayat ini diperinci bahwa kita dihisab dengan datang berkelompok. Dalam ayat lain disebutkan bahwa datangnya kita kepada Allah adalah dengan furada (sendiri-sendiri). Ini tidak bertentangan. Memang bahwa kita akan berbaris, akan tetapi manakala menghadap kepada Allah adalah dengan sendiri-sendiri.
Pada hari itu, orang yang durhaka akan takut dan gemetar. Semua amalnya tercatat dengan rapi. Mereka mendapatinya dengan nyata di hadapan mata. Allah pun tidak akan menzhalimi mereka. Katakanlah hari ini kita sedang main film; kita dishooting. Maka nanti rekaman kita akan diputar. Tentu tidak akan ada yang terlewat.
Hadist Selanjutnya yang artinya : ”Ibnu Umar r.a berkata : Rasulullah saw. Bersabda: jika Allah menurunkan siksa (bala’) pada suatu kaum, maka semua penghuni tempat itu terkena siksa itu, tetapi kemudian jika di bangkitkan kelak, maka menurut amal perbuatannya”(H.R. Bukhori, Muslim).
Dalam Al-Qur’an dijelaskan bagaimana semua orang akan di panggil oleh Allah dengan diberikan dengan buku catatan amal perbuatannya.
Artinya : ”(Ingatlah) suatu hari (yang di hari itu) Kami panggil tiap umat dengan pemimpinnya; dan Barangsiapa yang diberikan kitab amalannya di tangan kanannya Maka mereka ini akan membaca kitabnya itu, dan mereka tidak dianiaya sedikitpun. Dan Barangsiapa yang buta (hatinya) di dunia ini, niscaya di akhirat (nanti) ia akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan (yang benar)”. (QS. Al-Isra: 71-72)
Kita akan dipanggil bersama dengan imamnya. Ada yang memahami bahwa nanti bagi yang bermazhab akan diminta pertanggung jawab dengan imamnya. Maka mereka akan ditanggung jawab oleh imam tersebut. Padahal, imam di sini adalah catatan amal shaleh, bukan pemimpin.
Imam itu bisa berarti pimpinan dan juga berari catatan amal. Seperti dalam surat Yaasin dikatakana: “Wa naktubu ma qaddamu wa atsarhum wa kulla sya`in ahsainahu fi imam mubin” (Dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam kitab Induk yang nyata). Ini jelas berarti catatan amal. Begitupula dalam surat al-Isra di atas adalaha catatan amal, bukan berarti pemimpin. Dalam ayat ini kalimat Imam berarti catatan amal diperkuat dengan kalimat “faman utiya kitabahu bi yaminihiI” (Barangsiapa yang diberikan kitab amalannya di tangan kanannya).




