Selasa, 28 Mei 2013
Rumah Tangga Idaman
Rumah Tangga Sebuah Amanah
Kewajiban paling utama, tanggung jawab paling besar, dan amanah paling berat adalah pendidikan terhadap keluarga dan bimbingan untuk rumah tangga, berawal dari diri sendiri kemudian istri, anak-anak , dan kerabatnya. Inilah yang dimaksud firman Alloh:
يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ قُوٓاْ أَنفُسَكُمۡ وَأَهۡلِيكُمۡ نَارً۬ا وَقُودُهَا ٱلنَّاسُ وَٱلۡحِجَارَةُ عَلَيۡہَا مَلَـٰٓٮِٕكَةٌ غِلَاظٌ۬ شِدَادٌ۬ لَّا يَعۡصُونَ ٱللَّهَ مَآ أَمَرَهُمۡ وَيَفۡعَلُونَ مَا يُؤۡمَرُونَ (٦)
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api naar yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa ang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.
(QS. 66:6)
Pendidikan keluarga bukan sekedar kegiatan sambilan, pemikiran sedeharna, atau upaya ala kadarnya. Namun pendidikan keluarga merupakan kebutuhan asasi dan masalah yang sangat urgen serta memiliki konsekuensi jauh ke depan dalam menentukan masa depan rumah tangga. Seorang muslim harus bertanggung jawab atas segala kekurangan dan kesesatan yang terjadi di tengah keluarganya. Dari Ibnu Umar Rodhiyalloohu ‘Anhuma berkata: aku mendengar Rosulullooh Shololloohu ‘alaihi wassallam bersabda:
“Kamu sekalian adalah pemimpin, dan akan diminta tanggung jawab atas kepimpinannya, seorang imam adalah pemimpin, dan akan diminta tanggung jawab atas kepemimpinannya dan seorang laki-laki adalah pemimpin dan akan diminta tanggung jawab atas atas kepemimpinannya, dan wanita adalah penanggung jawab terhadap rumah suaminya dan akan diminta tanggung jawabnya, serta pembantu penanggung jawab atas harta benda majikannya dan akan diminta tanggung jawabnya”.
(Shohih, diriwayatkan oleh Bukhori dalam Shohih-nya: 893, 2409, 2554, 2558, 2571, 5188, dan 7138. Muslim dalam Shohih-nya: 4701, dan Tirmidzi dalam Sunan-nya: 1705)
Kewajiban paling utama, tanggung jawab paling besar, dan amanah paling berat adalah pendidikan terhadap keluarga dan bimbingan untuk rumah tangga, berawal dari diri sendiri kemudian istri, anak-anak , dan kerabatnya. Inilah yang dimaksud firman Alloh:
يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ قُوٓاْ أَنفُسَكُمۡ وَأَهۡلِيكُمۡ نَارً۬ا وَقُودُهَا ٱلنَّاسُ وَٱلۡحِجَارَةُ عَلَيۡہَا مَلَـٰٓٮِٕكَةٌ غِلَاظٌ۬ شِدَادٌ۬ لَّا يَعۡصُونَ ٱللَّهَ مَآ أَمَرَهُمۡ وَيَفۡعَلُونَ مَا يُؤۡمَرُونَ (٦)
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api naar yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa ang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.
(QS. 66:6)
Pendidikan keluarga bukan sekedar kegiatan sambilan, pemikiran sedeharna, atau upaya ala kadarnya. Namun pendidikan keluarga merupakan kebutuhan asasi dan masalah yang sangat urgen serta memiliki konsekuensi jauh ke depan dalam menentukan masa depan rumah tangga. Seorang muslim harus bertanggung jawab atas segala kekurangan dan kesesatan yang terjadi di tengah keluarganya. Dari Ibnu Umar Rodhiyalloohu ‘Anhuma berkata: aku mendengar Rosulullooh Shololloohu ‘alaihi wassallam bersabda:
“Kamu sekalian adalah pemimpin, dan akan diminta tanggung jawab atas kepimpinannya, seorang imam adalah pemimpin, dan akan diminta tanggung jawab atas kepemimpinannya dan seorang laki-laki adalah pemimpin dan akan diminta tanggung jawab atas atas kepemimpinannya, dan wanita adalah penanggung jawab terhadap rumah suaminya dan akan diminta tanggung jawabnya, serta pembantu penanggung jawab atas harta benda majikannya dan akan diminta tanggung jawabnya”.
(Shohih, diriwayatkan oleh Bukhori dalam Shohih-nya: 893, 2409, 2554, 2558, 2571, 5188, dan 7138. Muslim dalam Shohih-nya: 4701, dan Tirmidzi dalam Sunan-nya: 1705)
Keluarga yang baik merupakan nikmat yang paling agung dan karunia yang paling berharga dan tidak ada yang mampu menghargai dan mengenali nilainya kecuali orang yang telah memiliki keluarga hancur dan rumah tangga berantakan sehingga kehidupan laksana terkurung oleh hawa neraka, dan hari-harinya hampir diwarnai perih dan pilu karena keluarga berantakan.
Bekal Membina Rumah Tangga
Ketahuilah bahwa berbagai macam problem kehidupan dalam rumah tangga sering timbul akibat kebodohan terutama terhadap ilmu agama. Dan sebagai obatnya adalah belajar, sebagaimana sabda Nabi Shololloohu ‘alaihi wassallam kepada para sahabat Rodhiyalloohu ‘Anhuma:
“Mengapa mereka tidak bertanya jika tidah tahu? Sesungguhnya obat kebodohan adalah bertanya”.
(Hasan, diriwayatkan Imam Abu Dawud dalam Sunan-nya: 337 dan Ibnu Majah dalam Sunan-nya:572. Dan dihasankan syaikh al-Albani dalam Shohih Sunan Abu Dawud: 337)
Kedunguan hati dari ilmu dan kebisuan lisan dari berbicara dinyatakan sebagai penyakit. Dan obatnya adalah bertanya kepada ulama, sehingga meraih ilmu yang bermanfaat, sebab ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang terpancar dari lentera Al-Qur’an dan as-Sunnah sesuai dengan pemahaman para sahabat dan tabi’in , termasuk perkara yang terkait dengan ma’rifat kepada Alloh, hukum halal-haram, zuhud, kebersihan hati dan akhlaq mulia, serta mengatur kehidupan rumah tangga.
Ilmu yang bermanfaat berfungsi sebagai pemusnah secara tuntas dua penyakit rohani yang paling berbahaya dan menjadi biang penyakit hati yaitu syubhat dan syahwat. Maka sebagai seorang pendidik, sebelum membina keluarganya, harus membekali dirinya dengan ilmu agama yang cukup. Sehingga dengan bekal ilmu agama yang bermanfaat, semua urusan rumah tangga menjadi mudah dan berdakwah di tengah keluarga menjadi lancar.
Apalagi bila ilmu telah meresap ke dalam hati maka akan melenyapkan penyakit syubhat dan syahwat, mencabut kedua penyakit itu sampai ke akar-akarnya. Ibaratnya orang yang sedang minum obat, segala macam kuman akan hancur dan musnah, sementara obat yang paling manjur adalah obat yang cepat meresap ke dalam tubuh dan tidak membuat kuman kebal, tetapi untuk memusnahkan.
Akhlaq Seorang Pendidik
Seorang pembina rumah tangga harus berilmu, berperangai lemah lembut, bersabar dalam mendidik, sehingga akan memberikan kesan yang baik pada keluarga, seperti firman Alloh Subhannahu Ta’ala:
فَبِمَا رَحۡمَةٍ۬ مِّنَ ٱللَّهِ لِنتَ لَهُمۡۖ وَلَوۡ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ ٱلۡقَلۡبِ لَٱنفَضُّواْ مِنۡ حَوۡلِكَۖ فَٱعۡفُ عَنۡہُمۡ وَٱسۡتَغۡفِرۡ لَهُمۡ وَشَاوِرۡهُمۡ فِى ٱلۡأَمۡرِۖ فَإِذَا عَزَمۡتَ فَتَوَكَّلۡ عَلَى ٱللَّهِۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلۡمُتَوَكِّلِينَ (١٥٩)
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.
(QS. Ali Imran [3]: 159)
Syaikhul islam Ibnu taimiyah Rohimahulloh berkata:
“Hendaknya tidak menyeru kebaikan dan melarang kemungkaran kecuali setelah memiliki tiga bekal: berilmu sebelum menyeru kebaikan dan melarang kemungkaran, berperangai lemah lembut ketika menyeru kebaikan dan melarang kemungkaran, serta bersabar setelah menyeru kebaikan dan melarang kemungkaran.”
(al-Amr bil Ma’ruf wan Nahyu ‘anil Munkar, Ibnu Taimiyah, hal. 57)
Hendaknya seorang pendidik paling terdepan dalam memberi contoh karena sangat berat ancaman orang yang tidak konsekuen terhadap ajakannya, sebagaimana sabda Nabi Shololloohu ‘alaihi wassallam:
“Nanti pada hari kiamat ada seseorang didatangkan lalu dilemparkan ke dalam neraka, maka ususnya keluar. Lalu ia berputar-putar di sekitar penggilingan. Kemudian penghuni neraka mengerumuninya dan bertanya, ‘Hai Fulan, ada apa denganmu? Bukankah kamu yang menyeru kepada kebaikan dan melarang dari kemungkaran?’ Ia menjawab, ‘Ya, aku telah menyeru kepada kebaikan tetapi aku sendiri tidak mengerjakannya dan aku melarang orang dari kemungkaran tetapi aku sendiri mengerjakannya.”
(Shohih, diriwayatkan Imam Bukhori dalam Shohih-nya: 3267, 7098. Dan Imam Muslim dalam shohih-nya: 7408)
Hadits shohih di atas memberi petunjuk bahwa orang yang mengetahui kebaikan dan kemungakaran lalu melanggarnya lebih berat siksaannya daripada orang yang tidak mengetahuinya karena ia seperti orang yang menghina larangan Alloh dan meremehkan syari’at-Nya, sehingga ia termasuk ahli ilmu yang tidak bermanfaat ilmunya.
Wahai saudaraku, para suami…
Wahai sang suami, sungguh engkaulah pemegang kendali rumah tangga, ikatan pernikahan dan perjanjian yang berat, karena Alloh berfirman:
….. وَّاَخَذۡنَ مِنۡكُمۡ مِّيۡثَاقًا غَلِيۡظًا
Dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat.
(QS. 4:21)
Anda telah memikul tanggung jawab, memegang amanat dan beban rumah tangga. Hubungan penikahan merupakan kemuliaan bagi laki-laki dan perempuan, maka secara fitroh dan naluri masing-masing memiliki tugas hidup agar kehidupan rumah tangga berjalan normal dan lurus seperti firman Alloh:
ٱلرِّجَالُ قَوَّٲمُونَ عَلَى ٱلنِّسَآءِ بِمَا فَضَّلَ ٱللَّهُ بَعۡضَهُمۡ عَلَىٰ بَعۡضٍ۬ وَبِمَآ أَنفَقُواْ مِنۡ أَمۡوَٲلِهِمۡۚ فَٱلصَّـٰلِحَـٰتُ قَـٰنِتَـٰتٌ حَـٰفِظَـٰتٌ۬ لِّلۡغَيۡبِ بِمَا حَفِظَ ٱللَّهُۚ وَٱلَّـٰتِى تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَٱهۡجُرُوهُنَّ فِى ٱلۡمَضَاجِعِ وَٱضۡرِبُوهُنَّۖ فَإِنۡ أَطَعۡنَڪُمۡ فَلَا تَبۡغُواْ عَلَيۡہِنَّ سَبِيلاًۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلِيًّ۬ا ڪَبِيرً۬ا (٣٤)
Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka [laki-laki] atas sebahagian yang lain [wanita], dan karena mereka [laki-laki] telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.
(QS. An-Nisa’ [4]: 34)
Upayakanlah kendali rumah tangga, terutama isterimu, tetap berada di tanganmu. Jangan bersikap lemah dan tidak berwibawa serta tidak berdaya di hadapan tuntutan dan tekanan isterimu, akhirnya ia menghinamu, memperbudakmu, dan merendahkanmu sehingga kehidupan rumah tanggamu berantakan bagaikan neraka.
Begitu pula, jangan engkau menghinanya dan menzholiminya, serta menganggapnya seperti barang tak berguna, sebab sikap semena-mena terhadap orang yang lemah seperti isterimu menunjukkan kerdilnya sebuah kepribadian. Terimalah kebaikan yang telah diberikan kepadamu dengan senang hati dan bersabarlah atas berbagai kekurangannya, serta jangan mengangan-angankan kesempurnaan darinya karena dia diciptakan oleh Alloh dari tulang rusuk yang bengkok sebagaimana sabda Rosululloh Shololloohu ‘alaihi wassallam:
((إِنَّ الْمَرْأَةََ خُلِقَتْ مِنْ ضِلَعٍ, لَنْ تَسْتَقِيْمَ لَكَ عَلَى طَرِيْقَةٍ, فَإِنِ اسْتَمْتَعْتَ بِهَا اِسْتَمْتَعْتَ بِهَا وَفِيْهَا عِوَجٌ, وَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيْمُهَا كَسَرْتَهَا وَكَسْرُهَا طَلاَقُهَا))
“Sesungguhnya wanita diciptakan dari tulang rusuk, ia tidak bisa lurus bersamamu di atas satu jalan. Jika kamu menikmatinya maka kamu menikmatinya dalam kondisi bengkok, namun bila anda ingin meluruskannya, maka boleh jadi patah dan patahnya adalah talak.”
(Shohih, diriwayatkan Imam Muslim dalam Shohih-nya: 3631)
Wahai saudaraku, para isteri…
Setiap kesalahan yang dilakukan seorang isteri, perasaan mengikuti hawa nafsu, sikap terlalu cemburu, atau was-was hanya merupakan bisikan setan dan bersumber dari lemahnya iman kepada Alloh, sehingga rumah tangga berubah meikan bagnjadi berantakan laksana neraka dan rumah tangga menjadi porak-poranda bagaikan bangunan disambar halilintar; akibatnya, semua pihak menyesali pernikahan tersebut. Atau boleh jadi karena kesalahan isteri menjadi penyebab talak (perceraian), kemudian jiwa menjadi goncang dan ditimpa kegelisahan yang sangat berat.
Betapa indahnya bila anda meluruskan hati, ahlak, dan tabiat ketika bergaul dengan suami dan kerabat suami anda. Betapa eloknya bila anda selalu menggunakan akal sehat dan kesabaran dalam setiap menghadapi urusan rumah tangga. Betapa mulianya ketika seorang isteri mampu menjadi pendamping setia bagi suami, dan betapa agung kedudukannya di hati sang suami bahkan ia mampu memikat perasaan suami ketika sang isteri berkata: “Aku mendengar dan mentaati”.
Semoga saudariku muslimah mendapa taufiq dan hidayah dengan etika Islam, mau menyempurnakan akal pikiran dengan ilmu dan ma’rifah, dan menyembuhkan hatinya dengan keimanan kepada Alloh, sehingga kehidupan penuh dengan suasana bahagia dan hidup bersama sang suami penuh dengan ketenangan dan ketentraman serta kegembiraan.
Wahai para isteri, tunaikanlah kewajibanmu terhadap suamimu, niscaya engkau akan mendapat kasih sayang dan cintanya!.
Kewajiban Seorang Suami
Kewajiban sebagai seorang suami banyak sekali namun yang terpenting antara lain:
1. Kewajiban materi meliputi pemberian nafkah, kebutuhan pakaian, dan kebutuhan pendidikan keluarga serta kebutuhan tempat tinggal
2. Tidak boleh memberatkan isteri dengan mengajukan berbagai tuntutan kebutuhan di luar kemampuannya, dan tidak boleh membuat suasana kacau karena permasalahan sepele, sebagaimana yang telah diwasiatkan Rosululloh Shololloohu ‘alaihi wassallam:
“Ingatlah dan berwasiatlah kepada wanita dengan kebaikan, karena mereka berada disisimu bagaikan pelayan, dan kalian tidak bisa memiliki lebih dari itu kecuali mereka telah melakukan perbuatan keji yang jelas.”(Shohih, diriwayatkan Tirmidzi dalam Sunan-nya: 1163 dan Ibnu Majah dalam Sunan-nya: 1851)
3. Kewajiban non materi seorang suami meliputi menggembirakan isteri dan bersikap lemah lembut dalam bertutur kata. Sang suami harus bermusyawarah dan mengambil pendapat sang isteri dalam rangka menunaikan kebaikan. Begitu juga, sang suami harus berterima kasih atas jerih payah isterinya, dan tidak boleh mendiamkan di atas tiga hari karena urusan keduniaan.
4. Hendaknya seorang suami memberi kesempatan bagi isterinya untuk beramal sholih, bersedekah dengan hartanya, memberi hadiah, menyambut tamu dari keluarga dan kerabatnya, serta setiap orang yang mempunyai hak atasnya.
5. Hendaknya mengambil waktu yang cukup untuk tinggal di rumah dan berusaha semaksimal mungkin menghindari keluar rumah tanpa tujuan dan sering berpergian, sering keluar rumah untuk bergadang tanpa manfaat, karena yang demikian itu bisa membawa kehancuran.
6. Hendaknya sang suami tidak melarang isterinya berkunjung kepada keluarga dan kerabatnya, asal tidak berlebihan.
7. Wanita dalah mahluk yang lemah, maka wajib bagi laki-laki memberi perhatian cukup, melarangnya keluar ke pasar dan lainnya seorang diri, dan harus menjauhkannya dari tempat yang ikhtilath (bercampur) dan kholwah (berduaan/menyepi) dengan laki-laki lain. Begitu juga seorang suami harus menjauhkan sasuatu yang merusak aqidah dan akhlaq keluarganya, dan menyingkirkan segala sarana maksiat yang menghancurkan kehormatan, seperti alat musik.
8. Seorang suami harus mengajarkan kepada isterinya ilmu agama dan mendidiknya di atas kebaikan, serta menyiapkan segala kebutuhannya dalam rangka meraih ilmu dan istiqomah dalam beragama sesuai dengan ajaran Alloh
Kewajiban Seorang Isteri
Di antara Kewajiban sebagai Seorang Isteri yang paling utama dan prinsip, antara lain:
1. Mentaati dan mematuhi perintah suami selagi tidak menganjurkan maksiat kepada Alloh, karena tidak ada ketaatan kepada mahluk bila menganjurkan kepada maksiat dan pelanggaran kepada Alloh, seperti sabda Rosululloh Shololloohu ‘alaihi wassallam:
“Tidak ada ketaatan bagi orang yang bermaksiat kepada Allah Subahanahu wa Ta’ala”. (Shahih. Diriwayatkan Muslim dalam Shahih-nya: 4840, at-Tirmidzi dalam Sunan-nya: 1707 dan Ibnu Majah dalam Sunan-nya: 2865 dengan lafazh Ibnu Majah serta dishahihkan Syaikh al-Albani.)
2. Dalam bidang materi, seorang isteri harus memberikan pelayanan fisik, baik yang berkaitan dengan kebutuhan pribadi suami atau rumah tangganya, sehingga ibadah nafilah (sunnah) menjadi gugur demi menunaikan tugas tersebut.
Dari Abu Hurairoh sesungguhnya Rosululloh Shololloohu ‘alaihi wassallam: bersabda:
“Tidak boleh bagi seorang isteri berpuasa (sunnat) sementara suami ada di rumah kecuali atas izinnya (suami), tidak boleh ia mengizinkan orang lain masuk rumahnya kecuali atas izinnya (suami), dan setiap harta suami yang diinfaqkan sang isteri tanpa seizinnya, maka sang suami mendapatkan pahala separuh baginya.” (Shohih, diriwayatkan Imam Bukhari dalam Shahih-nya: 2066 dan 5360, Imam Muslim dalam Shahih-nya: 2367 dan Abu Dawud dalam Sunan-nya: 1687, 2458).
3. Dalam bidang rohani, seorang isteri harus menjaga perasaan suami dan menciptakan suasana tenang dan kondusif dalam rumah tangga serta membantu meringankan beban dan penderitaan yang menimpa suaminya.
4. Dalam bidang kesejahteraan, seorang isteri harus mengingatkan suami tentang kebaikan, membantu dalam kebajikan dan ketaatan, membantu dalam bidang sosial, menyantuni fakir miskin dan membantu orang-orang yang lemah untuk memenuhi kebutuhan mereka.
5. Dalam bidang pendidikan, seorang isteri harus membantu suami dengan jiwa raga dan menerima segala nasehat dan arahannya. Begitu juga dia harus membantunya dalam mendidik dan meluruskan adab anak-anak serta menghindarkan sikap antipati dan masa bodoh terhadap masa depan pendidikan anak-anak.
6. Hendaklah seorang isteri tidak mengajukan tuntutan nafkah atau lainnya yang memberatkan suami atau mempersulit suami.
7. Tidak berkhianat dalam dirinya, harta benda suami dan rahasia-rahasianya.
Balasan Bagi Rumah Tangga yang Berhasil
Tiada amal sholih yang dianggap sia-sia oleh agama. Setiap kebaikan sekecil apapun pasti mendapat balasan. Setiap benih kebaikan yang disemai di ladang subur, pada musim panen pasti akan memetik hasilnya, maka suami dan isteri yang telah membina rumah tangga yang baik dan mengerahkan berbagai macam pengorbanan untuk mendidik keluarga. Alloh akan memberi balasan yang besar.
Cukuplah balasan nikmat baginya berupa sanjungan, pujian, dan pahala yang besar setelah wafatnya, seperti yang telah ditegaskan sebuah hadits dari Abu Hurairoh Rodhiyalloohu ‘anhu ia berkata bahwa Rosululloh Shololloohu ‘alaihi wassallam bersabda:
“Jika manusia meninggal maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara,: shodaqoh jariah, ilmu yang bermanfaat, dan anak sholih yang mendo’akannya.”
(HR. Bukhori 7/247 no.6514, dan Muslim 3/1016 no.1631)
Balasan yang lebih besar lagi, ia dikumpulkan di surga bersama para kekasih dan kerabatnya dalam satu tempat tinggal di surga, sebagai karunia dan balasan yang baik dari Alloh, seperti firman Allohu ta’ala:
وَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَٱتَّبَعَتۡہُمۡ ذُرِّيَّتُہُم بِإِيمَـٰنٍ أَلۡحَقۡنَا بِہِمۡ ذُرِّيَّتَہُمۡ وَمَآ أَلَتۡنَـٰهُم مِّنۡ عَمَلِهِم مِّن شَىۡءٍ۬ۚ كُلُّ ٱمۡرِىِٕۭ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ۬ (٢١)
Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka.Tiap-tiap manusia terikat dengan apayang dikerjakannya.
(QS. 52:21)
Pembinaan rumah tangga secara baik, mampu mengangkat martabat, memperbaiki nasib rezeki, mengukir prestasi, memelihara moral generasi, dan menanggulangi dekadensi sehingga membuat hati tenang dan jiwa lapang. Maka pembinaan harus berbasis penumbuhan kesadaran, keimanan, ketaqwaan dan pengendalian diri, serta mampu membentuk suasana damai dan mesra sehingga perasaan kasih sayang tumbuh subur. Allohu musta’an
Oleh Ust. Abu Ahmad bin Syamsyuddin
Diketik ulang oleh Ummu Tsaqiif al-Atsariyyah dari majalah Mawaddah Edisi 1 Tahun ke-1 (1428/2007)
Demikian tadi sahabat sedikit mengenai Rumah Tangga Idaman".Semoga Berguna dan bermanfaat saudaraku...
Senin, 27 Mei 2013
hisab dan syafaat nabi muhammad saw
Ketentuan tentang Hisab
Perbuatan yang kita
lakukan haruslah dilandasi oleh Tauhid
yang kuat dan benar. Kita harus ingat bahwa semua perbuatan yang kita kerjakan
akan kembali kepada kita sendiri, baik dan buruknya perbuatan kita itu akan
mencerminkan balasan yang akan di terima kita. Maka berbuat baik menjadi sebuah
keniscayaan kita sebagai umat manusia
bukan hanya sebuah kewajiban yang diperintahkan oleh Allah melalui Rasul-Nya
akan tetapi sebagai wujud manipestasi akidah kita. Landasan yang kuat akan dapat menghasilkan yang baik dan
tepat. Manusia sebagai mahluk sosial yang selalu berhubungan dengan yang
lainnya, tidak akan lepas dari tatanan aturan kehidupan. Semua tatanan
kehidupan yang kita kerjakan harus didasarkan pada sebuah keyakinan yang diyakini
kebenrannya.
Manusia selalu mengharapkan yang baik
dan menguntungkan baik secara langsung maupun tidak langsung. Namun amal
perbuatan yang dilakukan oleh manusia itu sendiri harus disandarkan pada sebuah
keyakinan yang kokoh yang di sebut dengan akidah dan di topang oleh prilaku (ahlaq)yang
mulia. Karena semua perbuatan yang kita lakukan akan di perhitungkan oleh Allah
Dzat yang maha adil. Tidak akan ada yang terlewatkan sedikitpun.
Hisab Atau Ketentuan Tentang Hisab
Manusia akan mengalami dua kali hidup dan dua kali mati.
Mati yang pertama adalah sebelum kita hidup di dunia ini. Sedangkan kematian
kedua adalah setelah kita hidup di dunia ini. Hidup yang pertama adalah
kehidupan kita di dunia ini. Dan kehidupan yang kedua adalah setelah kematian
kita dari kehidupan dunia ini. Kehidupan yang pertama adalah masa untuk menanam
amal shaleh. Kehidupan kedua adalah untuk menerima balasan dari kehidupan
pertama.
Sekarang adalah masa menanam amal shaleh untuk mati
nanti. Orang kafir, menganggap hari ini adalah masa menanam. Nasib hari akhir
nanti tergantung kepada tanaman hari ini. Orang yang tidak meyakini hari akhir
tidak akan beramal, maka ia tidak berbuat apa-apa. Maka nanti di
akhirat orang kafir terbelalak karena tidak mempunyai amal apa-apa. Maka tempat
kembalinya adalah ke nereaka. Surga dan nereka adalah tempat kehidupan manusia
yang kedua.
Ada beberapa kriteria manusia dalam memasuki neraka dan
surga.Ada orang yang sudah dijamin surga dan mereka sudah
diumumkan di dunia ini. Orang-orang ini diantaranya adalah sepuluh sahabat yang
dijamin masuk sorga oleh Rasululläh shallallähu ‘alaihi wa sallam. Mereka ialah
Abu Bakar radhiya alläh ‘anh, Umar bin Khatab radhiya alläh ‘anh, Utsman bin
Affan radhiya alläh ‘anh, Ali bin Abi Thalib radhiya alläh ‘anh, Thalhah
radhiya alläh ‘anh, Zubair bin ‘Awwan radhiya alläh ‘anh, Sa’ad bin Malik
radhiya alläh ‘anh, ‘Abdurrahman bin ‘Auf radhiya alläh ‘anh, dan Sa’id bin
Zaid radhiya alläh ‘anh.
Manakala ada yang sudah di jamin untuk masuk surga, di
sisi lain ada yang sudah pasti masuk neraka. Diantaranya adalah Abu Lahab.
Al-Qur`an menyatakan: “Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan Sesungguhnya Dia
akan binasa. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia
usahakan. Kelak Dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan (begitu pula)
istrinya, pembawa kayu bakar. Yang di lehernya ada tali dari sabut.” (QS.
Al-Lahab: 1-5)
Ada pula yang masuk surga namun harus dibersihkan
terlebih dahulu dari dosa-dosanya. Ini adalah orang yang memiliki keimanan,
namun ia banyak melakukan dosa. Manakalah dosa-dosanya telah dibersihkan dengan
siksaan, maka ia akan memasuki surga.
Ada yang menanam amal shaleh, namun ia juga menanam
perbuatan zhalim, seperti akan dijelaskan di depan. Di samping itu
ada pula yang menanam, namun ia pun berbuat syirik. Maka hancurlah amal
kebaikannya. “Dan Sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi)
yang sebelummu. “Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah
amalmu dan tentulah kamu Termasuk orang-orang yang merugi.”(QS.
Al-Zumar: 65)
Hadist Tentang Hisab
“’Aisiyah r.a. Istri Nabi saw. Biasa jika mendengar
sesuatu dan belum mengerti, selalu menanyakan hingga mengetahui benar, dan
ketika Nabi saw. Bersabda: siapa yang dihisab pasti disiksa, ‘Aisiyah bertanya
: Tidakkah Allah berfirman : fasaufa yuhasibu hisaban
yasiero. (Maka akan di hisab, hisab yang ringan)? Jawab Nabi
saw: itu hanya di hidangkan, diperhatikan, tetapi siapa yang di teliti hisabnya
pasti disiksa binasa ;1827 (H.R. Bukhori, Muslim)
Hadist di atas menerangkan bagaimana setiap orang pasti
akan mendapatkan perhitungan amal perbuatannya selam hidup di dunia ini.
