Kamis, 04 April 2013

Hadits Cinta Sesama Muslim


BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Kedudukan Hadits (sunnah) dalam islam sebagai sumber hukum. Para ulama juga telah berkonsensus dasar hukum Islam adalah Al-Qur’an dan sunnah. Dari segi urutan tingkatan dasar Islam ini sunnah menjadi dasar hukum Islam (tasyri’iyyah) kedua setelah Al-Qur’an.
ﺘﺭﻜﺕ ﻓﻴﻜﻡ ﺃﻤﺭﻴﻥ ﻠﻥﺘﻀﻠﻭﺍ ﻤﺎﺘﻤﺴﻜﺘﻡ ﺒﻬﻤﺎ ﻜﺘﺎﺏﺍﻠﻠﻪ ﻭﺴﻨﺘﻲ ﴿ ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻠﺤﺎﻜﻡ ﻭﻤﺎﻠﻙ ﴾
Aku tinggalkan pada kalian dua perkara, kalian tidak akan sesat selama berpegang teguh kepada keduanya yaitu Kitab Allah dan Sunnahku. (H.R. Al-Hakim dan Malik).
Dalam makalah ini akan membahas hadits tentang cinta sesama muslim sebagian dari iman, yaitu kita harus mencintai sesama muslim sebagaimana kita mencintai diri sendiri dan karena Allah SWT.

B.   Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan ditulisnya makalah ini yaitu agar kita dapat mengetahui isi kandungan atau penjelasan dari hadits tentang cinta sesama muslim sebagian dari iman.












BAB II
CINTA SESAMA MUSLIM SEBAGIAN DARI IMAN


ﻋﻥ ﺃﻧﺲ ﺭﻀﻲﺍﻠﻠﻪﻋﻨﻪﻋﻥﺍﻠﻨﺒﻲﺼﻠﻰﺍﻠﻠﻪﻋﻠﻴﻪ ﻭﺴﻠﻡ ﻗﺎﻝ: ﻻﻴﺅﻤﻥﺃﺤﺩﻜﻡ ﺤﺘﻰﻴﺤﺏﻷﺨﻴﻪ ﻤﺎﻴﺤﺏ ﻟﻨﻔﺴﻪ ﴿ ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻠﺒﺨﺎﺭﻯﻭﻤﺴﻟﻡ ﻭﺃﺤﻤﺩ ﻭﺍﻠﻨﺴﺎﺉ ﴾

Dari Anas r.a berkata bahwa Nabi SAW bersabda, “Tidaklah termasuk beriman seseorang diantara kamu sehingga mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri”.
(H.R. Bukhari, Muslim, Ahmad, dan Nasa’i)

A. Biografi Perawi
Anas bin Malik, nama lengkapnya adalah Anas Ibn Malik Ibn Nazhar Al-Anshary Al-Khazary. Dia menerima 2.286 hadits.[Taysir Mushthalah Al Hadits, 199]
            Ia menerima hadits dari Nabi SAW., Abu Bakar, Umar, Utsman, Abdullah Ibn Ruwahah, Fathimah Az-Zahra, Tsabit Ibn Qais Ibn Syams, Abd Ar-Rahman Ibn Auf, Ibn Mas’ud, Malik Ibn Sha’shah, Abu Dzar, Ubai Ibn Ka’ab, Abi Thalhah, Abu Bakar, Ibn Abdullah Al-Mazani, Qatadah, Muhammad Ibn Sirin, Az-Zuhri, Ruba’ah Ibn Abd Ar-Rahman, dan lain-lain.
            Ia adalah pelayan Rasulullah SAW, dan telah mengabdi kepadanya selama 10 tahun. Ia meninggal dunia pada tahun 92 atau 93 atau tahun 100 H. [Tahdzib At-Tahdzib, 39].
            Menurut Az-Zuhri yang diterima dari Anas Ibn Malik ia berkata, “Rasulullah SAW datang ke madinah ketika usiaku 10 tahun. Kemudian ibuku menjadikan aku sebagai pelayan atau pembantu Rasulullah SAW”.
            Ja’far Ibn Sulaiman Adz-Dzahaby dari Tsabit, dari Anas berkata, ”Ummu Sulaim (ibu Anas) telah membawaku kehadapan Rasulullah SAW, ketika aku masih kecil, lalu Ummu Sulaim berkata kepada Nabi SAW, Ya Rasulullah SAW berdo’alah kepada Allah untuknya, maka Rasulullah SAW berdo’a. ”Ya Allah perbanyaklah harta dan keturunannya dan masukkanlah ia ke surga”.
Ayyub dari Abu Qilabah dari Anas berkata,”Aku telah mengikuti Rasulullah SAW pada saat perjanjian di Hudaibiyah, umrah, haji, futuh Mekah, perang Hunain dan Thaif”.
Ali Ibn Ju’di dari Syu’bah dari Tsabit berkata,”Abu Hurairah berkata,’Aku tidak melihat seorangpun yang menyerupai shalat Rasulullah SAW, kecuali Ibn Ummu Sulaim (Anas Ibn Malik)”.
Al-Anshari berkata,”Telah menceritakan kepada kami Ibn Auf dari Musa Ibn Abbas bahwa Abu Bakar ketika menjadi khalifah mengutus Anas Ibn Malik untuk datang ke bahrain sebagai pengurus (gubernur) di sana, padahal Anas Ibn Malik masih berusia muda. Menurut Abu Bakar, ia mengutusnya karena Anas Ibn Malik adalah cerdik dan seorang penulis wahyu”. Menurut Ali Ibn Al-Madani, ”Anas termasuk seorang sahabat Rasulullah SAW lainnya. [Ibid 1, 376-379].

B. Penjelasan Hadits
            Seorang mukmin yang ingin mendapat ridha Allah SWT harus berusaha untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang diridhai-Nya, salah satunya adalah mencintai sesama saudaranya seiman seperti ia mencintai dirinya, sebagaimana dinyatakan dalam hadits diatas.
Namun demikian, hadits di atas tidak dapat diartikan bahwa seorang mukmin yang tidak mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya berarti tidak beriman. maksud pernyataan ﻻﻴﺅﻤﻥﺃﺤﺩﻜﻡ pada hadits di atas ”tidak sempurna keimanan seseorang” jika tidak mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri. jadi, pada hadits tersebut berhubungan dengan ketidaksempurnaan.
            Hadits di atas juga menggambarkan bahwa Islam sangat menghargai persaudaraan dalam arti sebenarnya. Persaudaraan yang datang dari hati nurani, yang dasarnya keimanan dan bukan hal-hal lain, sehingga betul-betul merupakan persaudaraan murni dan suci. Persaudaraan yang akan abadi seabadi imannya kepada Allah SWT. Dengan kata lain, persaudaraan yang didasarkan lillah, sebagaimana diterangkan dalam banyak hadits tentang keutamaan orang yang saling mencintai karena Allah SWT diantaranya:
ﻋﻥ ﺃﺒﻰﻫﺭﻴﺭﺓ ﺭﻀﻲﺍﻠﻠﻪﻋﻨﻪ ﻗﺎﻝ: ﻗﺎﻝ ﺭﺴﻭﻝﺍﻠﻠﻪ ﺼﻠﻰﺍﻠﻠﻪﻋﻠﻴﻪ ﻭﺴﻠﻡ:ﺇﻥﺍﻠﻠﻪﺘﻌﺎﻠﻰ ﻴﻘﻭﻝ ﻴﻭﻡ ﺍﻠﻘﻴﺎﻤﺔ : ﺃﻴﻥﺍﻠﻤﺘﺤﺎﺒﻭﻥ ﺒﺠﻼﻠﻰﺍﻠﻴﻭﻡ ﺃﻅﻠﻬﻡ ﻓﻰﻅﻠﻲ ﻴﻭﻡ ﻻﻅﻝ ﺇﻻ ﻅﻠﻰ ﴿ ﺭﻭﺍﻩ ﻤﺴﻟﻡ﴾
Artinya :
”Abu Hurairah berkata, Rasulullah SAW bersabda, ’Pada hari kiamat Allah SWT akan berfirman Dimanakah orang yang saling terkasih sayang karena kebesaran-Ku, kini Aku naungi di bawah naungan-Ku, pada saat tiada naungan kecuali naungan-Ku” (H.R. Muslim).
            Orang yang mencintai saudaranya karena Allah akan memandang bahwa dirinya merupakan salah satu anggota masyarakat, yang harus membangun suatu tatanan untuk kebahagiaan bersama. Apapun yang dirasakan oleh saudaranya, baik kebahagiaan maupun kesengsaraan, ia anggap sebagai kebahagiaan atau kesengsaraan juga. Dengan demikian, terjadi keharmonisan hubungan antar individu yang akan memperkokoh persatuan dan kesatuan. Dalam hadits lain Rasulullah SAW menyatakan :
ﺇﻥﺍﻠﻤﺅﻤﻥ ﻠﻠﻤﺅﻤﻥ ﻜﺎﻠﺒﻨﻴﺎﻥ ﻴﺸﺩ ﺒﻌﻀﻬﻡ ﺒﻌﻀﺎ﴿ ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻠﺒﺨﺎﺭﻯﻭﻤﺴﻟﻡ﴾
Artinya :
”Sesungguhnya antara seorang mukmin dengan mukmin lainnya bagaikan bangunan yang saling melengkapi (memperkokoh) satu sama lainnya”. (HR. Bukhari dan Muslim).
            Masyarakat seperti itu, telah dicontohkan pada zaman Rasulullah SAW. Kaum Anshar dengan tulus ikhlas menolong dan merasakan penderitaan yang dialami oleh kaum Muhajirin sebagai penderitaannya. Perasaan seperti itu bukan didasarkan keterkaitan darah atau keluarga, tetapi didasarkan pada keimanan yang teguh. Tak heran kalau mereka rela memberikan apa saja yang dimilikinya untuk menolong saudaranya dari kaum Muhajirin, bahkan ada yang menawarkan salah satu istrinya untuk dinikahkan kepada saudaranya dari Muhajirin.
            Persaudaraan itu sungguh mencerminkan betapa kokoh dan kuatnya keimanan seseorang. Ia selalu siap menolong saudaranya seiman tanpa diminta, bahkan tidak jarang mengorbankan kepentingannya sendiri demi menolong saudaranya. Perbuatan baik seperti itulah yang akan mendapat pahala besar disisi Allah SWT yakni memberikan sesuatu yang sangat dicintainya kepada saudaranya, tanpa membedakan antara saudaranya seiman dengan dirinya sendiri.
Allah SWT berfirman:


”Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya”. (Q.S. Ali-Imran:92).
            Sebaliknya, orang-orang mukmin yang egois yang hanya mementingkan dirinya sendiri, pada hakikatnya tidak memiliki keimanan yang sesungguhnya. Hal ini karena perbuatan seperti itu merupakan perbuatan orang kufur dan tidak disukai Allah SWT. Tidaklah cukup dipandang mukmin yang taat sekalipun khusuk dalam shalat atau melaksanakan semua rukun Islam bila ia tidak peduli terhadap nasib saudaranya seiman.
            Namun demikian, dalam mencintai seorang mukmin, sebagaimana dikatakan di atas, harus didasari lillah. Oleh karena itu, harus tetap memperhatikan rambu-rambu syara’. Tidaklah benar, dengan alasan mencintai saudaranya seiman sehingga ia mau menolong saudaranya tersebut dalam berlaku maksiat dan dosa kepada Allah SWT.
            Sebaiknya dalam mencintai sesama muslim harus mengutamakan saudara-saudara seiman yang betul-betul taat kepada Allah SWT.
            Rasulullah SAW memberikan contoh siapa saja yang harus terlebih dahulu dicintai, yakni mereka yang berilmu, orang-orang terkemuka, orang-orang yang suka berbuat kebaikan, dan lain-lain sebagaimana diceritakan dalam hadits :
ﻋﻥﻋﺒﺩﺍﻠﻠﻪﺍﺒﻥﻤﺴﻌﻭﺩ ﺭﻀﻲﺍﻠﻠﻪﻋﻨﻪ ﻗﺎﻝ: ﻗﺎﻝ ﺭﺴﻭﻝﺍﻠﻠﻪ ﺼﻠﻰﺍﻠﻠﻪﻋﻠﻴﻪ ﻭﺴﻠﻡ:ﻠﻴﻠﻴﻨﻰﻤﻨﻜﻡ ﺍﻭﻠﻭﺍ ﺍﻷﺤﻼﻡ ﻭﺍﻠﻨﻬﻰﺜﻡ ﻴﻠﻭﻨﻬﻡ ﺜﻼﺜﺎ ﻭﺇﻴﺎﻜﻡ ﻭﻫﻴﺸﺎﺕ ﺍﻷﺴﻭﺍﻕ ﴿ ﺭﻭﺍﻩ ﻤﺴﻟﻡ﴾
Artinya :
”Dari Abdullah Ibn Mas’ud r.a. ia berkata Rasulullah SAW bersabda Hendaknya mendekat kepadaku orang-orang dewasa dan yang pandai, ahli-ahli pikir. Kemudian berikutnya lagi. Awaslah! Jangan berdesak-desakan seperti orang-orang pasar”. (H.R. Muslim).
            Hal itu tidak berarti diskriminatif karena Islam pun memerintahkan umatnya untuk mendekati orang-orang yang suka berbuat maksiat dan memberikan nasihat kepada mereka atau melaksanakan amar ma’ruf dan nahi munkar.
            Kecintaan yang hakiki yang didasarkan karena Allah ialah apabila seseorang itu tidaklah mencintai orang lain itu karena pribadi (dzat)nya orang itu, tetapi semata-mata karena mengingat keuntungan-keuntungannya yang akan diperoleh di akhirat dari sahabatnya itu. Misalnya seseorang yang mencintai gurunya, sebab dengan guru itu  ia dapat memperoleh perantara guna menghasilkan ilmu pengetahuan serta memperbaiki amalannya, sedang tujuan utamanya ialah bahwa dengan ilmu pengetahuan dan amalan yang dilakukannya itu hanyalah untuk akhirat belaka. Orang yang sedemikian inilah yang termasuk dalam golongan para pencinta untuk mencari keridhaan Allah saja. [Ihya Ulumuddin, 344-347].
            Apabila seseorang itu menikahi seorang wanita yang shalih, yang dengan demikian itu dimaksudkan agar dirinya dapat terhindar dan terjaga dari godaan syaitan dan guna menjaga agamanya atau agar nantinya dapat dikaruniai anak yang shalih, maka orang ini termasuk mencintai karena Allah SWT.
            Selanjutnya perlu kita maklumi, bahwa apabila kecintaan karena Allah sudah benar-benar kuat dalam jiwa seseorang, maka itulah yang akan membawa saling menghargai, suka menolong dan dermawan untuk membelanjakan segala yang dimiliki, baik jiwa, harta, ucapan yang berupa nasihat yang baik dan terpuji. Oleh sebab itu dapat disimpulkan dari uraian di atas, bahwa seseorang yang mencintai karena Allah SWT tentula ia  memperoleh pahala dan karunia menurut kadar besar kecilnya atau sampai dimana kekuatan kecintaan yang dibuktikan oleh dirinya.
BAB III
PENUTUP

            Salah satu tanda kesempurnaan iman seorang mukmin adalah mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri. Hal itu direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari dengan berusaha untuk menolong dan merasakan kesusahan maupun kebahagiaan saudaranya seiman yang didasarkan atas keimanan yang teguh kepada Allah SWT.
























DAFTAR PUSTAKA

Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag. 2009. Ulumul Hadits. Cet. ke-3 Jakarta: Amzah
Prof. DR. H. Rachmat Syafe’i M.A. 2000. Al-Hadits (Aqidah, Akhlaq, Sosial dan Hukum). Cet, ke-3 Bandung: Cv. Pustaka setia
Al-Allamah Almarhum Asysyaikh Muhammad Jamaluddin Alqasimi Addimasyqi. Mau’idzatul Mukminin Ihya Ulumudin. Al-Maktabah At-Tijjariyah Al-Kubro























KATA PENGANTAR



 






Segala puji penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah membimbing manusia dengan petunjuk-petunjuk-Nya. Demikian juga penulis bersyukur kepada-Nya yang telah memudahkan penulisan, dan penyajian makalah hingga dapat terselesaikan.
Tidak lupa shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang merupakan inspirator terbesar dalam segala keteladanannya.
Makalah yang berjudul ”Cinta Sesama Muslim Sebagian dari Iman” dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mandiri mata kuliah Hadits I.
 Makalah ini dianjurkan untuk dibaca oleh semua mahasiswa pada umumnya sebagai penambah pengetahuan dan pemahaman maksud dari hadits ini.
Akhirnya penulis sampaikan terima kasih atas perhatiannya terhadap makalah ini, dan penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca yang budiman pada umumnya.
Tentunya dalam penulisan makalah ini dengan segala keterbatasan, tidak lepas dari kekurangan, tetapi penulis telah berusaha semaksimal mungkin untuk meminimalisir kekurangan-kekurangan tersebut. Oleh karena itu, sangat diharapkan kritik dan saran dari para pembaca demi kesempurnaan penulisan pada masa-masa berikut.


Kuningan,   Juni 2012




                                                                                                          Penulis

DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR ………………………………………………………
i
DAFTAR ISI ………………………………………………………………..
ii
BAB
I
:
PENDAHULUAN………………………………………….
1



A.  Latar Belakang ……………………………………….
1



B.  Maksud dan Tujuan ………………………………….
1
BAB
II
:
CINTA SESAMA MUSLIM SEBAGIAN DARI IMAN …
2



A.  Biografi Perawi .......................................................
2



B.  Penjelasan Hadits ..................................................
3
BAB
III
:
PENUTUP ...................................................................
7
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................
8


















Kandungan Hadits :
CINTA SESAMA MUSLIM SEBAGIAN DARI IMAN

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mandiri
Mata Kuliah Hadits I
Dosen : Uhandi, S.Ag.,M.Si











Disusun oleh :
Nama : Abas Basari
Program Studi : S1 PAI
Tingkat / Semester : I / II


  SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
 (STAI) AL-IHYA KUNINGAN
  2012


Jalan Mayasih No. 11 Cigugur - Kuningan



Tidak ada komentar:

Posting Komentar