Minggu, 09 Juni 2013

Konsep Pendidikan Seumur Hidup



BAB I
PENDAHULUAN
Pakar pendidikan yang juga mantan Menteri pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Fuad Hassan berpendapat, pendidikan dalam arti luas merupakan ikhtiar yang ditempuh melalui tiga pendekatan, yaitu pembiasaan, pembelajaran, dan peneladanan. Ketiga aspek itu berlangsung sepanjang perjalanan hidup manusia.
Demikian Fuad Hassan saat menjadi pembicara kunci pada seminar nasional “Rekonstruksi dan Revitalisasi pendidikan Indonesia Menuju Masyarakat Madani”, di Widya Graha Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Jln. Gatot Subroto Jakarta, Kamis (2/9).
Hadir dalam acara itu, pengamat pendidikan Arief Rachman dan Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan LIPI, Dewi Fortuna Anwar.
Menurut Fuad, anggapan bahwa pembiasaan hanya efektif pada masa kanak-kanak jelas keliru karena pada usia dewasa dan lanjut usia pun pembiasaan masih terjadi. Misalnya, melalui kegiatan hobi dalam masa pensiun, kebiasaan makan yang berkenaan dengan pemeliharaan kesehatan, kebiasaan olah raga, dan lainnya yang dibentuk pada masa tua.
Halnya mengenai pembelajaran yang juga meliputi pelatihan, dikatakan Fuad, itu merupakan pendekatan yang terutama mengemuka melalui jalur pendidikan formal.
“Melalui jalur ini, sesuatu program pembelajaran jelas cakupannya dari awal hingga akhir. Pendekatan ini lazim dilaksanakan melalui pendekatan klasikal dan kurikuler dalam sistem persekolahan,” jelasnya.
Selanjutnya, yang sering dilupakan adalah pendidikan dalam arti luas yang meliputi juga peneladanan, yaitu melalui terpaan citra yang memikat untuk ditiru perilakunya atau bahkan menjadi model identifikasi diri bagi pengamatnya.
Dikemukakan Fuad, secara umum dapat dikatakan bahwa teladan dijadikan pedoman berperilaku. Di sisi lain, perilaku yang diamati sebagai teladan juga bisa berpengaruh sebagai penentu pola dan kecenderungan (patern and trend setter). Teladan pun ditemukan melalui sosok yang dianggap memperagakan model peran (role model).
Fuad juga menilai, peneladanan merupakan penjelmaan yang bisa berdampak kuat dalam proses pendidikan, terutama bagi anak-anak dan remaja, serta kaum muda umumnya.
“Pada usia yang masih rentan untuk dibentuk oleh berbagai faktor eksternal ini, peneladanan bisa memengaruhi arah perkembangan para remaja dan kaum muda menuju kedewasaan,” tuturnya.
Di tempat sama, pengamat pendidikan yang lain, Arief Rachman mengungkapkan hal senada. Potret pendidikan yang ada seolah-olah pendidikan itu ada di sekolah. Padahal, lingkungan luar sangat berperan.
Ia menilai, pendidikan memang persyaratan awal. Akan tetapi, jangan direduksi di sekolah, tetapi juga di masyarakat, rumah tangga, dan media.
Berkaitan dengan lokakarya atau workshop yang berlangsung pada Jumat (3/9), Arief menyebutkan, adanya sejumlah usulan. Antara lain, menyangkut visi masyarakat madani, memproses pendidikan di masyarakat, serta apa yang disebut sukses pendidikan, misalnya apakah sebatas dilihat dari produk memenuhi target, atau juga perlu pemahaman menyangkut moral, hak asasi manusia, dan gender.