Sekecil apapun perbuatan yang dilakukan oleh manusia akan mendapatkan balasan
yang setimpal dari Allah sang maha Adil. Oleh karena itu, setiap yang kita
kerjakan harus sesuai dengan apa yang di ajarkan oleh Rasulullah saw. Hal ini
lah yang mendasari bahwa setiap manusia akan di hisab atau dihitung semua alam
perbuatannya.
Al-Qur’an memberikan penegasan yang sangat jelas mengenai
catatan dan timbangan amal ini. Artinya : ”Kami akan memasang timbangan
yang tepat pada hari kiamat, Maka Tiadalah dirugikan seseorang barang
sedikitpun. dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawipun pasti Kami
mendatangkan (pahala)nya. dan cukuplah Kami sebagai Pembuat perhitungan”. (QS.
Al-Anbiya: 47)
Timbangan Allah pada hari kiamat adalah adil. Tidak akan
ada yang dizhalimi. Seluruh kebaikan dan keburukan akan diperlihatkan. Ayat ini
harus menyadarkan kita bahwa perbuatan apa pun akan diperlihatkan Allah pada
hari kiamat. Kita pun harus ingat bahwa setiap hari kita diingatkan dalam
shalat dengan kalimat maaliki yaumiddin (Yang menguasai di hari Pembalasan).
Selanjutnya Allah juga berfirman :
Artinya : ”Dan mereka akan dibawa ke hadapan Tuhanmu
dengan berbaris. Sesungguhnya kamu datang kepada Kami, sebagaimana Kami
menciptakan kamu pada kali yang pertama; bahkan kamu mengatakan bahwa Kami
sekali-kali tidak akan menetapkan bagi kamu waktu[883] (memenuhi) perjanjian.
Dan diletakkanlah Kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang bersalah ketakutan
terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata: “Aduhai celaka
Kami, kitab Apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang
besar, melainkan ia mencatat semuanya; dan mereka dapati apa yang telah mereka
kerjakan ada (tertulis). dan Tuhanmu tidak Menganiaya seorang juapun”. (QS. Al-Kahfi:
48-49)
Dalam ayat ini diperinci bahwa kita dihisab dengan datang
berkelompok. Dalam ayat lain disebutkan bahwa datangnya kita kepada Allah
adalah dengan furada (sendiri-sendiri). Ini tidak bertentangan. Memang bahwa
kita akan berbaris, akan tetapi manakala menghadap kepada Allah adalah dengan
sendiri-sendiri.
Pada hari itu, orang yang durhaka akan takut dan gemetar.
Semua amalnya tercatat dengan rapi. Mereka mendapatinya dengan nyata di hadapan
mata. Allah pun tidak akan menzhalimi mereka. Katakanlah hari ini kita sedang
main film; kita dishooting. Maka nanti rekaman kita akan diputar. Tentu tidak
akan ada yang terlewat.
Hadist Selanjutnya yang artinya : ”Ibnu Umar r.a berkata
: Rasulullah saw. Bersabda: jika Allah menurunkan siksa (bala’) pada suatu
kaum, maka semua penghuni tempat itu terkena siksa itu, tetapi kemudian jika di
bangkitkan kelak, maka menurut amal perbuatannya”(H.R. Bukhori, Muslim).
Dalam Al-Qur’an dijelaskan bagaimana semua orang akan di
panggil oleh Allah dengan diberikan dengan buku catatan amal perbuatannya.
Artinya : ”(Ingatlah) suatu hari (yang di hari itu) Kami
panggil tiap umat dengan pemimpinnya; dan Barangsiapa yang diberikan kitab
amalannya di tangan kanannya Maka mereka ini akan membaca kitabnya itu, dan
mereka tidak dianiaya sedikitpun. Dan Barangsiapa yang buta (hatinya) di dunia
ini, niscaya di akhirat (nanti) ia akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat
dari jalan (yang benar)”. (QS. Al-Isra: 71-72)
Kita akan dipanggil bersama dengan imamnya. Ada yang
memahami bahwa nanti bagi yang bermazhab akan diminta pertanggung jawab dengan
imamnya. Maka mereka akan ditanggung jawab oleh imam tersebut. Padahal, imam di
sini adalah catatan amal shaleh, bukan pemimpin.
Imam itu bisa berarti pimpinan dan juga berari catatan
amal. Seperti dalam surat Yaasin dikatakana: “Wa naktubu ma qaddamu wa atsarhum
wa kulla sya`in ahsainahu fi imam mubin” (Dan Kami menuliskan apa yang telah
mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. Dan segala sesuatu Kami
kumpulkan dalam kitab Induk yang nyata). Ini jelas berarti catatan amal.
Begitupula dalam surat al-Isra di atas adalaha catatan amal, bukan berarti
pemimpin. Dalam ayat ini kalimat Imam berarti catatan amal diperkuat dengan
kalimat “faman utiya kitabahu bi yaminihiI” (Barangsiapa yang diberikan kitab
amalannya di tangan kanannya).
Kesimpulan
Manusia merupakan mahluk yang paling sempurna yang
diciptakan oleh Allah Swt, salah satu bentuk kesempurnaannya adalah manusia
diberi akal. Ini yang menjadi pembeda antra manusia dengan yang lainnya dan
merupakn modal yang sangat berharga bagi manusia. Maka manusia harus
memanfaatkan betul apa yang telah menjadi kelebihannya itu, sehingga derajat
manusi menjadi tinggi.
Semua amal perbuatan manusia akan di mintai pertanggung
jawaban oleh sang maha pencipta. Ini sudah menjadi sebuah konsekwensi logis
dari seorang hamba yang telah berani menerima amanat dari Allah swt sebagai
khalifah, yang di berikan tanggung jawab lebih dari mahluk lainnya.
Perbuatan yang dilakukan oleh manusia sekecil apapun
tidak akan pernah lepas dari pengawasan dan catatan kedua malaikatnya. Maka
dari itu kita harus selalu menjaga agar segala amal perbuatan kita selalu di
jalan yang di kehendaki oleh Allah.
Daftar Pustaka
Abdillah, Muhammad. 2003. Shahih Bukhori. Semarang.
Thoha Pres
Abdul Baqi, Muhammad Fuad. 1979. Al-Lu’lu ;
Warmarjan. Surabaya. PT Bima Pres
Ash Shiddieqy, Hasby. 1974. Sejarang
dan Pen
Sumber :
www.bungsucikal.com
Setelah
semua mahkluk bernyawa di dunia mati dan hancur binasa, Allah menghidupkan
mereka kembali. Maka dengan tiba-tiba mereka pun tegak bangun berdiri. Mereka
melihat langit, didapati langit berjalan. Mereka melihat bumi, didapatinya
telah bertukar wajah, tidak seperti bumi yang dahulu. Semua makhluk berhimpun,
bercampur baur menjadi satu di satu kawasan yang disebut padang Mahsyar, luasnya
tak terbatas, berjejal jejal, saling berdesakan, dibanjiri keringat, tanpa
pakaian, tanpa busana yang menutupi badan.
Dalam masa
bangkit itu, manusia dalam keadaan bermacam-macam rupa. Lantas mereka berkata:
”Aduh celakanya kami! Siapakah yang membangkitkan kami dari tempat tidur kami
(dari kubur kami)? Lalu dikatakan kepada mereka: “Inilah dia yang telah
dijanjikan oleh Allah Yang Maha Pemurah dan benarlah berita yang disampaikan
oleh Rasul-rasul!” (Yassin, Ayat: 52).
Di sana
semua makhluk hidup nafsi nafi. Pada hari itu manusia lari dari saudaranya,
lari dari ibu dan bapaknya, lari dari istri dan anak-anaknya. Setiap orang dari
mereka pada hari itu mempunyai urusan yang bisa melupakan segala galanya. Pada
hari itu tak ada yang bisa diharapkan di hadapan pengadilan Allah kecuali
sekelumit harapan yang disebut “Syafaat Nabi saw”.
Syafa’at
ini adalah do’a yang Rasulallah saw simpan untuk umatnya di hari kiamat nanti.
Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah ra sesungguhnya Nabi saw bersabda,
“Setiap Nabi memiliki do’a (mustajab) yang digunakan untuk berdo’a dengannya.
Aku ingin menyimpan do’aku tersebut sebagai syafa’at bagi umatku di akhirat
nanti.”.
Maka
sepatutnya kita sebagai umat Muhammad meyakini wujud syafa’at Nabi saw di hari
kebangkitan, disaat manusia dikumpulkan di padang Mahsyar dengan iman dan
keyakinan yang kuat, mengetahui apa yang diimani, bukan hanya sekedar
angan-angan dan kepercayaan.
Sekarang apa itu Syafa’at?
Kata
syafa’at telah disebutkan berulang kali dalam hadits Nabi saw baik yang
berkaitan dengan urusan dunia maupun akhirat. Ibnul Atsir mengatakan, ”Yang
dimaksud dengan Syafa’at adalah meminta untuk diampuni dosa dan kesalahan di
antara mereka.”
Contohnya,
manusia banyak berbuat dosa selama hidupnya di dunia. Di hari kiamat mereka
tidak bisa terhidar dari hisab atau perhitungan yang harus dipertanggung
jawabkan. Mereka berharap agar ada orang yang bisa menolongnya, tapi sia sia
belaka. Karena hari itu adalah hari yang sangat dahsyat. Mereka akan menemui
musibah dan kesusahan yang tidak mampu untuk dihindarkan oleh seorang pun,
hanya ada secerah harapan berupa syafa’at yaitu perantara atau penghubung yang
bisa menyelesaikan hajatnya. Di sana mereka meminta pertolongan kepada Allah
melalui syafa’at. Akhirnya, orang-orang saat itu mendapatkan ilham untuk
meminta syafa’at kepada para Nabi agar bisa menghilangkan musibah dan kesulitan
yang menimpah diri mereka saat itu.
Sekarang
mari kita ikuti kisah syafa’at Nabi saw yang dikenal dengan Syafa’at
al-‘Uzhma dalam hadits yang cukup panjang. Kisah ini terjadi ketika semua
makhluk berkumpul di padang masyhar. Imam Bukhari meriwayatkan hadits ini
dari Anas bin Malik ra, sesungguhnya Rasulallah saw bersabda, bahwa pada hari
kiamat Allah mengumpulkan seluruh makhluk di satu tempat yang luas. Manusia
pada saat itu berada dalam kesusahan dan kesedihan. Mereka tidak kuasa menahan
dan memikul beban pada saat itu.