Setelah semua mahkluk bernyawa di dunia mati dan hancur binasa, Allah menghidupkan mereka kembali. Maka dengan tiba-tiba mereka pun tegak bangun berdiri. Mereka melihat langit, didapati langit berjalan. Mereka melihat bumi, didapatinya telah bertukar wajah, tidak seperti bumi yang dahulu. Semua makhluk berhimpun, bercampur baur menjadi satu di satu kawasan yang disebut padang Mahsyar, luasnya tak terbatas, berjejal jejal, saling berdesakan, dibanjiri keringat, tanpa pakaian, tanpa busana yang menutupi badan.
Dalam masa bangkit itu, manusia dalam keadaan bermacam-macam rupa. Lantas mereka berkata: ”Aduh celakanya kami! Siapakah yang membangkitkan kami dari tempat tidur kami (dari kubur kami)? Lalu dikatakan kepada mereka: “Inilah dia yang telah dijanjikan oleh Allah Yang Maha Pemurah dan benarlah berita yang disampaikan oleh Rasul-rasul!” (Yassin, Ayat: 52).
Di sana semua makhluk hidup nafsi nafi. Pada hari itu manusia lari dari saudaranya, lari dari ibu dan bapaknya, lari dari istri dan anak-anaknya. Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang bisa melupakan segala galanya. Pada hari itu tak ada yang bisa diharapkan di hadapan pengadilan Allah kecuali sekelumit harapan yang disebut “Syafaat Nabi saw”.
Syafa’at ini adalah do’a yang Rasulallah saw simpan untuk umatnya di hari kiamat nanti. Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah ra sesungguhnya Nabi saw bersabda, “Setiap Nabi memiliki do’a (mustajab) yang digunakan untuk berdo’a dengannya. Aku ingin menyimpan do’aku tersebut sebagai syafa’at bagi umatku di akhirat nanti.”.
Maka sepatutnya kita sebagai umat Muhammad meyakini wujud syafa’at Nabi saw di hari kebangkitan, disaat manusia dikumpulkan di padang Mahsyar dengan iman dan keyakinan yang kuat, mengetahui apa yang diimani, bukan hanya sekedar angan-angan dan kepercayaan.
Sekarang apa itu Syafa’at?
Kata syafa’at telah disebutkan berulang kali dalam hadits Nabi saw baik yang berkaitan dengan urusan dunia maupun akhirat. Ibnul Atsir mengatakan, ”Yang dimaksud dengan Syafa’at adalah meminta untuk diampuni dosa dan kesalahan di antara mereka.”
Contohnya, manusia banyak berbuat dosa selama hidupnya di dunia. Di hari kiamat mereka tidak bisa terhidar dari hisab atau perhitungan yang harus dipertanggung jawabkan. Mereka berharap agar ada orang yang bisa menolongnya, tapi sia sia belaka. Karena hari itu adalah hari yang sangat dahsyat. Mereka akan menemui musibah dan kesusahan yang tidak mampu untuk dihindarkan oleh seorang pun, hanya ada secerah harapan berupa syafa’at yaitu perantara atau penghubung yang bisa menyelesaikan hajatnya. Di sana mereka meminta pertolongan kepada Allah melalui syafa’at. Akhirnya, orang-orang saat itu mendapatkan ilham untuk meminta syafa’at kepada para Nabi agar bisa menghilangkan musibah dan kesulitan yang menimpah diri mereka saat itu.
Sekarang mari kita ikuti kisah syafa’at Nabi saw yang dikenal dengan Syafa’at al-‘Uzhma  dalam hadits yang cukup panjang. Kisah ini terjadi ketika semua makhluk  berkumpul di padang masyhar. Imam Bukhari meriwayatkan hadits ini dari Anas bin Malik ra, sesungguhnya Rasulallah saw bersabda, bahwa pada hari kiamat Allah mengumpulkan seluruh makhluk di satu tempat yang luas. Manusia pada saat itu berada dalam kesusahan dan kesedihan. Mereka tidak kuasa menahan dan memikul beban pada saat itu.
Kemudian mereka mendatangi Nabi Adam as, lalu berkata, “Wahai Adam, berilah syafa’at untuk anak cucumu” Adam as berkata, ”Sesungguhnya aku tidak bisa memberi syafa’at untuk kalian pada hari ini. Pergilah kalian kepada Ibrahim as, sesungguhnya ia adalah kekasih Allah (Khalilullah)”. Kemudian mereka mendatangi Ibrahim as. Lalu ia berkata kepada mereka, “Sesungguhnya aku tidak bisa memberi syafa’at untuk kalian pada hari ini. Pergilah kalian kepada Musa, sesungguhnya Allah telah berbicara langsung kepadanya (Kalimullah)”. Kemudian mereka mendatangi Musa as. Lalu ia berkata, “Aku tidak bisa memberi syafa’at pada kalian hari ini. Pergilah kalian kepada Isa, sesungguhnya ia adalah ruh Allah dan kalimat-Nya”. Kemudian mereka mendatangi Isa as. Lalu ia berkata, “Aku tidak bisa memberi syafa’at untuk kalian pada hari ini. Pergilah kalian kepada Muhammad!”
kemudian mereka mendatangiku. Lalu aku berkata, ”Aku memberi syafaat untuk kalian pada hari ini”. kemudian aku pergi meminta izin kepada Allah. Setelah diizinkan aku berdiri dihadapan-Nya. Kemudian Allah memberi ilham padaku dengan pujian dan sanjungan untuk-Nya yang belum pernah Allah beritahukan kepada seorang pun sebelumku. Kemudian aku tersungkur bersujud dihadapan-Nya.  Lalu Dia berfirman, ”Wahai Muhammad, angkatlah kepalamu, katakanlah pasti engkau akan didengar, mintalah pasti engkau akan diberi, berilah syafa’at pasti akan dikabulkan”. Lalu aku mengangkat kepalaku. Kemudian aku berkata, ”Ya Allah, Ummati, Ummati (umatku, umatku).”.  Maka Dia berfirman, ”Wahai Muhammad, pergilah dan keluarkanlah umatmu dari neraka siapa yang di hatinya memiliki sebesar biji gabah atau gandum dari keimanan”.
Kemudian aku pergi dan aku lakukan apa yang diperintahkan, lalu aku kembali lagi kepada Allah dan memuji-Nya dengan pujian dan sanjungan untuk-Nya. Kemudian aku bersujud kepada-Nya, lalu dikatakan kepadaku seperti dikatakan semula. Kemudian aku berkata, ”Ya Allah, ummati ummati (ummatku ummatku). Kemudian dikatakan kepadaku, ”Pergilah, dan keluarkanlah umatmu dari neraka siapa yang di hatinya memiliki sebiji sawi dari keimanan”. Kemudian aku lakukan sebagaimana aku lakukan pertama. Lalu aku kembali lagi kepada Allah dan aku lakukan sebagai mana yang telah aku lakukan semula. Kemudian dikatakan kepadaku ”Angkatlah kepalamu” sebagaimana dikatakan kepadaku pertama kali. Lalu aku katakan ”Ya Allah, ummati ummati (umatku ummatku). Kemudian dikatakan kepadaku ”pergilah dan keluarkanlah umatmu dari neraka siapa yang dihatinya terdapat lebih kecil dari biji sawi dari keimanan”. Kemudian aku pergi dan melakukan apa yang diperintahkan. Lalu aku kembali kepada Allah untuk yang keempat kalinya. Lalu aku memuji-Nya dengan berbagai pujian dan sanjungan untuk-Nya. Kemudian aku bersujud kepada-Nya, lalu dikatakan kepadaku ”Wahai Muhammad, angkatlah kepalamu, katakanlah pasti engkau akan didengar, mintalah pasti engkau akan diberi, berilah syafa’at pasti akan dikabulkan”. Lalu aku katakan ”Ya Allah, izinkanlah aku agar bisa mengeluarkan umatku dari neraka bagi yang telah mengucapkan La Ilaha Ilallah (tidak ada Tuhan selain Allah). Kemudian Allah berfirman, ”Ya Muhammad, sesungguhnya hal itu bukan bagimu atau hal itu bukan atasmu. Akan tetapi demi Kemulian-Ku, Keluhuran-Ku, Kesombongan-Ku, dan Kebesaran-Ku, Aku pasti akan keluarkan umatmu dari neraka siapa yang telah mengucapkan La Ilaha Illallah”.