BAB II
PENDIDIKAN
A. PENGERTIAN PENDIDIKAN
Pendidikan merupakan suatu proses berkelanjutan yang mengandungi unsur-unsur pengajaran, latihan, bimbingan dan pimpinan dengan tumpuan khas kepada pemindahan berbagai ilmu, nilai agama dan budaya serta kemahiran yang berguna untuk diaplikasikan oleh individu (pengajar atau pendidik) kepada individu yang memerlukan pendidikan itu.
Justeru, pendidikan itu merujuk kepada manusia sebagai objek utama dalam proses pendidikan. Dalam hal ini, berbagai definisi diberikan berhubung istilah pendidikan. Antara lain :
  1. Pandangan pakar pendidikan dari Amerika iaitu John Dewey. John Dewey berpandangan bahwa pendidikan ialah satu proses membentuk kecenderungan asas yang berupa akaliah dan perasaan terhadap alam dan manusia. Lihat Abdul Halim el-Muhammady, Januari 1984. pendidikan Islam Skop Dan Matlamatnya, Jurnal pendidikan, Tahun 1, bil. 1, ABIM, Selangor, hlm.10 dan lihat juga John Dewey, 1910. Democracy and Education, Mac Millan & Co., New York, hlm. 1-2.
  2. Prof. Horne, Beliau juga merupakan tokoh pendidik di Amerika. Beliau berpendapat bahwa pendidikan merupakan proses abadi bagi menyesuaikan perkembangan diri manusia yang merangkumi aspek jasmani, alam, akliah, kebebasan dan perasaan manusia terhadap Tuhan sebagaimana yang ternyata dalam akliah, perasaan dan kemahuan manusia. Lihat Hermen Harrel Horne, 1939. The Democratic Philosophy of Education, Mac Millan & Co., New York, hlm. 6. Lihat juga Mook Soon Sang, 1988. pendidikan di Malaysia, Kumpulan Budiman, Kuala Lumpur, hlm. 414.]
  3. Herbert Spencer, Beliau merupakan ahli falsafah Inggris (820-903 M). Beliau berpendapat bahwa pendidikan ialah mempersiapkan manusia supaya dapat hidup dengan ke hidupan yang sempurna. Lihat Herbert Spencer, 1906. Education: Intelectual, Moral and Physical, Wiiliam and Nongete, hlm. 84.
Berdasarkan definisi-definisi itu, dapat difahamkan bahwa pendidikan ialah proses melatih akaliah, jasmaniah dan moral manusia untuk melahirkan warganegara yang baik serta menuju ke arah kesempurnaan bagi mencapai tujuan hidup.
Hassan Langgulung juga merumuskan pengartian pendidikan itu sebagai menambah dan memindahkan nilai kebudayaan kepada individu dalam masyarakat. Proses pemindahan nilai budaya itu ialah, pertama, pemindahan nilai-nilai budaya melalui pengajaran. Ia boleh diartikan sebagai pemindahan pengetahuan atau knowledge. Jadi, apabila seseorang memindahkan pengetahuan tersebut maka berlakulah proses pengajaran. Kedua, proses pendidikan merupakan satu latihan. Ia bermaksud apabila seseorang itu membiasakan diri dalam melakukan pekerjaan.
B. PENDIDIKAN FORMAL DAN TIDAK FORMAL
Hakikatnya dapat dimengarti bahwa pendidikan itu didapati melalui proses yang terdapat di dalam sesuatu masyarakat dan individu yang ada didalamnya. Akibat daripada proses tersebut. pendidikan boleh dikategorikan dalam dua bentuk utama iaitu dalam bentuk formal dan bentuk tidak formal.
Pendidikan yang berbentuk formal dikelolakan oleh satu yayasan atau institusi yang berfalsafah, berorganisasi, berstruktur, bermatlamat dan bersistem. Contohnya sekolah atau pusat pengajian pendidikan.
Pendidikan yang tidak formal tidak mempunyai falsafah, organisasi, struktur, matlamat dan sistem yang tertentu. Contohnya ialah didikan dalam sebuah keluarga.
Berdasarkan pengartian pendidikan itu, ia merupakan proses kesinambungan yang dialui oleh manusia dengan cara bimbingan, latihan dan didikan khususnya berkaitan dengan perkembangan intelek, kerohanian, jasmani, sosial dan estetika. Dengan arti kata lain, pendidikan juga dipandang sebagai pewarisan kebudayaan dan pengembangan potensi- potensi pada diri manusia untuk menjadikan dirinya sebagai manusia yang berilmu, berakhlak, sihat, berbudaya, berseni, berguna dan bertanggung jawab.



BAB III
PENDIDIKAN SEUMUR HIDUP
A. AKTUALITA PENDIDIKAN SEUMUR HIDUP
Banyak ahli pendidikan di berbagai mancanegara menyadari pendidikan, terutama sekolah (formal), kurang mampu memenuhi tuntutan ke hidupan. Karena itu, dalam pertemuan internasional yang diprakarsai Badan PBB Urusan pendidikan dan Kebudayaan (UNESCO), mereka sepakat soal perlunya pendidikan seumur hidup.
Munculnya istilah ini, dalam dunia pendidikan, banyak menimbulkan dorongan atau pemikiran kritis terhadap pengartian pendidikan yang telah ada. Misalnya, tujuan pendidikan adalah pencapaian ke­dewasaan, sekolahan terutama berjenjang akademik bukanlah satu-satunya sistem pendidikan, dan pendidikan hendaknya lebih menonjolkan sifatnya sebagai self initiative dan self education.
Jalur pendidikan formal memiliki banyak kelemahan jika dibandingkan dengan pendidikan nonformal. Kelemahan pendidikan formal, antara lain, terlalu menekankan pada aspek kognitif pada anak-anak didik. Anak didik seolah-olah hidup terisolasikan selama mengalami dan menjalani pendidikan.
Namun, jangan dimaknai pendidikan di sekolah formal tidak perlu. Dalam kenyataaannya pun jalur pendidikan ini tetap ada, malah semakin banyak bagai jamur di musim hujan. Hal ini disebabkan jalur pendidikan yang terlembagakan (formal), adanya keteraturan tentang perencanaaan dan pelaksanaaan pendidikan, juga memberikan rasa optimis bagi para peminatnya dengan jangka waktu yang relatif pendek.
Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut, dan agar pendidikan seumur hidup dapat benar-benar berada dalam sistem, diperlukan aspek lain, yakni aspek horizontal. Aspek ini bermakna efisiensi pendidikan. Separti sistem persekolahan, ia akan tercapai bila memperhatikan lingkungan, misalnya keluarga, tempat bermain, tempat kerja, atau lingkungan masyarakat secara luas.
B. PENDIDIKAN DI DUNIA BERKEMBANG
Di negara-negara berkembang, kompleksitas pendidikan bisa kait-mengait antara sistem, kurikulum, dukungan ekonomi, dan lain-lain sehingga sering mengaburkan prinsip, tujuan atau bahkan sistem pendidikan itu sendiri. Sehingga sistem dan tujuan pendidikan sering disalahartikan dan disalahgunakan.
Adanya pendidikan seumur hidup, merupakan sebuah angin segar apabila kita mengamati pada beberapa asas yang melekat (inheren) pada gagasan pendidikan seumur hidup itu sendiri. Separti sistem pendidikan semakin demokratis, pendidikan dapat meningkatkan kualitas hidup, dan pengintegrasian sekolah dengan kehidupan di lingkungan masyarakat.
Hanya, bisa saja angin segar pendidikan seumur hidup menjadi angin surga alias utopia baru dalam bidang pendidikan, apabila hanya sebatas konsep tanpa implementasi. Konsepsi pendidikan seumur hidup di Indonesia telah beberapa kali tercantum dalam GBHN, tapi implementasinya sering berubah-ubah. Konsep di dalam GBHN masih amat luas pengartiannya, sehingga sering terjadi “keluwesan” menafsirkan yang berbeda.
Misalnya dalam mengambil sikap antara beberapa pengartian pendidikan satu jalur (single track) dan pendidikan multijalur (multitrack). Demikian pula dengan pendidikan yang bersifat akademik ilmiah dan operasional-teknik, maupun antara pendidikan formal dan nonformal.
Asas pendidikan seumur hidup yang mengandung kemungkinan diversifikasi sistem pendidikan, tampaknya konsepsi satu jalur kurang begitu tepat dan efektif. pendidikan satu jalur baru lebih efektif bila wajib belajar lebih tinggi dari yang ada sekarang.








BAB IV
PENDIDIKAN SEUMUR HIDUP DALAM PANDANGAN ISLAM
Jauh sebelum PBB pada tahun 1970-an memprakarsai “pendidikan seumur hidup-PSH” (Lite Long Integrated Education), dalam Islam pada abad ketujuh telah ditegaskan: Uthlub al’ilma min al-mahdi ila al-lahdi (tuntutlah ilmu dari buaian hingga liang lahat). Sayangnya, kepopuleran ajaran pendidikan seumur hidup dari Rasulullah SAW itu tidak sempat menggugah perhatian kita untuk memprakarsainya menjadi word program.
Dalam GBHN termaktub: “pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam lingkungan rumah tangga, sekolah dan masyarakat. Karena itu, pendidikan ialah tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah”. Berarti setiap insan Indonesia dituntut selalu berkembang sepanjang hidupnya. Sementara itu masyarakat dan pemerintah harus menciptakan suasana untuk selalu belajar. Sebab masa sekolah (formal) bukanlah masa “satu-satunya”, tetapi hanya sebagian dari waktu belajar yang berlangsung sepanjang hidup.
A. URGENSI PENDIDIKAN SEUMUR HIDUP
Drs H Fuad Ihsan (1996:44-45) dalam buku Dasar-dasar Kependidikan, menulis beberapa dasar pemikiran –ditinjau dari beberapa aspek– tentang urgensi pendidikan seumur hidup, antara lain: Aspek ideologis, setiap manusia yang dilahirkan ke dunia ini memiliki hak yang sama untuk memperoleh pendidikan, meningkatkan pengetahuan dan menambah keterampilannya. pendidikan seumur hidup akan membuka jalan bagi seseorang untuk mengembangkan potensi diri sesuai dengan kebutuhan hidupnya.
Aspek ekonomis, pendidikan merupakan cara yang paling efektif untuk dapat keluar dari “Lingkungan Setan Kemelaratan” akibat kebodohan. pendidikan seumur hidup akan memberi peluang bagi seseorang untuk meningkatkan produktivitas, memelihara dan mengembangkan sumber-sumber yang dimilikinya, hidup di lingkungan yang menyenangkan-sehat, dan memiliki motivasi dalam mendidik anak-anak secara tepat sehingga pendidikan keluarga menjadi penting.
Aspek sosiologis, di negara berkembang banyak orangtua yang kurang menyadari pentingnya pendidikan sekolah bagi anak-anaknya, ada yang putus sekolah bahkan ada yang tidak sekolah sama sekali. pendidikan seumur hidup bagi orang tua merupakan problem solving terhadap fenomena tersebut. Aspek politis, pendidikan kewarganegaraan perlu diberikan kepada seluruh rakyat untuk memahami fungsi pemerintah, DPR, MPR, dan lembaga-lembaga negara lainnya. Tugas pendidikan seumur hidup menjadikan seluruh rakyat menyadari pentingnya hak-hak pada negara demokrasi.
Aspek teknologis, pendidikan seumur hidup sebagai alternatif bagi para sarjana, teknisi dan pemimpin di negara berkembang untuk memperbaharui pengetahuan dan keterampilan seperti dilakukan negara-negara maju. Aspek psikologis dan pedagogis, sejalan dengan makin luas, dalam dan kompleknya ilmu pengetahuan, tidak mungkin lagi dapat diajarkan seluruhnya di sekolah. Tugas pendidikan sekolah hanya mengajarkan kepada peserta didik tentang metode belajar, menanamkan motivasi yang kuat untuk terus-menerus belajar sepanjang hidup, memberikan keterampilan secara cepat dan mengembangkan daya adaptasi. Untuk menerapkan pendidikan seumur hidup perlu diciptakan suasana yang kondusif.
B. TAMBAHAN ILMU
Bila kita melakukan investigasi, maka tak satu doa pun dari doa-doa dalam Alquran dan Alhadits yang berisi “permintaan tambahan”, kecuali dalam hal doa: Rabbi zidni ‘ilman (QS Thaha, 20:114), wa ziyadatan fi al-’ilmi (Alhadits). Dalam hal rezeki, yang diminta bukan tambahan, tetapi barakah: wa barakatan fi ar-rizqi. Dalam hal dunia adalah keselamatan: fi ad-dunya hasanah, bukan lain-lain, demikianlah selanjutnya (baca: Syarqawi Dhafir, Berilmu).
Menambah ilmu setiap saat sangat signifikan bagi ke hidupan manusia. Rasulullah SAW sampai bersumpah: Demi Allah seandainya aku tidak dapat menambah ilmu sehari saja, maka lebih baik aku tidak melihat matahari saat itu. Ini adalah isyarat bila kita menginginkan ke hidupan yang lebih baik maka manhaj-nya adalah dengan menambah ilmu-pengetahuan: Man arada ad-dunya fa’alaihi bi al-’ilmi wa man arada al-akhira fa’alaihi bi al-’ilmi wa man aradahuma fa’alaihi bi al-’ilmi (Alhadits).
Sebagai upaya penyadaran umat untuk rajin menuntut ilmi, maka penulis perlu memaparkan beberapa janji Allah SWT dan pesan Rasul, di antaranya: mengistimewakan mereka dari yang tidak berilmu (QS al-Zumar, 39:9), memberi derajat yang lebih tinggi (QS al-Mujadilah, 58:11), mempermudah jalan menuju surga (HR Muslim), menyamakan kedudukan mereka dengan orang yang berjuang di jalan Allah (HR Turmudzi), memberi keistimewaan yang lebih dari orang yang hanya beribadah, ilmu dijadikan sebagai warisan yang terus menerus memproduksi amal kebajikan yang tak putus karena kematian (HR Muslim).
Dalam meningkatkan ‘ubudiyah kepada Allah harus berlandaskan ilmu (‘ala ilmin) untuk dapat memahami kebesaran dan kekuasaan-Nya: Innama yakhsa Allah min ‘ibadihi al-’ulama. Artinya, sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-Nya hanyalah ulama (QS Fathir, 35:28). Berarti ilmu merupakan pelita-obor yang dapat menerangi jalan menuju Tuhan. Tanpa ilmu, dapat dipastikan ibadah yang kita lakukan nilainya rendah dan boleh jadi tidak sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya.
C. TERUS BELAJAR
Tidak ada istilah “tua” untuk belajar, never old to leam. Konsekuensi doa yang kita panjatkan harus sejalan dengan amaliyah nyata melalui kegiatan belajar yang terus-menerus. Nabi Muhammad SAW sekalipun telah mencapai puncak, masih tetap juga diperintahkan untuk selalu memohon (berdoa) sambil berusaha untuk mendapatkan ilmu pengetahuan (M Quraish Shihab, 1999:178). Bukankah Allah Ta’ala telah menyatakan: Dan orang-orang yang berjuang di jalan Kami pastilah akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan Kami (QS al-’Ankabut, 29:69).
Siapapun yang punya suatu cita-cita dan ia bersungguh-sungguh berusaha mendapatkannya maka pasti akan ia dapatkan. Siapapun yang terus menerus mengetuk pintu untuk mencapai yang dicita-citakan maka pasti akan terbuka. Apa pun yang kamu inginkan bergabung kepada seberapa besar keinginanmu itu (Az-Zarmuji, 1994:29): Bi qadri ma ta’tani tanalu ma tatamanna.
Walaupun secara formal kita telah menyelesaikan pendidikan tinggi (S1, S2 dan S3) bukan berarti selesailah tugas belajar. Demikian juga seorang guru atau dosen tidak boleh merasa cukup dengan kemampuan yang dimiliki: “masih banyak yang belum kita ketahui”. Bukankah Imam al-Ghazali (1058-1111 M) –penulis buku Ilya ‘Ulum al-Din, dikenal dengan hujjah al-Islam– pernah mengatakan: Kulllama izdada ‘ilmi izdada jahli,
setiap kali bertambah ilmuku, bertambah pula kebodohanku.
Orang-orang yang banyak belajar akan semakin membuka mata kepala (‘ain al-bashar) dan mata hati (‘ain al-bashirah) untuk semakin tunduk, patuh dan taat kepada manhaj Rabbani. Untuk itu kita harus banyak membaca, karena membaca sebagai kunci untuk membuka “gudang ilmu-pengetahuan”, yaitu buku.
Dalam Islam, landasan pendidikan seumur hidup terdapat dalam ayat-ayat Alquran dan hadis Rasul, antara lain “Sesungguhnya dalam kejadian langit dan bumi, serta pertukaran malam dan siang, terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi mereka yang mempunyai (mempergunakan) akalnya“. (QS. Ali Imran: 190). Dan pepatah arab “Tuntutlah ilmu dari buaian sampai ke liang lahat“.
Kesadaran akan pentingnya pendidikan seumur hidup menjadi mendalam dengan adanya sejumlah firman Allah SWT dan hadis Nabi Muhammad yang mendasarinya. Persoalannya, tinggal bagaimana menjabarkan dan mengimplementasikannya


















BAB V
KESIMPULAN
ý Fuad Hassan berpendapat, pendidikan dalam arti luas merupakan ikhtiar yang ditempuh melalui tiga pendekatan, yaitu pembiasaan, pembelajaran, dan peneladanan. Ketiga aspek itu berlangsung sepanjang perjalanan hidup manusia.
ý Pendidikan merupakan suatu proses berkelanjutan yang mengandungi unsur-unsur pengajaran, latihan, bimbingan dan pimpinan dengan tumpuan khas kepada pemindahan berbagai ilmu, nilai agama dan budaya serta kemahiran yang berguna untuk diaplikasikan oleh individu (pengajar atau pendidik) kepada individu yang memerlukan pendidikan.
ý Berdasarkan berbagai definisi, dapat difahamkan bahwa pendidikan ialah proses melatih akaliah, jasmaniah dan moral manusia untuk melahirkan warganegara yang baik serta menuju ke arah kesempurnaan bagi mencapai tujuan hidup.
ý Asas pendidikan seumur hidup yang mengandung kemungkinan diversifikasi sistem pendidikan, tampaknya konsepsi satu jalur kurang begitu tepat dan efektif. pendidikan satu jalur baru lebih efektif bila wajib belajar lebih tinggi dari yang ada sekarang.
ý Jauh sebelum PBB pada tahun 1970-an memprakarsai “pendidikan seumur hidup-PSH” (Lite Long Integrated Education), dalam Islam pada abad ketujuh telah ditegaskan: Uthlub al’ilma min al-mahdi ila al-lahdi (tuntutlah ilmu dari buaian hingga liang lahat)






DAFTAR REFERENSI












KATA PENGANTAR


Alhamdulillah puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT. Yang masih memberikan nafas kehidupan, sehingga penulis dapat menyelasaikan pembuatan makalah dengan judul “Konsep Pendidikan Seumur Hidup” dengan tepat waktu. Tidak lupa shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang merupakan inspirator terbesar dalam segala keteladanannya.
Tidak lupa penulis sampaikan terima kasih kepada dosen mata kuliah Dasar – Dasar Pendidikan yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam pembuatan makalah ini, orang tua yang selalu mendukung kelancaran tugas kami, serta pada anggota tim kelompok 4 (empat) yang selalu kompak dan konsisten dalam penyelasaian tugas ini.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas kelompok mata kuliah Dasar – dasar Pendidikan.
Akhirnya penulis sampaikan terima kasih atas perhatiannya terhadap makalah ini, dan penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi tim penulis khususnya dan pembaca yang budiman pada umumnya.
Tak ada gading yang tak retak, begitulah adanya makalah ini. Dengan segala kerendahan hati, saran-saran dan kritik yang konstruktif sangat penulis harapkan dari para pembaca guna peningkatan pembuatan makalah pada tugas yang lain dan pada waktu mendatang.

Kuningan,   April  2011





                                                                                                                     Penulis










DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………………………...
i
DAFTAR ISI ……………………………………………………………….…….
ii
BAB
I
:
PENDAHULUAN………………………………………….…...
1
BAB
II
:
PENDIDIKAN ………………………………………………....
3



A.  PENGERTIAN PENDIDIKAN ……………………………
3



B.  PENDIDIKAN FORMAL DAN TIDAK FORMAL ………
4
BAB
III
:
PENDIDIKAN SEUMUR HIDUP ..……………………….......
5



A.  AKTUALITA PENDIDIKAN SEUMUR HIDUP ...............
5



B.  PENDIDIKAN DI DUNIA BERKEMBANG ......................
5
BAB
IV
:
PENDIDIKAN SEUMUR HIDUP DALAM PANDANGAN ISLAM ........................................................................................

7



A.  URGENSI PENDIDIKAN SEUMUR HIDUP …………….
7



B.  TAMBAHAN ILMU ……………………………………….
8



C.  TERUS BELAJAR …………………………………………
9
BAB
V
:
KESIMPULAN …………………………………………………
11

Ketentuan Hisab dan Syafaat



BAB I
PENDAHULUAN


Perbuatan yang  kita lakukan  haruslah dilandasi oleh Tauhid yang kuat dan benar. Kita harus ingat bahwa semua perbuatan yang kita kerjakan akan kembali kepada kita sendiri, baik dan buruknya perbuatan kita itu akan mencerminkan balasan yang akan di terima kita. Maka berbuat baik menjadi sebuah keniscayaan  kita sebagai umat manusia bukan hanya sebuah kewajiban yang diperintahkan oleh Allah melalui Rasul-Nya akan tetapi sebagai wujud manipestasi akidah  kita. Landasan yang kuat akan dapat menghasilkan yang baik dan tepat. Manusia sebagai mahluk sosial yang selalu berhubungan dengan yang lainnya, tidak akan lepas dari tatanan aturan kehidupan. Semua tatanan kehidupan yang kita kerjakan harus didasarkan pada sebuah keyakinan yang diyakini kebenrannya.
Manusia selalu mengharapkan yang baik dan menguntungkan baik secara langsung maupun tidak langsung. Namun amal perbuatan yang dilakukan oleh manusia itu sendiri harus disandarkan pada sebuah keyakinan yang kokoh yang di sebut dengan akidah dan di topang oleh prilaku (ahlaq)yang mulia. Karena semua perbuatan yang kita lakukan akan di perhitungkan oleh Allah Dzat yang maha adil. Tidak akan ada yang terlewatkan sedikitpun.











BAB II
PEMBAHASAN

A.      Ketentuan Hisab
Manusia akan mengalami dua kali hidup dan dua kali mati. Mati yang pertama adalah sebelum kita hidup di dunia ini. Sedangkan kematian kedua adalah setelah kita hidup di dunia ini. Hidup yang pertama adalah kehidupan kita di dunia ini. Dan kehidupan yang kedua adalah setelah kematian kita dari kehidupan dunia ini. Kehidupan yang pertama adalah masa untuk menanam amal shaleh. Kehidupan kedua adalah untuk menerima balasan dari kehidupan pertama.
Sekarang adalah masa menanam amal shaleh untuk mati nanti. Orang kafir, menganggap hari ini adalah masa menanam. Nasib hari akhir nanti tergantung kepada tanaman hari ini. Orang yang tidak meyakini hari akhir tidak akan beramal, maka ia tidak berbuat apa-apa. Maka nanti di akhirat orang kafir terbelalak karena tidak mempunyai amal apa-apa. Maka tempat kembalinya adalah ke nereaka. Surga dan nereka adalah tempat kehidupan manusia yang kedua.
Ada beberapa kriteria manusia dalam memasuki neraka dan surga.Ada orang yang sudah dijamin surga dan mereka sudah diumumkan di dunia ini. Orang-orang ini diantaranya adalah sepuluh sahabat yang dijamin masuk sorga oleh Rasululläh shallallähu ‘alaihi wa sallam. Mereka ialah Abu Bakar radhiya alläh ‘anh, Umar bin Khatab radhiya alläh ‘anh, Utsman bin Affan radhiya alläh ‘anh, Ali bin Abi Thalib radhiya alläh ‘anh, Thalhah radhiya alläh ‘anh, Zubair bin ‘Awwan radhiya alläh ‘anh, Sa’ad bin Malik radhiya alläh ‘anh, ‘Abdurrahman bin ‘Auf radhiya alläh ‘anh, dan Sa’id bin Zaid radhiya alläh ‘anh.
Manakala ada yang sudah di jamin untuk masuk surga, di sisi lain ada yang sudah pasti masuk neraka. Diantaranya adalah Abu Lahab. Al-Qur`an menyatakan: “Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan Sesungguhnya Dia akan binasa. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan. Kelak Dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar. Yang di lehernya ada tali dari sabut.” (QS. Al-Lahab: 1-5)
Ada pula yang masuk surga namun harus dibersihkan terlebih dahulu dari dosa-dosanya. Ini adalah orang yang memiliki keimanan, namun ia banyak melakukan dosa. Manakalah dosa-dosanya telah dibersihkan dengan siksaan, maka ia akan memasuki surga.
Ada yang menanam amal shaleh, namun ia juga menanam perbuatan zhalim, seperti akan dijelaskan di depan. Di samping itu ada pula yang menanam, namun ia pun berbuat syirik. Maka hancurlah amal kebaikannya. “Dan Sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu. “Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu Termasuk orang-orang yang merugi.”(QS. Al-Zumar: 65)
Hadist Tentang Hisab

“’Aisiyah r.a. Istri Nabi saw. Biasa jika mendengar sesuatu dan belum mengerti, selalu menanyakan hingga mengetahui benar, dan ketika Nabi saw. Bersabda: siapa yang dihisab pasti disiksa, ‘Aisiyah bertanya : Tidakkah Allah berfirman : fasaufa yuhasibu hisaban yasiero. (Maka akan di hisab, hisab yang ringan)? Jawab Nabi saw: itu hanya di hidangkan, diperhatikan, tetapi siapa yang di teliti hisabnya pasti disiksa binasa ;1827 (H.R. Bukhori, Muslim)

Hadist di atas menerangkan bagaimana setiap orang pasti akan mendapatkan perhitungan amal perbuatannya selam hidup di dunia ini. Sekecil apapun perbuatan yang dilakukan oleh manusia akan mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah sang maha Adil. Oleh karena itu, setiap yang kita kerjakan harus sesuai dengan apa yang di ajarkan oleh Rasulullah saw. Hal ini lah yang mendasari bahwa setiap manusia akan di hisab atau dihitung semua alam perbuatannya.
Al-Qur’an memberikan penegasan yang sangat jelas mengenai catatan dan timbangan amal ini. Artinya : ”Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, Maka Tiadalah dirugikan seseorang barang sedikitpun. dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawipun pasti Kami mendatangkan (pahala)nya. dan cukuplah Kami sebagai Pembuat perhitungan”. (QS. Al-Anbiya: 47)
Timbangan Allah pada hari kiamat adalah adil. Tidak akan ada yang dizhalimi. Seluruh kebaikan dan keburukan akan diperlihatkan. Ayat ini harus menyadarkan kita bahwa perbuatan apa pun akan diperlihatkan Allah pada hari kiamat. Kita pun harus ingat bahwa setiap hari kita diingatkan dalam shalat dengan kalimat maaliki yaumiddin (Yang menguasai di hari Pembalasan).

Selanjutnya Allah juga berfirman :
Artinya : ”Dan mereka akan dibawa ke hadapan Tuhanmu dengan berbaris. Sesungguhnya kamu datang kepada Kami, sebagaimana Kami menciptakan kamu pada kali yang pertama; bahkan kamu mengatakan bahwa Kami sekali-kali tidak akan menetapkan bagi kamu waktu[883] (memenuhi) perjanjian. Dan diletakkanlah Kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata: “Aduhai celaka Kami, kitab Apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya; dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). dan Tuhanmu tidak Menganiaya seorang juapun”. (QS. Al-Kahfi: 48-49)
Dalam ayat ini diperinci bahwa kita dihisab dengan datang berkelompok. Dalam ayat lain disebutkan bahwa datangnya kita kepada Allah adalah dengan furada (sendiri-sendiri). Ini tidak bertentangan. Memang bahwa kita akan berbaris, akan tetapi manakala menghadap kepada Allah adalah dengan sendiri-sendiri.
Pada hari itu, orang yang durhaka akan takut dan gemetar. Semua amalnya tercatat dengan rapi. Mereka mendapatinya dengan nyata di hadapan mata. Allah pun tidak akan menzhalimi mereka. Katakanlah hari ini kita sedang main film; kita dishooting. Maka nanti rekaman kita akan diputar. Tentu tidak akan ada yang terlewat.
Hadist Selanjutnya yang artinya : ”Ibnu Umar r.a berkata : Rasulullah saw. Bersabda: jika Allah menurunkan siksa (bala’) pada suatu kaum, maka semua penghuni tempat itu terkena siksa itu, tetapi kemudian jika di bangkitkan kelak, maka menurut amal perbuatannya”(H.R. Bukhori, Muslim).
Dalam Al-Qur’an dijelaskan bagaimana semua orang akan di panggil oleh Allah dengan diberikan dengan buku catatan amal perbuatannya.
Artinya : ”(Ingatlah) suatu hari (yang di hari itu) Kami panggil tiap umat dengan pemimpinnya; dan Barangsiapa yang diberikan kitab amalannya di tangan kanannya Maka mereka ini akan membaca kitabnya itu, dan mereka tidak dianiaya sedikitpun. Dan Barangsiapa yang buta (hatinya) di dunia ini, niscaya di akhirat (nanti) ia akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan (yang benar)”. (QS. Al-Isra: 71-72)
Kita akan dipanggil bersama dengan imamnya. Ada yang memahami bahwa nanti bagi yang bermazhab akan diminta pertanggung jawab dengan imamnya. Maka mereka akan ditanggung jawab oleh imam tersebut. Padahal, imam di sini adalah catatan amal shaleh, bukan pemimpin.
Imam itu bisa berarti pimpinan dan juga berari catatan amal. Seperti dalam surat Yaasin dikatakana: “Wa naktubu ma qaddamu wa atsarhum wa kulla sya`in ahsainahu fi imam mubin” (Dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam kitab Induk yang nyata). Ini jelas berarti catatan amal. Begitupula dalam surat al-Isra di atas adalaha catatan amal, bukan berarti pemimpin. Dalam ayat ini kalimat Imam berarti catatan amal diperkuat dengan kalimat “faman utiya kitabahu bi yaminihiI” (Barangsiapa yang diberikan kitab amalannya di tangan kanannya).




Setelah semua mahkluk bernyawa di dunia mati dan hancur binasa, Allah menghidupkan mereka kembali. Maka dengan tiba-tiba mereka pun tegak bangun berdiri. Mereka melihat langit, didapati langit berjalan. Mereka melihat bumi, didapatinya telah bertukar wajah, tidak seperti bumi yang dahulu. Semua makhluk berhimpun, bercampur baur menjadi satu di satu kawasan yang disebut padang Mahsyar, luasnya tak terbatas, berjejal jejal, saling berdesakan, dibanjiri keringat, tanpa pakaian, tanpa busana yang menutupi badan.
Dalam masa bangkit itu, manusia dalam keadaan bermacam-macam rupa. Lantas mereka berkata: ”Aduh celakanya kami! Siapakah yang membangkitkan kami dari tempat tidur kami (dari kubur kami)? Lalu dikatakan kepada mereka: “Inilah dia yang telah dijanjikan oleh Allah Yang Maha Pemurah dan benarlah berita yang disampaikan oleh Rasul-rasul!” (Yassin, Ayat: 52).
Di sana semua makhluk hidup nafsi nafi. Pada hari itu manusia lari dari saudaranya, lari dari ibu dan bapaknya, lari dari istri dan anak-anaknya. Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang bisa melupakan segala galanya. Pada hari itu tak ada yang bisa diharapkan di hadapan pengadilan Allah kecuali sekelumit harapan yang disebut “Syafaat Nabi saw”.
Syafa’at ini adalah do’a yang Rasulallah saw simpan untuk umatnya di hari kiamat nanti. Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah ra sesungguhnya Nabi saw bersabda, “Setiap Nabi memiliki do’a (mustajab) yang digunakan untuk berdo’a dengannya. Aku ingin menyimpan do’aku tersebut sebagai syafa’at bagi umatku di akhirat nanti.”.
Maka sepatutnya kita sebagai umat Muhammad meyakini wujud syafa’at Nabi saw di hari kebangkitan, disaat manusia dikumpulkan di padang Mahsyar dengan iman dan keyakinan yang kuat, mengetahui apa yang diimani, bukan hanya sekedar angan-angan dan kepercayaan.
Sekarang apa itu Syafa’at?
Kata syafa’at telah disebutkan berulang kali dalam hadits Nabi saw baik yang berkaitan dengan urusan dunia maupun akhirat. Ibnul Atsir mengatakan, ”Yang dimaksud dengan Syafa’at adalah meminta untuk diampuni dosa dan kesalahan di antara mereka.”
Contohnya, manusia banyak berbuat dosa selama hidupnya di dunia. Di hari kiamat mereka tidak bisa terhidar dari hisab atau perhitungan yang harus dipertanggung jawabkan. Mereka berharap agar ada orang yang bisa menolongnya, tapi sia sia belaka. Karena hari itu adalah hari yang sangat dahsyat. Mereka akan menemui musibah dan kesusahan yang tidak mampu untuk dihindarkan oleh seorang pun, hanya ada secerah harapan berupa syafa’at yaitu perantara atau penghubung yang bisa menyelesaikan hajatnya. Di sana mereka meminta pertolongan kepada Allah melalui syafa’at. Akhirnya, orang-orang saat itu mendapatkan ilham untuk meminta syafa’at kepada para Nabi agar bisa menghilangkan musibah dan kesulitan yang menimpah diri mereka saat itu.
Sekarang mari kita ikuti kisah syafa’at Nabi saw yang dikenal dengan Syafa’at al-‘Uzhma  dalam hadits yang cukup panjang. Kisah ini terjadi ketika semua makhluk  berkumpul di padang masyhar. Imam Bukhari meriwayatkan hadits ini dari Anas bin Malik ra, sesungguhnya Rasulallah saw bersabda, bahwa pada hari kiamat Allah mengumpulkan seluruh makhluk di satu tempat yang luas. Manusia pada saat itu berada dalam kesusahan dan kesedihan. Mereka tidak kuasa menahan dan memikul beban pada saat itu.
Kemudian mereka mendatangi Nabi Adam as, lalu berkata, “Wahai Adam, berilah syafa’at untuk anak cucumu” Adam as berkata, ”Sesungguhnya aku tidak bisa memberi syafa’at untuk kalian pada hari ini. Pergilah kalian kepada Ibrahim as, sesungguhnya ia adalah kekasih Allah (Khalilullah)”. Kemudian mereka mendatangi Ibrahim as. Lalu ia berkata kepada mereka, “Sesungguhnya aku tidak bisa memberi syafa’at untuk kalian pada hari ini. Pergilah kalian kepada Musa, sesungguhnya Allah telah berbicara langsung kepadanya (Kalimullah)”. Kemudian mereka mendatangi Musa as. Lalu ia berkata, “Aku tidak bisa memberi syafa’at pada kalian hari ini. Pergilah kalian kepada Isa, sesungguhnya ia adalah ruh Allah dan kalimat-Nya”. Kemudian mereka mendatangi Isa as. Lalu ia berkata, “Aku tidak bisa memberi syafa’at untuk kalian pada hari ini. Pergilah kalian kepada Muhammad!”
kemudian mereka mendatangiku. Lalu aku berkata, ”Aku memberi syafaat untuk kalian pada hari ini”. kemudian aku pergi meminta izin kepada Allah. Setelah diizinkan aku berdiri dihadapan-Nya. Kemudian Allah memberi ilham padaku dengan pujian dan sanjungan untuk-Nya yang belum pernah Allah beritahukan kepada seorang pun sebelumku. Kemudian aku tersungkur bersujud dihadapan-Nya.  Lalu Dia berfirman, ”Wahai Muhammad, angkatlah kepalamu, katakanlah pasti engkau akan didengar, mintalah pasti engkau akan diberi, berilah syafa’at pasti akan dikabulkan”. Lalu aku mengangkat kepalaku. Kemudian aku berkata, ”Ya Allah, Ummati, Ummati (umatku, umatku).”.  Maka Dia berfirman, ”Wahai Muhammad, pergilah dan keluarkanlah umatmu dari neraka siapa yang di hatinya memiliki sebesar biji gabah atau gandum dari keimanan”.
Kemudian aku pergi dan aku lakukan apa yang diperintahkan, lalu aku kembali lagi kepada Allah dan memuji-Nya dengan pujian dan sanjungan untuk-Nya. Kemudian aku bersujud kepada-Nya, lalu dikatakan kepadaku seperti dikatakan semula. Kemudian aku berkata, ”Ya Allah, ummati ummati (ummatku ummatku). Kemudian dikatakan kepadaku, ”Pergilah, dan keluarkanlah umatmu dari neraka siapa yang di hatinya memiliki sebiji sawi dari keimanan”. Kemudian aku lakukan sebagaimana aku lakukan pertama. Lalu aku kembali lagi kepada Allah dan aku lakukan sebagai mana yang telah aku lakukan semula. Kemudian dikatakan kepadaku ”Angkatlah kepalamu” sebagaimana dikatakan kepadaku pertama kali. Lalu aku katakan ”Ya Allah, ummati ummati (umatku ummatku). Kemudian dikatakan kepadaku ”pergilah dan keluarkanlah umatmu dari neraka siapa yang dihatinya terdapat lebih kecil dari biji sawi dari keimanan”. Kemudian aku pergi dan melakukan apa yang diperintahkan. Lalu aku kembali kepada Allah untuk yang keempat kalinya. Lalu aku memuji-Nya dengan berbagai pujian dan sanjungan untuk-Nya. Kemudian aku bersujud kepada-Nya, lalu dikatakan kepadaku ”Wahai Muhammad, angkatlah kepalamu, katakanlah pasti engkau akan didengar, mintalah pasti engkau akan diberi, berilah syafa’at pasti akan dikabulkan”. Lalu aku katakan ”Ya Allah, izinkanlah aku agar bisa mengeluarkan umatku dari neraka bagi yang telah mengucapkan La Ilaha Ilallah (tidak ada Tuhan selain Allah). Kemudian Allah berfirman, ”Ya Muhammad, sesungguhnya hal itu bukan bagimu atau hal itu bukan atasmu. Akan tetapi demi Kemulian-Ku, Keluhuran-Ku, Kesombongan-Ku, dan Kebesaran-Ku, Aku pasti akan keluarkan umatmu dari neraka siapa yang telah mengucapkan La Ilaha Illallah”.


C.        


Kesimpulan
Manusia merupakan mahluk yang paling sempurna yang diciptakan oleh Allah Swt, salah satu bentuk kesempurnaannya adalah manusia diberi akal. Ini yang menjadi pembeda antra manusia dengan yang lainnya dan merupakn modal yang sangat berharga bagi manusia. Maka manusia harus memanfaatkan betul apa yang telah menjadi kelebihannya itu, sehingga derajat manusi menjadi tinggi.
Semua amal perbuatan manusia akan di mintai pertanggung jawaban oleh sang maha pencipta. Ini sudah menjadi sebuah konsekwensi logis dari seorang hamba yang telah berani menerima amanat dari Allah swt sebagai khalifah, yang di berikan tanggung jawab lebih dari mahluk lainnya.
Perbuatan yang dilakukan oleh manusia sekecil apapun tidak akan pernah lepas dari pengawasan dan catatan kedua malaikatnya. Maka dari itu kita harus selalu menjaga agar segala amal perbuatan kita selalu di jalan yang di kehendaki oleh Allah.
Pertama syafa’at  kecuali dengan izin tidak ada seorang pun yang dapat memberi  Allah. Contohnya makhluk yang paling mulia dan penutup para Nabi yaitu Rasulallah saw, disaat ingin memberi syafaat kepada umatnya yang sedang mengalami kesulitan di padang mahsyar pada hari kiamat, beliau tersungkur dan bersujud di Arsy di hadapan Allah, beliau memohon kepada-Nya. Beliau tidak lepas dari sujudnya sampai dikatakan pada beliau, “Angkatlah kepalamu. Mintalah pasti engkau akan didengar. Berilah syafa’at pasti akan dikabulkan“.
Kedua betapa mulianya kedudukan Rasulallah saw di sisi Allah, sehingga tidak ada satu nabi pun yang mampu memberi syafa’at kepada manusia di padang Mahsyar kecuali Nabi saw. Itulah bukti nyata kecintaan Allah kepada Nabi saw, cinta yang tidak berkesudahan. Dari kecintaan-Nya kepada beliau, apa yang dipintanya dikabulkan.
Ketiga, hadits di atas bisa pula dijadikan bukti nyata akan kecintaan sejati Nabi saw terhadap umatnya. Cinta sejati beliau terhadap umatnya dibawa sampai ke padang Mahsyar, ketika manusia dalam keadaan sangat gawat. Ketika manusia dimintai pertanggung jawaban atas semua perbuatannya, ketika para nabi menolak dimintai syafa’at (pertolongan) oleh umatnya. di saat itulah Rasulullah saw justru tidak meninggalkan ummatnya. Beliau tersungkur dan bersujud di Arsy di hadapan Allah, beliau memohon kepada-Nya. Allah berkata, ”Wahai Muhammad, angkatlah kepalamu, mintalah pasti engkau akan diberi, berilah syafa’at pasti akan dikabulkan”. Lalu beliau mengangkat kepalanya dan tidak ada yang dikatakan Nabi saw kecuali, ”Ya Allah , umati, umati”.


Daftar Pustaka

Abdillah, Muhammad. 2003. Shahih Bukhori. Semarang. Thoha Pres

Abdul Baqi, Muhammad Fuad. 1979. Al-Lu’lu ; Warmarjan. Surabaya. PT Bima Pres

Ash Shiddieqy, Hasby. 1974. Sejarang dan Pen

Sumber : www.bungsucikal.com