Kemudian
mereka mendatangi Nabi Adam as, lalu berkata, “Wahai Adam, berilah syafa’at
untuk anak cucumu” Adam as berkata, ”Sesungguhnya aku tidak bisa memberi
syafa’at untuk kalian pada hari ini. Pergilah kalian kepada Ibrahim as,
sesungguhnya ia adalah kekasih Allah (Khalilullah)”. Kemudian mereka mendatangi
Ibrahim as. Lalu ia berkata kepada mereka, “Sesungguhnya aku tidak bisa memberi
syafa’at untuk kalian pada hari ini. Pergilah kalian kepada Musa, sesungguhnya
Allah telah berbicara langsung kepadanya (Kalimullah)”. Kemudian mereka
mendatangi Musa as. Lalu ia berkata, “Aku tidak bisa memberi syafa’at pada
kalian hari ini. Pergilah kalian kepada Isa, sesungguhnya ia adalah ruh Allah
dan kalimat-Nya”. Kemudian mereka mendatangi Isa as. Lalu ia berkata, “Aku
tidak bisa memberi syafa’at untuk kalian pada hari ini. Pergilah kalian kepada
Muhammad!”
kemudian
mereka mendatangiku. Lalu aku berkata, ”Aku memberi syafaat untuk kalian pada
hari ini”. kemudian aku pergi meminta izin kepada Allah. Setelah diizinkan aku
berdiri dihadapan-Nya. Kemudian Allah memberi ilham padaku dengan pujian dan
sanjungan untuk-Nya yang belum pernah Allah beritahukan kepada seorang pun
sebelumku. Kemudian aku tersungkur bersujud dihadapan-Nya. Lalu Dia
berfirman, ”Wahai Muhammad, angkatlah kepalamu, katakanlah pasti engkau akan
didengar, mintalah pasti engkau akan diberi, berilah syafa’at pasti akan
dikabulkan”. Lalu aku mengangkat kepalaku. Kemudian aku berkata, ”Ya Allah,
Ummati, Ummati (umatku, umatku).”. Maka Dia berfirman, ”Wahai Muhammad,
pergilah dan keluarkanlah umatmu dari neraka siapa yang di hatinya memiliki
sebesar biji gabah atau gandum dari keimanan”.
Kemudian
aku pergi dan aku lakukan apa yang diperintahkan, lalu aku kembali lagi kepada
Allah dan memuji-Nya dengan pujian dan sanjungan untuk-Nya. Kemudian aku
bersujud kepada-Nya, lalu dikatakan kepadaku seperti dikatakan semula. Kemudian
aku berkata, ”Ya Allah, ummati ummati (ummatku ummatku). Kemudian dikatakan
kepadaku, ”Pergilah, dan keluarkanlah umatmu dari neraka siapa yang di hatinya
memiliki sebiji sawi dari keimanan”. Kemudian aku lakukan sebagaimana aku
lakukan pertama. Lalu aku kembali lagi kepada Allah dan aku lakukan sebagai
mana yang telah aku lakukan semula. Kemudian dikatakan kepadaku ”Angkatlah
kepalamu” sebagaimana dikatakan kepadaku pertama kali. Lalu aku katakan ”Ya
Allah, ummati ummati (umatku ummatku). Kemudian dikatakan kepadaku ”pergilah
dan keluarkanlah umatmu dari neraka siapa yang dihatinya terdapat lebih kecil
dari biji sawi dari keimanan”. Kemudian aku pergi dan melakukan apa yang
diperintahkan. Lalu aku kembali kepada Allah untuk yang keempat kalinya. Lalu
aku memuji-Nya dengan berbagai pujian dan sanjungan untuk-Nya. Kemudian aku
bersujud kepada-Nya, lalu dikatakan kepadaku ”Wahai Muhammad, angkatlah
kepalamu, katakanlah pasti engkau akan didengar, mintalah pasti engkau akan
diberi, berilah syafa’at pasti akan dikabulkan”. Lalu aku katakan ”Ya Allah,
izinkanlah aku agar bisa mengeluarkan umatku dari neraka bagi yang telah
mengucapkan La Ilaha Ilallah (tidak ada Tuhan selain Allah). Kemudian Allah
berfirman, ”Ya Muhammad, sesungguhnya hal itu bukan bagimu atau hal itu bukan atasmu.
Akan tetapi demi Kemulian-Ku, Keluhuran-Ku, Kesombongan-Ku, dan Kebesaran-Ku,
Aku pasti akan keluarkan umatmu dari neraka siapa yang telah mengucapkan La
Ilaha Illallah”.
Hikmah
Dan Atsar
Dari
hadits diatas kita bisa menarik beberapa kesimpulan dan hikmah penting
diantaranya:
Pertama
syafa’at kecuali dengan izin tidak ada seorang pun yang dapat
memberi Allah. Contohnya makhluk yang
paling mulia dan penutup para Nabi yaitu Rasulallah saw, disaat ingin memberi
syafaat kepada umatnya yang sedang mengalami kesulitan di padang mahsyar pada
hari kiamat, beliau tersungkur dan bersujud di Arsy di hadapan Allah, beliau
memohon kepada-Nya. Beliau tidak lepas dari sujudnya sampai dikatakan pada
beliau, “Angkatlah kepalamu. Mintalah pasti engkau akan didengar. Berilah
syafa’at pasti akan dikabulkan“.
Kedua
betapa mulianya kedudukan Rasulallah saw di sisi Allah, sehingga tidak ada satu
nabi pun yang mampu memberi syafa’at kepada manusia di padang Mahsyar kecuali
Nabi saw. Itulah bukti nyata kecintaan Allah kepada Nabi saw, cinta yang tidak
berkesudahan. Dari kecintaan-Nya kepada beliau, apa yang dipintanya dikabulkan.
Ketiga,
hadits di atas bisa pula dijadikan bukti nyata akan kecintaan sejati Nabi saw
terhadap umatnya. Cinta sejati beliau terhadap umatnya dibawa sampai ke padang
Mahsyar, ketika manusia dalam keadaan sangat gawat. Ketika manusia dimintai
pertanggung jawaban atas semua perbuatannya, ketika para nabi menolak dimintai
syafa’at (pertolongan) oleh umatnya. di saat itulah Rasulullah saw justru tidak
meninggalkan ummatnya. Beliau tersungkur dan bersujud di Arsy di hadapan Allah,
beliau memohon kepada-Nya. Allah berkata, ”Wahai Muhammad, angkatlah kepalamu,
mintalah pasti engkau akan diberi, berilah syafa’at pasti akan dikabulkan”.
Lalu beliau mengangkat kepalanya dan tidak ada yang dikatakan Nabi saw kecuali,
”Ya Allah , umati, umati”.
Langganan:
Postingan (Atom)