C.        


Kesimpulan
Manusia merupakan mahluk yang paling sempurna yang diciptakan oleh Allah Swt, salah satu bentuk kesempurnaannya adalah manusia diberi akal. Ini yang menjadi pembeda antra manusia dengan yang lainnya dan merupakn modal yang sangat berharga bagi manusia. Maka manusia harus memanfaatkan betul apa yang telah menjadi kelebihannya itu, sehingga derajat manusi menjadi tinggi.
Semua amal perbuatan manusia akan di mintai pertanggung jawaban oleh sang maha pencipta. Ini sudah menjadi sebuah konsekwensi logis dari seorang hamba yang telah berani menerima amanat dari Allah swt sebagai khalifah, yang di berikan tanggung jawab lebih dari mahluk lainnya.
Perbuatan yang dilakukan oleh manusia sekecil apapun tidak akan pernah lepas dari pengawasan dan catatan kedua malaikatnya. Maka dari itu kita harus selalu menjaga agar segala amal perbuatan kita selalu di jalan yang di kehendaki oleh Allah.
Pertama syafa’at  kecuali dengan izin tidak ada seorang pun yang dapat memberi  Allah. Contohnya makhluk yang paling mulia dan penutup para Nabi yaitu Rasulallah saw, disaat ingin memberi syafaat kepada umatnya yang sedang mengalami kesulitan di padang mahsyar pada hari kiamat, beliau tersungkur dan bersujud di Arsy di hadapan Allah, beliau memohon kepada-Nya. Beliau tidak lepas dari sujudnya sampai dikatakan pada beliau, “Angkatlah kepalamu. Mintalah pasti engkau akan didengar. Berilah syafa’at pasti akan dikabulkan“.
Kedua betapa mulianya kedudukan Rasulallah saw di sisi Allah, sehingga tidak ada satu nabi pun yang mampu memberi syafa’at kepada manusia di padang Mahsyar kecuali Nabi saw. Itulah bukti nyata kecintaan Allah kepada Nabi saw, cinta yang tidak berkesudahan. Dari kecintaan-Nya kepada beliau, apa yang dipintanya dikabulkan.
Ketiga, hadits di atas bisa pula dijadikan bukti nyata akan kecintaan sejati Nabi saw terhadap umatnya. Cinta sejati beliau terhadap umatnya dibawa sampai ke padang Mahsyar, ketika manusia dalam keadaan sangat gawat. Ketika manusia dimintai pertanggung jawaban atas semua perbuatannya, ketika para nabi menolak dimintai syafa’at (pertolongan) oleh umatnya. di saat itulah Rasulullah saw justru tidak meninggalkan ummatnya. Beliau tersungkur dan bersujud di Arsy di hadapan Allah, beliau memohon kepada-Nya. Allah berkata, ”Wahai Muhammad, angkatlah kepalamu, mintalah pasti engkau akan diberi, berilah syafa’at pasti akan dikabulkan”. Lalu beliau mengangkat kepalanya dan tidak ada yang dikatakan Nabi saw kecuali, ”Ya Allah , umati, umati”.


Daftar Pustaka

Abdillah, Muhammad. 2003. Shahih Bukhori. Semarang. Thoha Pres

Abdul Baqi, Muhammad Fuad. 1979. Al-Lu’lu ; Warmarjan. Surabaya. PT Bima Pres

Ash Shiddieqy, Hasby. 1974. Sejarang dan Pen

Sumber : www.bungsucikal.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar